Halut

Jalur Laut Laris, Sopir Lintas Galela ‘Terpukul’

×

Jalur Laut Laris, Sopir Lintas Galela ‘Terpukul’

Sebarkan artikel ini
SEPI: Puluhan mobil lintas Galela-Tobelo yang sabar menanti penumpang.(foto: Faisal/Harian Halmahera)

HARIANHALMAHERA.COM–Kehadiran rakit sebagai sarana penghubung sementara warga yang berada di Kecamatan Galela Utara dan Loloda Utara dengan Tobelo, memang cukup membantu. Namun, warga harus mengeluarkan ongkos lebih. Warga pun lebih memilih menggunakan perahu sebagai sarana transportasi ke Tobelo.

Pantauan wartawan di lapangan, terlihat aktivitas warga mulai sedikit lancar dengan kehadiran rakit. Meski harus merogoh kantong lebih dalam. Apalagi jika ingin membawa hasil perkebunan untuk di jual di Tobelo. Ongkosnya akan lebih mahal. Warga harus membayar ongkos mobil dua kali. Ditambah ongkos rakit dan ongkos buruh.

Hal ini diakui para sopir lintas Galela-Tobelo. Terputusnya akses ikut menurunkan pendapatan harian mereka. Jika sebelumnya para sopir bisa membawa pulang keuntungan setiap hari Rp 500-800 ribu, sekarang membawa Rp 200-300 ribu sudah lumayan.

Diketahui, tariff kendaraan Loloda Utara ke Tobelo sebelum jembatan kali Tiabo ambruk Rp 100-150 per orang. Sekarang tarif Loloda Utara sampai ke kali Tiabo Rp 70-80 ribu per orang. Demikian pula untuk tariff Galela Utara Galela Utara sampai ke Tobelo. Dulunya Rp 50 ribu per orang. Saat ini, hanya sampai ke kali Tiabo sudah dipatok Rp 25-30 ribu per orang.

“Untuk pendapat kami setiap hari sudah berpengaruh karena akses yang saat ini putus. Kami sebagai sopir hanya bisa berharap, pemerintah secepatnya membuat jembatan, minimal  jembatan darurat yang bisa dilalui kendaraan,” kata Sunarti Kiha, salah satu sopir mobil lintas Galela-Tobelo.

Meski sudah berangsur normal, tapi masyarakat saat ini masih memilih menunda ke Tobelo, jika bukan urusan yang sangat mendesak. Terlihat, mobil lintas berjejeran di sekitar jembatan kali Tiabo menunggu penumpang yang ke Tobelo maupun jalur ke Galda.

Sementara, masyarakat Galela Utara dan Loloda Utara yang memilih jalur laut, mereka berlasan lebih murah daripada melewati jalur darat. Banyak biaya yang di eluarkan, misalnya membayar mobil penumpang, rakit dan buruh. “Saya lebih memilih jalur laut ketimbang jalur darat karena upah yang kita keluarkan cukup besar, bayar mobil penumpang dua kali dan membayar upah buruh,” kata Mawan Gasango, warga Desa Salimuli.

Mereka pun meminta pemerintah secepatnya membuat jembatan darurat karena jembatan Tiabo adalah satu-satunya akses di dua kecamatan. Apabila terlalu lama, maka akan berpengaruh pada pendapatan ekonomi masyarakat.”Sangat berharap besar kepada Pemda agar punya perhatian khusus soal akses jembatan Galela Loloda yang saat ini tersendat,” kata Yasin, masyarakat Desa Kailupa, Kecamatan Loloda Utara.(cw/fir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *