Maluku Utara

30 Tahun Lagi, Malut Bisa Krisis Pangan dan Air

×

30 Tahun Lagi, Malut Bisa Krisis Pangan dan Air

Sebarkan artikel ini
Dr. Husnullah Pangeran (Foto : ist)

HARIANHALMAHERA.COM–Defisit beras yang pernah melanda delapan Kabupaten/Kota di Maluku Utara (Malut) pertengan tahun ini, rupanya menjadi penanda awal dari ancaman krisis pangan yang akan terjadi pada 20 hingga 30 tahun kedepan.

Ini terungkap dalam rapat penyusunan penyusunan dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi Maluku Utara (Malut) Senin (16/11).

Ketua tim penyusun RPPLH Dr. Husnullah Pangeran mengungkapkan demografi di Malut sudah dalam masa kritis dan krusial. “Krusial dalam artian harus menjadi perhatian seluruh pihak itu adalah kapasitas atau daya dukung, daya tampung dalam hal penyediaan pangan dan penyediaan serta pengaturan air,” ungkapnya.

Mengingat RPPLH ini rentan waktunya selama 30 tahun, maka proyeksinya dari 2020 hingga 2050, ketersediaan pangan terjadi defisit di hampir seluruh Kabupaten/Kota. “Yang surplus hanya Taliabu dan Morotai,” bebernya

Karenanya jika tidak segera tidak dilakukan langkah-langkah yang tepat seperti peningkatan produktifitas, transformasi produk untuk nilai tambah yang lebih baik, maka 30 tahun kedepan seluruh daerah defisit dari sisi ketahanan pangan.

Bukan hanya ancaman krisis ketaanan pangan. hal serupa juga terjadi pada daya dukung ketahanan sumber daya air. Menurutnya, pada 2050, tidak ada satupun daerah di Malut yang surplus air.

Ini lantaran daerah-daerah di Malut sangat bergantung pada badan-Badan air alami seperti Danau dan Sungai. “Memang kita punya cekungan air tanah, tapi itu ada di Halbar, Halut, dan sebagian di Halteng dan Haltim. Tapi kalau cuman berharap di cekungan tanpa melakukan upaya untuk konservasi atau mempertahankan kualitas lingkungan yang ada, maka kita akan bermasalah juga di 2050,” jelasnya.

Dari hasil penelitian untuk kondisi 2020, daerah yang dianggap paling rawan krisis keterseidaan air adalah Ternate kendati ternate memiliki cekungan air tanah. “Sampai tahun 2050 kalau tidak ada upaya-upaya konservasi maka kita bisa bayangkan kelangkaan air akan terjadi di Kota Ternate,” ujarnya.

Dari hasil anasis daya tampung demografis per tahun 2020, Ternate juga yang sudah mengalami defisit demografi. “Apalagi kita mau proyeksi sampai tahun 2050,” ujaranya

Dijelaskan, dalam analisisnya, pihaknya menggunakan metode identifikasi apa yang menjadi elemen-elemen pemicu. kemudian apa yang menyebabkan sehingga factor pemicu terjadi, kemudian kondisi eksisting seperti apa, dampaknya seperti apa dan apa responya.

“Saya kasih contoh yang tadi kasus ketahanan pangan. Kita sudah identifikasi karena produktivitas pangan kita persatuan lahan itu sangat rendah, mungkin penyebabnya karena kita terbatasnya sarana dan prasana pertanian maupun penguasaan teknologi terutama yang paska panen,” terangnya

Dengan ancaman-ancaman tersebut, maka disusunlah dokumen RPPLH sebagai bagian dari benteng pertanahan menjaga ekosistem lingkungan yang saat ini sudah masuk pada fase kedua

“Ini kita sudah mengkaji daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di Malut, untuk eksisting hari ini terhadap 22 jasa lingkungan atau jasa ekosistem yang terkategori dalam empat jasa yaitu jasa penyediaan dan jasa pengaturan kemudian jasa budaya dan jasa pendukung,” jelasnya.

RPPHL ini juga akan ditindaklanjuti dalam proses perumusan isu-isu strategis serta masalah yang dihadapi. “Jadi mungkin kedepannya itu bagaimana Pemprov dan Pemda se Malut menyiapkan infrastruktur yang memadai, kemudian infrastruktur pendukungnya seperti irigasi, waduk dan seterusnya,” bebernya.

Selain itu, ia juga mengungkapkan ada juga masalah ketahanan lingkungan dan perubahan iklim. Dimana frekuensi longsor meningkat dalam tiga tahun terakhir. “Longsor ini kan bisa karena hujan deras terus menerus sehingga mempengaruhi ada gerakan tanah. Tapi ada juga longsor terjadi karena ulah manusia yang merubah alam. Yang terbaru di Ternate terjadi,” ungkapnya.

Sementara Kepala DLH Malut,  Fahrudin Tukuboya berharap harap dalam tahapan kedua penyusunan RPPHL ini ada sejumlah serap, informasi dan masukan mengenai data-data yang disampaikan stakeholder. “Tadi sudah ada banyak hal yang sudah kita diskusikan, sehingga kita harapkan dengan RPPLH ini bisa dilanjutkan dalam waktu yang ditentukan bisa selesai,” ujarnya.

RPPLH ini juga bisa menjadi rujukan penyusunan RPJMD dan KLHS. “Karena ini terkait dengan bagaimana kita melakukan perlindungan dan mengatur pengelolaan lingkungan hidup di Malut,” jelasnya. (lfa/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *