Maluku UtaraNasional

Malut Pilih Ikut Edaran Kemenaker

×

Malut Pilih Ikut Edaran Kemenaker

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi : Upah buruh (foto Net)

HARIAHALMAHERA.COM–Keputusan Pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021 tidak naik atau sama dengan tahun ini, ternyata tidak diikuti semua Provinsi.

Buktinya, da empat provinsi yang justeru memilih menaikan UMP di masing-masing daerahnya. Sayangnya, diantara keempat provinsi itu, tidak ada nama Maluku Utara (Malut). Keempat daerah itu masing-masing Jawa Tengah (Jateng), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sulawesi Selatan (Sulsel) dan DKI Jakarta.

Sementara Pemprov Malut melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnakertrans) bersama Dewan Pengupahan memilih mengikuti surat edaran (SE) Menaker Ida Fauziyah. Lewat Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor: 403 /KPTS/MU/ 2020 tentang penetapan UMP 2021, besaran UMP Malut tahun depan ditetapkan Rp 2.721.530, sama dengan UMP tahun ini.

Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial (HI) dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Wasnaker) Disnaker Malut Arizal Rivai mengatakan, keputusan tidak menaikan UMP juga sesuai hasil rapat Dewan Pengupahan Provinsi  Malut.

Dia mengaku, ada dua alasan dewan pengupahan tidak menaikan UMP tahun depan. Yang pertama karena pandemi Covid-10, yang  kedua kondisi pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang menjadi dasar perhitungan UMP.

Karena itu, Arizal mengatakan keputusan pemerintah tidak menaikan UMP sudah tepat dan patut disyukuri para buruh. Sebab, dengan kondisi pertumbuhan ekonomi nasional saat ini yang sesuai data BPS berada di angka -5, maka UMP tahun 2021 sedianya, bukan naik, justeru turun.

“Kalau kita ikuti sesuai aturan seharusnya UMP 2021 turun. Sehingga atas kebijakan pemerintah malalui dewan pengupahan, UMP 2021 ditetapkan sama dengan UMP 2020,” tukasnya.

Sementara Senin (2/11) hari ini para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) akan kembali menggelar aksi menolak Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja sekalugus menuntut UMP 2021 tetap naik.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, aksi demonya berlokasi di Istana Negara dan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat.  Sebab, pada demo hari ini, buruh juga akan melayangkan judicial review dan menggugat Omnibus Law Cipta Kerja ke MK.

“Secara bersamaan kita juga akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, hari Senin itu sekaligus mengajukan gugatan uji material,” ungkap Said Iqbal.kepada detikcom, Sabtu (31/10).

Dia memperkirakan jumlah buruh yang turun ke jalan lebih dari 5 ribu orang. “Jadi diperkirakan maksimal 10.000-an, tapi tidak akan kurang dari 5.000 orang. Itu yang di Istana dan Mahkamah Konstitusi,

Tak hanya di pusat Ibu Kota, serikat pekerja/buruh di daerah juga akan menggelar aksi yang sama.  “Sedangkan di daerah-daerah lain tentu variasi, ada yang ribuan, ada yang 5.000-an orang juga. Biasanya kan itu karena gabungan jauh lebih besar aksi di daerah, dibandingkan aksi di nasional,” papar Said

Terkait gugatan ke MK, selain uji material, serikat buruh juga akan melayangkan gugatan uji formil Omnibus Law ke MK. “Akan menyusul uji formil. Jadi kita ada 2 gugatan, 1 uji material, ke-2 uji formil menyusul,” tutur Said Iqbal.

Di sisi lain, serikat buruh berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkenan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk mencabut UU Cipta Kerja. “Kalau itu bisa dikeluarkan kita senang sekali,” terang dia.

Said mengungkapkan, aksi penolakan Omnibus Law tersebut tak berakhir di 2 November. Ia mengatakan, pada tanggal 9 dan 10 November akan kembali digelar unjuk rasa dengan jumlah massa yang sama, atau bahkan lebih banyak.

“Jadi ada 3 aksi. Tanggal 2 November di Istana dan Mahkamah Konstitusi, itu 24 provinsi serentak. Tanggal 9 November ada lagi di DPR, dan juga serempak di 24 provinsi. Isunya sama dua tadi, cabut Omnibus Law, dan naikkan UMP 2021. Ketiga, tanggal 10 November di Kemnaker (Kementerian Ketenagakerjaan) dan tentu di 24 provinsi akan serempak. Itulah 3 hari yang akan kita laksanakan,” urainya.

Khususnya pada 10 November di Kemnaker, ia memastikan jumlah massa akan lebih banyak. “Bisa jadi tanggal 10 November lebih banyak lagi, karena itu kan to the point ke Kemnaker mengenai upah minimum,” tuturnya.

Oleh karena itu, jika Menaker Ida Fauziyah tak mengabulkan permintaan buruh, Said memprediksi akan ada mogok kerja nasional.

“Karena kan upah akan ada perundingan di tingkat perusahaan. Karena dia ada perundingan di perusahaan, dan ada potensi upah minimum atau upah berkala tidak naik, bisa terjadi mogok kerja secara serempak, secara nasional. Tapi tetap mengikuti prosedur, yaitu UU 13/2003,” pungkasnya. (dtc/lfa/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *