HARIANHALMAHERA.COM–Aksi lanjutan menolak pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja kembali digelar di Kota Ternate, Maluku Utara, Selasa (13/10).
Dalam aksi yang difokuskan di depan Kantor Wali Kota Ternate itu, dua orang massa aksi tampak memanjat sebuah tiang lampu setinggi sekira 20 meter di sebuah taman.
Mereka mengibarkan bendera pusaka merah putih setengah tiang yang menyimbolkan ‘bela sungkawa’ pasca disahkannya UU sapu jagat tersebut.
Ribuan mahasiswa yang ikut menyaksikan aksi berani tersebut, secara spontan mengiringi keduanya dengan melantunkan lagu Indonesia Raya.
BACA JUGA : RUMDIS GUBERNUR DILEMPAR MASSA AKSI
Dalam aksi dibawa guyuran hujan itu, tidak mematahkan semangat para pengunjuk rasa. Mereka menunggu kehadiran Ketua DPRD Kota Maluku Utara dan Wali Kota Ternate, untuk ikut menyatakan tolak pengesahan Omnibus Law UU Ciptaker.
Namun menjelang sore, dua pimpinan dari kalangan eksekutif dan legislatif itu tak kunjung datang. Massa pun kecewa. Aksi pun berujung ricuh. Puluhan batu pun melayang di udara. Saling balas lemparan pun terjadi.
Dua unit kendaraan water canon dari Polda Maluku Utara dikerahkan untuk menghalau massa aksi. Para mahasiswa pun dibuat kocar-kacir dan berlari ke arah utara. Beberapa di antaranya berhasil ditangkap polisi yang berpakaian preman.
Para peserta aksi itu kedapatan bersembunyi di emperan toko, lorong-lorong dan beberapa titik di pusat perkotaan. Mereka pun diseret polisi ke lantai dua Kantor Kota Ternate untuk didata dan dimintai keterangan.
Tampak beberapa wajah peserta aksi yang diseret terlihat lebam. Salah seorang jurnalis dari cermat partner kumparan, Rizal, saat hendak menanyakan ke massa aksi, bahwa apa tindakan polisi dalam menangani, dijawab sang peserta, “dorang (mereka/polisi) pukul kita pe muka (wajah).”
Sang polisi yang berpakaian preman itu sempat hendak merampas handpone Rizal yang digunakan merekam detik-detik penangkapan tersebut. Sementara, peserta aksi yang diseret itu belum diketahui pasti, siapa namanya dan dari kampus mana.
Menurut salah seorang peserta aksi yang enggan disebutkan namanya, kemarahan mereka lantaran Ketua DPRD Maluku Utara, Kuntu Daud, tak hadir di tengah-tengah massa aksi. ”Padahal kita mau Pak Kuntu, Pak Wali Kota dan Pak Gubernur hadir dan bersama-sama menyatakan sikap tolak Omnibus Law,” tuturnya.
Usai didata dan dimintai keterangan, peserta aksi berjumlah sebanyak 21 orang itu pun dibawa ke Mapolda Malut. Mereka diangkut menggunakan sebuah bus milik Sat Brimob Polda Malut.
Pantauan Harian Halmahera, bagian belakang mobil yang didesain khusus untuk mengangkut para peserta aksi unjuk rasa itu seperti teralis besi.
Belasan mahasiswa tanpa mengenakan pakaian dengan tangan diikat ke belakang, dipaksa masuk ke dalam ruangan mobil yang cukup sempit itu. Lantaran sempit, mereka harus dalam posisi berdiri.
Kabid Humas Polda Malut, AKBP Adip Rojikan mengatakan, penahanan terhadap sejumlah mahasiswa karena diduga terlibat melakukan pelemparan batu. “Jadi mereka sudah kami tahan untuk dimintai keterangan lebih lanjut,” ujarnya.
Menurut Adip, dalam mengawal peserta unjuk rasa ini, pihaknya menerjunkan 600 personil dari Polda dan Polres Ternate. Sedangkan untuk penanganan, sesuai instruksi Kapolri tetap mengedepankan sikap humanis.
“Jadi kalau ada anggota polisi yang melakukan tindakan kekerasan terhadap massa aksi di lapangan, akan diproses dan didalami kronologinya di lapangan seperti apa,” tukas Adip.
Dalam aksi jilid 2 ini, terdapat tiga titik aksi dengan jumlah massa yang cukup banyak. Di depan gedung DPRD Ternate dari mahasiswa UMMU. Depan kediaman Gubernur Malut mahasiswa BEM Universitas Khairun, Politeknik Kesehatan Ternate, dan HMI Cabang Ternate.
Sedangkan di depan Kantor Wali Kota Ternate, terdiri dari massa gabungan di antaranya FKIP IAIN Ternate dan sejumlah elemen organisasi kemahasiswaan lainnya. (kho)