Halut

Program Tersendat, BNNK Halut Butuh Perda

×

Program Tersendat, BNNK Halut Butuh Perda

Sebarkan artikel ini
Jumpa Pers yang dilakukan BNNK Halut bersama sejumlah wartawan media di Halmahera Utara

HARIANHALMAHERA.COM–Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara (Halut) seakan tak serius soal bahaya Narkotika. Sebab permintaan untuk dibuatkan peraturan daerah (perda) tentang Desa Bersih Dari Narkorika (Bersinar) belum direspon.

Akibatnya, program Desa Bersinar hingga Agen Rehabilitasi di Desa yang dicanangkan Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Halut ini, tidak berjalan maksimal.

Kepala BNNK Halut, Maximillian Sahese, mengatakan ada beberapa program BNNK Halut yang sudah lama dirancang, tapi belum dapat terlaksana sampai detik ini.

Sebab, kata dia, belum ada payung hukum seperti perda atau peraturan bupati (perbup) yang diterbitkan oleh Pemda Halut.

“Perlu kami sampaikan pada awak media, bahwa kami sangat butuh dukungan Pemda Halut dalam sukseskan program kami, setidaknya usulan kami soal dibuat perda terkait desa bersih dari narkoba dan agen rehabilitasi desa dapat direspon Pemda,” katanya, Rabu (16/12).

Menurut mantan Kepala BNN Palopo, Sulawesi Selatan ini, perda seperti itu sangat dibutuhkan sebagai penguatan pelayanan di lapangan, sekaligus upaya mencegah peredaran narkotika di tingkat desa.

“Sebenarnya kami sudah bentuk agen rehabilitasi, seperti di Desa Popilo, Pitu dan Wosia. Tapi program ini butuh payung hukum agar kuat di lapangan. Tapi entah kenapa Pemda Halut belum juga respon. Padahal kami sudah berusaha koordinasi soal ini,” ujarnya.

Max – sapaan akrab – Maximillian Sahese, meminta ke depan Pemda Halut membantu sukseskan program BNN, setidaknya dukungan sarana, prasarna dan terpenting regulasi sebagai upaya pencegahan generasi muda dari narkotika serta menekan meningkatnya peredaran di wilayah Halut.

”Perlu disampaikan juga bahwa ganja adalah salah satu jenis narkotika yang ternyata di 27 negara sudah melegalkan dalam aspek medis dan pemanfaatan tertentu. Sedangkan di Indonesia masih dianggap berbahaya. Olehnya itu, perlu disosialisasikan bersama agar masyarakat tidak salah memahami,” tuturnya. (dit/kho)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *