Maluku UtaraPulau Morotai

Benny Laos Desak Aturan Tol Laut Direvisi

×

Benny Laos Desak Aturan Tol Laut Direvisi

Sebarkan artikel ini
Beny Laos (Foto : Posko Malut)

HARIANHALMAHERA.COM–Bupati Pulau Morotai Beny Laos mengeluhkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53 Tahun 2020 yang dinilai merintangi pertumbuhan ekonomi di wilayahnya.

Ditambah lagi banyaknya keluhan para pengusaha kecil di Morotai terkait aturan pemantauan Logistic Communication System (LCS), milik Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Dua kendala itulah, yang menurut Beny justru membuat lambatnya pertumbuhan ekonomi di wilayahnya, lantaran program tol laut Presiden Joko Widodo hanya bisa diikuti pemodal besar saja, sedangkan pemodal kecil tersisih.

“Dengan adanya Permendag Nomor 53 tahun 2020 dan LCS itu benar-benar mengganjal kami untuk tumbuh cepat secara ekonomi. Di aturan itu dibolehkan pengiriman barang menggunakan tol laut semisal mesin genset, tapi kabelnya gak boleh. Jadi untuk apa genset itu di sini kalau gak ada kabelnya? ‘kan aneh aturan ini,” ujar Bupati, Selasa (20/10) sebagaimana yang dilansir indopos.co.id.

Menurut Benny Permendag 53, walaupun hasil revisi dari Permendag 38/2018 tetap saja belum membuat ekonomi di Morotai tumbuh secara signifikan.

Padahal, kata dia program tol laut dengan pengoperasian kapal barang KM Logistik Nusantara (Lognus) 3 dan KM Lognus 6 sangat bermanfaat dan dibutuhkan bagi penduduk Morotai. Karena biaya dan jasa angkut barang yang murah, lantaran mendapat subsidi dari pemerintah pusat.

“Dari sini kalau mau pesan mie instan harus satu kontainer dari luar Morotai. Yang benar aja? Mana ada agen kecil di sini mau pesan mie instan satu kontainer? Kecuali pengusaha besar. Juga kalau mau bangun rumah, ada item-item tertentu seperti besi yang tidak bisa menggunakan jasa tol laut. Selain itu, karena Permendag 53 dan pemantauan oleh LCS ini membuat beberapa jenis barang tidak bisa digabungkan dalam satu kontainer, tapi harus secara kolektif. ‘Kan payah ini,” terang pria yang kelahiran 8 Agustus 1972 ini.

Ia berharap Permendag 53 itu segera direvisi, sehingga tidak ada lagi pembatasan barang akibat Permendag itu. “Kami di pulau-pulau terpencil ini miskin bukan karena kami tidak makan. Tapi karena kurang diurus kebutuhan kami oleh pemerintah pusat. Ijinkan kami menerima dan mengirim barang yang kami butuhkan. Jadi mohon direvisi Permendag 53 ini, karena hanya pemodal besar saja yang akhirnya menikmati tol laut ini. Tolong jangan ada lagi pembatasan, sejauh itu bukan narkoba, bukan senjata api, bukan bahan peledak yang memang jelas-jelas dilarangj,” papar Beny.

Menurutnya, walau beberapa jenis barang sembako mengalami penurunan, namun harga barang jenis lain tetap tidak berdampak karena aturan Permendag 53 dan LCS ini. Karena aturan tersebut itulah, kata Beny belum ada kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di wilayahnya.

Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) warganya hanya naik sedikit karena mulai maraknya pengiriman produk hasil bumi Pulau Morotai ke Surabaya.

“Secara global penurunan harga barang maksimal 10 persen karena pembatasan ini. Bukan kabupaten di sini saja yang mengeluh. Beberapa kabupaten lain, khususnya kabupaten kepulauan juga punya keluhan yang sama. Permohonan kami berkali-kali untuk merevisi belum mendapat tanggapan. Padahal Presiden Jokowi berkali-kali bilang apa-apa dipermudah, tapi kenyataannya oleh menterinya justru dipersulit. Bagaimana ini, ” pungkas Beny.

Sementara Direktur Usaha Angkutan Barang dan Tol Laut Masrul Khalimi mengakui cukup banyak kepala daerah setingkat kabupaten yang mengeluhkan masalah tersebut. “Khususnya kabupaten kepulauan seperti Sangihe, Talaud, Siau, dan kabupaten kepulauan di NTT,” tandas Masrul.

Untuk diketahui, Permendag  53 yang diterbitkan Mendag Agus Suparmanto mengatur jenis barang yang bisa diangkut oleh tol laut, angkutan bersubsidi yang langsung ke Morotai. Tapi karena daftarnya terbatas, akhirnya sebagian besar barang harus diambil dari Ternate dengan biaya yang lebih mahal.

Awalnya pada 22 Februari 2018, mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menerbitkan Permendag Nomor 38 Tahun 2018. Muatan yang bisa diangkut tol laut hanya 25 jenis barang.

Selanjutnya pada 20 Mei 2020, Agus memperbarui aturan ini dan menambah muatan angkutan tol laut menjadi 32 jenis barang, lewat Permendag 53 itu seperti tambahan item jenis sagu, pinang, pipa air dan aksesoris, keramik, dan bata ringan. Namun 5 item barang itu dinilai masih sangat belum mencukupi.(ind/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *