Halut

Sistem Pengawasan DD Perlu Diperketat di 2020

×

Sistem Pengawasan DD Perlu Diperketat di 2020

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi

HARIANHALMAHERA.COM–Keberadaan dana desa (DD) untuk menyejahterahkan masyarakat, masih jauh dari kenyataan. Meski di beberapa daerah sudah ada yang sukses, namun kondisi berbeda terlihat di Kabupaten Halmahera Utara (Halut). Bahkan, DD dapat disebut menjadi persoalan utama di desa.

Lihat saja data Inspektorat, selama tiga tahun masa kepemimpinan Ir Frans Manery dan Mauchlis Tapi Tapi, sudah 16 Kepala Desa (kades) yang diberhentikan karena diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan dengan melakukan penyelewengan DD.

Di tahun keempat dan tahun menjelang akhir masa jabatan, makin banyak laporan masyarakat terkait dugaan penyelewengan DD. Tidak mengherankan, banyak yang berlomba-lomba untuk menjadi kades saat ini.

Mirisnya lagi, aturan sudah sangat ketat. Kepolisian dan Kejaksaan turut dilibatkan untuk mengawal pengelolaan DD. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halut juga sudah beberapa kali mengeluarkan teguran keras. Namun, masih saja ada kades yang berani. Hal ini sudah sepatutnya menjadi perhatian utama pemerintah, tepatnya saat seleksi calon kades yang akan mencalonkan diri dalam Pilkades serentak 2019 ini.

Kepala Inspektorat Tonny Kappuw mengaku,  di 2019 ini sudah ada empat yang selesai diaudit dengan dikeluarkannya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). “Ini kami sudah rekomendasikan ke bupati,” kata Tonny, tanpa merinci rekomendasi yang dimaksud apakah diberhentikan atau sekdar teguran, waktu lalu.

Dia menyebut, keempat desa yang sudah dikeluarkan LHP, yakni Desa Wari Ino, Kecamatan Tobelo; Desa Gamsungi, Kecamatan Kao Teluk;  Desa Bale, Kecamatan Galela Selatan, dan Desa Biang, kecamatan Kao. “Tinggal menunggu keputusan bupati nantinya. Yang jelas kami sebatas memeriksa dan mengeluarkan rekomendasi,” ujar Tonny.

Tonny menjelaskan, laporan resmi dari masyarakat dan BPD atas dugaan penyimpangan ADD dan DD yang dilaporkan ke Inspektorat, baru tiga desa. Yakni, Desa Soakonora, Kecamatan Galela Selatan;  Desa Jere, Kecamatan Galela Utara; dan Desa Mamuya, Kecamatan Galela.

“Dari tiga laporan ini, dua di antaranya tidak bisa kami tindaklanjuti. Karena sebelumnya telah dilaporkan ke kepolisian dan kejaksaan. Kenapa kita tidak bisa  karena suda ada MoU atas penanganan laporan penyelewengan DD,” terangnya.

“Yang kami tindaklanjuti hanya Desa Soakonora. Saat ini kami masih dalam tahapan pengumpulan bukti-bukti permulaan,” sambung Tonny.

Laporan masyarakat atas dugaan penyalahgunaan anggaran desa (dana desa dan ADD), terus terjadi di Kabupaten Halmahera Utara (Halut). Kini, giliran masyarakat Desa Baringin Jaya, Kecamatan Galela Utara.

Laporan masyarakat Desa Baringin Jaya ini terus menambah panjang daftar pelaporan terhadap Kepala Desa (kades). Pasalnya, banyak laporan masyarakat yang sudah lebih dulu masuk, baik ke Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), terkesan lambat dalam penanganannya.

Mirisnya, pengawasan dana desa dan anggaran desa lainnya sudah berlapis. Mulai pemerintah pusat (kemendes, kemendagri), pemerintah daerah (inspektorat, DPMD), bahkan kepolisian dan kejaksaan dilibatkan. Tak cukup, ada badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Persoalan ini tentunya menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemkab Halut ke depan. Publik menanti keberhasilan dalam pemanfaatan DD dan anggaran desa lainnya, sebagaimana yang sudah dibuktikan beberapa desa di Indonesia yang sukses menjadi desa mandiri, bahkan menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari anggaran subsidi tersebut.(fik/dit/fir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *