Maluku UtaraTernate

Makin Sekarat Setelah Alih Status

×

Makin Sekarat Setelah Alih Status

Sebarkan artikel ini
Unjuk rasa petugas RS Chasan Boesorie di halaman RS, Selasa (20/12/2022). (Foto : MP)

HARIANHALMAHERA.COM–Peralihan status RSUD dr Chasan Bosoirie (ChB) menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), ternyata tidak menjadikan RS milik Pemprov Malut itu menjadi lebih baik. Sebaliknya, RS tersebut malah diterpa setumpuk persoalan buntut dari buruknya manajemen. Tunggakan tunjangan Tambahan Pengasilan Pengawai (TPP) 800 lebih tenaga kesehatan (Nakes) selama 15 bulan yang sampai sekarang tidak mampu dibayar, adalah salah satu contoh kasus yang kini melilit RSUD ChB.

Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) nampaknya terlalu buru-buru menjadikan RSUD dr Chasan Bosoirie (ChB) sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Hal ini bisa dilihat dari kondisi RS pasca alih status. Bukannya menjadi lebih baik seperti saat masih dibawah kewenangan Dinas Kesehatan (Dinkes). RS kebanggaan Pemprov ini justeru dililit banyak persoalan.

Salah satu masalah yang kini menjadi sorotan publik adalah tunggakan Tambahan Pengasilan Pengawai (TPP) 800 lebih tenaga ksehatan (nakes) yang bertugas di RSUD ChB. Parahnya, tunggakan yang sampai sekarang tidak diketahui pasti kapan akan dibayar itu bukan satu dua bulan, tetapi 15  bulan.

Sementara dalam sebulan, total anggaran yang harus dikeluarkan pihak RS untuk membayar TPP ratusan nakes ini mencapai Rp 2,2 Miliar. Itu berarti, total tunggakan TTP selama 15 bulan mencapai Rp 25 Miliar.

Tuntutan pembayaran hak-hak diluar gaji pokok (gapok) inilah yang tak henti-hentinya diperjuangkan para nakes. Kemarin, mereka memutuskan mogok kerja dan berdemo di depan RSUD ChB.

Dalam aksi itu, para nakes membawa spanduk berisi mendesak Gubernur segera mengganti Direktur hingga menajemen RSUD CbH serta mencopot Wakil Direktur (Wadir) dan para kabid-kabid

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) dr Alwia Assagaf dihadapan para demontran pun belum bisa memastikan kapan tunggakan TTP akan dibayar. Sebab, saat ini kondisi kas RSUD tengah kosong.

“TTP itu diatur dalam Pergub jadi memang harus dibayar. Persoalannya siapa yang membayar? kalau BLUD, maka saat ini anggaran kas di RSUD tidak ada,” katanya.

Pemprov juga tidak bisa man-take over pembayaran TPP mengingat RSUD kini sudah berstatus BLUD. Sehingga pembayaran hak-hak pegawai di RS menjadi tanggung jawab sepenuhnya RSUD

Walau begitu, Alwia mengatakan yang bisa dilakukan sat ini adalah meminjam anggaran di Pemprov untuk membayar tunggakan TPP. Itu pun hanya bisa untuk membayar tunggakan satu bulan.

Sisanya akan dibayar sambil menunggu hasil pelajari kekurangan TPP yang menjadi temuan BPK maupun inspektorat. Dia mengatakan, rencana pinjaman ini sudah disetujui Gubernur Abdul Ghani Kasuba (AGK) dan Sekprov Samsuddin A Kadir dengan alasan karena pembayaran TPP adalah amanat Pergub.

“Kita berusaha untuk pinjaman pemprov, tetapi tidak bisa semua mungkin 1 bulan saja saya berharap begitu karena anggaran kita masih sangat minim karena itu harus di penuhi kebutuhan pasien itu yang nomor 1. Kalau (tunggakan) cuma Rp 50 juta, saya bayar hari ini. Tapi Rp 25 miliar ambil uang dari mana?,” ucap mantan juru bicara tim penanganan Covid-19 Malut itu

Mantan ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Malut itu menegaskan, yang menjadi tunggakan hanyalah TPP, untuk haj-hak yang lain seperti gapok sudah dibayarkan karena sumber anggarannya dari Dana Alokasi Umum (DAU). Begitu juga jasa pelayanan yang berusmber dari BPJS, meski masih terdapat tunggakan sekitar 3 bulan.

Alwia menagku memahami apa yang dirasakan para nakes ini, mengingat tunggakan ini sudah lama berlangsung. Namun, dia menyayangkan aksi demo mengingat RS adalah tempat pelayanan orang sakit yang butuh ketenagan dan kenyamanan. “Saya sampaikan keprihatinan walaupun itu merupakan hak yang ketiga setelah gaji ASN,” kata Alwia yang baru sebulan menjabat Plt Dirut RSUD ChB.

Diketahui tunggakan TPP ini juga menjadi temuan BPK Perwakilan Malut dalam LHP Tahun 2021. Bahkan, kasus ini juga telah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut. Sejumlah pejabat RSUD pun sudah diperiksa termasuk mantan Dirut dr Syamsul Bahri yang kemudian mengambil keputusan mengundurkan diri dari jabatan Dirut.

.Sekprov Samsuddin A Kadir mengatakan, aat ini BPK tengah membentuk tim khusus (Timsus) untuk melakukan pemeriksaan di RSUD ChB. “Semua kita serahkan kepada tim pemeriksa, kalau misalnya belum menyeahkan ke BPK kita tunggu hasilnya supaya kita tau,”ujarnya. (lfa/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *