HARIANHALMAHERA.COM– Pemkab Halmahera Utara blak-blakan menyatakan pesimis terhadap pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada November 2024, khusus Calon Bupati dan Wakil Bupati (Cabup-Cawabup) Halmahera Utara (Halut) periode 2024-2029. Pasalnya, selain kondisi keuangan daerah yang hingga saat ini tak kunjung stabil, dana sharing untuk Pilkada dari pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) pun belum ada kepastian kesepakatan, sementara tahapan sudah mulai jalan.
Sikap pesimis terhadap Pilkada Halut itu disampaikan Kaban Kesbangpol Halut, John Anwar Kalbamay. Mantan Kabag Pemerintahan Pemkab Halut ini mengatakan bahwa tujuan dilaksanakannya Pilkada Serentak agar ada efisiensi anggaran, karena penganggarannya sharing dengan Pemprov, dimana ada beberapa komponen Pilkada yang dibiayai bersama dan ada juga beberapa yang dibiayai sendiri oleh Pemkab. “NPHD KPU, Bawaslu dan pengamanan misalnya, itu seharusnya 40 persen anggarannya ditanggung oleh Pemprov, namun sampai saat ini secara teknis belum ada kepastian kesepakatan,”katanya, Jumat (1/3).
Kaban Kesbangpol Halut menuturkan bahwa anggaran Pilkada Halut untuk KPUD sendiri dianggarkan sebesar Rp 40 miliar lebih (Rp 40.024.301.100), sementara Bawaslu Halut sebesar Rp 14 miliar lebih (Rp 14.482.888.600), kemudian untuk Polri sebesar Rp 7,5 miliar dan TNI sebesar Rp 2,5 Milliar, dimana semua anggaran Pilkada tersebut secara teknisnya hingga saat ini belum ada kesepakatan dengan Pemprov Malut tentang besaran tanggungan masing-masing antara Pemkab dan Pemprov.
“Bahkan untuk anggaran PAM Pilkada sendiri hingga saat ini belum ada kesepakatan dengan pemprov, namun pemkab sudah di desak menyusun NPHD, sehingga kami mengganggarkan sebesar itu,”tuturnya.
Pemkab sendiri lanjutnya, tentunya berharap agar komponen kegiatan sharing yang merupakan tanggungjawab bersama, baik untuk KPUD, Bawaslu, TNI dan Polri, itu dibagi secara proporsional.
“Pada intinya Pemkab Halut menginkan agar komponen kegiatan yang anggarannya bisa di-sharing itu 40 persen ditanggung Pemprov, sementara 60 persen ditanggung Pemkab, artinya dengan 60 persen itu sudah efisiensi jika dibandingkan dengan pilkada sebelumnya, “ujarnya.
Menurutnya, dana sharing Pilkada harusnya lebih besar ditanggung Pemprov, namun kenyataannya lebih terkesan memberatkan Pemkab/Pemkot sebagaimana sesuai dengan Keputusan Gubernur, nomor : 482/KPTS/MU/2023, tanggal 6 November 2023 tentang Penetapan Dana Sharing Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Provinsi Malut Tahun 2024, yang mana Pemprov hanya menanggung sebesar 25 persen yakni Rp 10 miliar lebih (Rp 10.026.012.200) dari Rp 40 miliar lebih untuk anggaran KPU, sementara untuk Bawaslu sesuai SK Gubernur tertulis sebesar Rp 18.568.207.700, namun tanggungan Pemprov hanya Rp 3.696.670.000 (sekitar 20 persen), sedangkan yang dirancang Pemda Halut sebesar Rp 14.482.888.600.
“Keputusan gubernur ini tidak sesuai dengan apa yang sudah diusulkan, ini terjadi mis komunikasi antara Pemprov dengan Pemda Kabupaten/kota. Semua pemda Kabupaten/kota menginginkan agar komponen yang masuk dalam anggaran sharing itu dibagi 50:50 tetapi Pemprov hanya membiayai 4 komponen saja berdasarkan sosialisasi dari pusat,”pungkasnya.
“Dimana-mana yang dinamakan anggaran sharing itu seyogyanya pemerintah tingkat atas mengambil porsi lebih besar dibandingkan dengan pemerintah tingkat bawah, sebagaimana yang dilakukan di beberapa provinsi. Namun Pemkab Halut memahami situasi keuangan pemprov, agar tidak saling memberatkan maka dibagi rata saja, jadi angka 60:40 itu sudah sangat rasional. Memang ada edaran mendagri yang mengatur bahwa terhadap Kabupaten yang kondisi keuangan daerah tidak stabil itu dibantu oleh pemprov, begitu juga sebaliknya Ketika kondisi keuangan Pemprov tidak stabil, pemkab bisa membantu. Namun, saat ini kondisi keuangan Pemprov Malut dan Pemda Halut sedang tidak stabil, bahkan kondisi keuangan Pemkab yang tidak stabil ini akibat ulah Pemprov yang menahan DBH, maka dengan alasan ini kami pesimis bahwa pilkada di bulan November nanti bisa dilaksanakan,”sambungnya.
Jhon pun menambahkan bahwa seharusnya anggaran Pilkada ini 40 persen dimasukan pada APBD 2023 dan 60 persen dimasukan dalam APBD 2024. Namun dengan kondisi keuangan yang tidak stabil ini maka Pemkab Halut di tahun 2023 baru membayar sekitar 4-5 persen, itupun hanya untuk anggaran KPU.
“Jika kondisi keuangan daerah terus seperti ini mustahil Pilkada bisa jalan, karena untuk membiayai seluruh kebutuhan daerah saja tiap bulan pemda sudah minus ratusan juta, karena setiap bulan anggaran dibuka untuk DAU peruntukan sebesar 12 M dan itu tidak bisa diotak-atik karena penggunaannya sudah ditentukan oleh pusat,”terangnya.
Soal masalah yang dihadapi ini dikatakan Kaban Kesbangpol Halut bahwa Pemda Halut mengusulkan dua opsi, yakni mendesak Pemprov agar segera membayar tunggakan DBH tahun 2022 dan tahun 2023 sebesar Rp 53 miliar lebih belum termasuk triwulan IV tahun 2023, kemudian yang ke dua mengusulkan kepada Pempus melalui Wamendagri agar pemda dapat menggunakan anggaran DAU peruntukan selama enam bulan untuk pembiayaan pilkada yang merupakan prioritas utama tahun ini.
“Rencananya pemkab Halut dalam waktu dekat akan bertemu dengan Wamendagri untuk meminta persetujuan tersebut. Hanya dua opsi itu saja agar Pilkada ini bisa berjalan, jika tidak maka pilkada di Halut terancam tidak dapat terlaksana,”tandasnya.(rif)