HARIANHALMAHERA.COM–Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPP) APBD 2021 selahngkah lagi disahkan menjadi Perda.
Ini setelah Badan Anggaran (Banggar) DPRD menyetujui Renperda tersebut. Hanya saja ada 16 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang disodorkan Banggar.
16 DIM yang disodorkan itu menurut juru bicara Banggar Farida Djama, yaknj Proyeksi belanja melampaui kemampuan realisasi pendapatan daerah.
Kemudian potensi pendapatan daerah yang tidak dioptimalkan, dimana beberapa potensi PAD yang diatur dalam Peraturan Daerah belum dilakukan secara maksimal
“Perbedaan nilai SiLPA dengan saldo akhir kas Tahun 2021,” sebutnya dala. Paripurna di gedung DPRD Provinsi pekan kemarkn.
Kemudian, belum tersedia data yang mengukur seberapa besar dampak alokasi anggaran pada SKPD terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Malut.
Secara spesifik Pemprov juga dianggap belum merancang nilai manfaat dalam setiap kebijakan program dan kegiatan dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Masalah kelima, tidak tumbuhnya produktivitas masyarakat disebabkan oleh akses pasar yang terbatas, sehingga perlu difasilitasi dan diupayakan tempat pemasaran bagi masyarakat. “Selain itu Pemerintah Provinsi Maluku Utara perlu mendorong secara optimal akses permodalan usaha bagi masyarakat miskin,” katanya
Banggar juga mendapatu belum optimalnya strategi kebijakan pembangunan yang diderivasi melalui program dan kegiatan, sehingga derajat ketimpangan pendapatan masyarakat. Walaupun masih tergolong pada ketimpangan pendapatan merata sempurna akan tetapi trendnya fluktuatif dan diprediksikan akan mengalami peningkatan pada tahun 2022, untuk itu diperlukan strategi yang tepat dan terukur.
Dengan anggaran yang direalisasikan sebesar Rp.71.359.010.723,- dari total Rp.73.666.850.753,- untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat pada 8 SKPD, akan tetapi upaya penanggulangan kemiskinan belum memberikan hasil yang signifikan.
“Data menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah UMKM pada tahun 2021, sehingga diharapkan perlu adanya perhatian serius Pemerintah Provinsi Maluku Utara melalui kebijakan yang mampu mendorong dan berpihak pada pengembangan sektor UMKM,” tambahnha
Kemudian ditemukan juga nasih belum tersedianya data kemiskinan yang relevan dan akurat dari Pemprov, sehingga berpengaruh pada rancangan kebijakan penanggulangan kemiskinan, serta belum terlihat secara jelas dan tegas rancangan strategi kebijakan untuk mengantisipasi masyarakat yang rentan miskin agar tidak menjadi miskin dari Pemprov
Masalah ke 10, Banggar menemukan Penyusunan APBD tidak mempertimbangkan kapasitas kemampuan pendapatan daerah yang terukur, serta target belanja daerah yang melampaui pendapatan daerah, sehingga pada tahun 2021 terdapat defisit sebesar Rp.624.385.973.000. “Nilai defisit ini lebih besar Rp.148.969.345.150 dari yang diperkenankan sebesar Rp.475.416.627.850,” bebernya
Dalam rangka menutupi ruang defisit, maka Pemprov pun mengajukan pinjaman daerah, namun melebihi batas yang diperkenankan sebesar Rp.408.216.384.000 dari yang seharusnya diperkenankan Rp.143.283.616.000.
Dengan kapasitas fiskal kategori Sangat Rendah berdasarkan PMK nomor 120/PMK.07/2020 tentang Peta Fiskal Daerah, maka pemerintah daerah diharapkan untuk mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah lainnya yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, salah satu adalah penetapan tarif progresif atas pajak kendaraan bermotor.
Adanya total utang Pemprov yang harus diselesaikan dalam jangka pendek sebesar Rp.105.639.240.029 pada tahun 2020 dan sebesar Rp.112.392.949.627,57 pada tahun 2021.
“Dengan adanya beban utang yang setiap tahun cenderung meningkat, maka diharapkan adanya strategi dan kebijakan untuk meminimalisir potensi utang lanjutan, serta melakukan efisiensi anggaran pada belanja yang belum prioritas,” ucapnya.
Banggar juga menilai, sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) belum secara tegas melakukan penagihan denda atas keterlambatan pembayaran Pajak Air Permukaan sebesar Rp.106.108.919,78;
Kemudian, realisasi belanja pegawai sebesar Rp.124.479.527 tidak sesuai dengan ketentuan, terjadi kelebihan pembayaran atas gaji dan tunjangan atas pegawai pensiun tahun 2021
“Terdapat beberapa realisasi belanja yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku diantaranya belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat dan belanja pemeliharaan sebesar Rp 271.670.129,70, belanja modal gedung dan bangunan sebesar Rp 1.374.293.475,66, belanja modal jalan, jaringan dan irigasi sebesar Rp 1.993.624.095,48,” beber Farida
“Terhadap sejumlah persoalan yang ditanyakan oleh anggota Banggar melalui DIM, telah dijelaskan secara detail dan lengkap oleh Sekda dalam rapat-rapat kerja Banggar DPRD dengan TAPD,” tutupnya. (lfa/pur)