
HARIANHALMAHERA.COM– setelah sempat ribut soal biaya sewa sebesar Rp 1,5 juta per bulan, kini kehadiran lapak alun-alun di kawasan pemerintahan, tepatnya Desa MKCM, Kecamatan Tobelo kembali terendus dugaan pungutan liar (Pungli) terhadap penyewa lapak tersebut. Pasalnya, bukti tagihan sewa lapak yang disodorkan oknum petugas ke pedagang disebut tidak tertera stempel.
Iuran tanpa stempel tersebut diakui beberapa pedagang bahwa sudah berlangsung lama dan sebagian pedagang pun mengeluh lantaran kwatir kalau dianggap tidak bayar sewa lapak, padahal setiap bulan ditagih.
Kasus tersebut diam-diam dilirik Kejaksaan Negeri (Kejari) Halmahera Utara. Bahkan, pihkanya pun sudah mendapatkan keterangan dari pedagang soal pungutan yang dipatok dengan jumlah sebesar Rp 500 ribu/bulan.
“Memang kami (Kejari Halut) sudah dapat informasi soal pungutan sebesar 500 ribu per bulan dan kami sendiri sudah pelajari serta kaji lebih lanjut,”kata Kasi Pidsus Kejari Halut, Eka Hayer, saat dikonfirmasi, Selasa (6/6).
Menurutnya, kalau lapak alun-alun tersebut di bangun oleh Pemda Halut dan dikelola instansi teknis tentunya ada regulasi seperti Peraturan Bupati (Perbup) atau Peraturan Daerah (Perda) ketika disewakan ke pedagang, bahkan setingkat administrasi kecil berupa stempel pun harus ada saat menagih iruan ke penyewa lapak.
“Pastinya kami akan melihat dan mengkaji lebih lanjut. Dalam waktu dekat kami akan melakukan penyelidikan terkait dengan kasus pungli ini, kami akan cek selama empat bulan penagihan ini uangnya dikemanakan,”ungkapnya.
“Praktek (dugaan pungli,red) seperti ini jika dibiarkan maka akan meresahkan pedagang yang ada, karena setau kami lapak yang ada itu di bangun oleh Pemda Halut,”sambungnya.(sal)