Maluku UtaraPemprov

Mudik Antar Daerah di Malut Tak Dilarang

×

Mudik Antar Daerah di Malut Tak Dilarang

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Aktivitas mudik (Foto : Kompas.com)

HARIANHALMAHERA.COM–Komite satuan tugas (Satgas) Covid-19 Maluku Utara (Malut) kembali menegaskan bahwa larangan mudik yang terhitung mulai tanggal 1 hingga 6 Mei, tidak berlaku bagi pemudik antar kabupaten/kota di Malut.

Larangan mudik yang tertuang dalam edaran  Satgas Covid-19 nomor 13  Tahun 2021  tentang peniadaan mudik Hari Raya Idul Fitri  1442 Hijriah  itu hanya berlaku bagi pelaku perjalan mudik antara Provinsi.

Sekertaris Komote Satgas Covid-19 Malut Samsuddin A Kadir usai rapat bersama Satgas Kota Ternate di Royal Hotel Selasa (27/4) menuturkan, arus transportasi dan mudik lebaran dalam daerah di Provinsi tidak dilarang hanya saja dilakukan pembatasan sosial.

”Antar kecamatan di Kabupaten dan kota  di Malut masuk dalam agromerasi  dimana satu daerah saling berhubungan terutama sektor ekonomi. Sehingga diperbolehkan. Yang dilarang mudik itu antar provinsi,” bebernya.

Namun, larangan mudik antar provinsi ini juga pengecualiannya.  yakni kepada mereka yang berpergian dalam rangka menjalankan tugas serta beberapa aspek lainnya.

Meski begitu, orang yang melakukan perjalanan di waktu larangan mudik, wajib menjalani karantina mandiri. ”Namun biaya ditanggung sendiri,”bebernya.

Untuk itu, diharapkan Satgas di kabupaten/kota harus punya peran dalam penanganan Covid-19 termasuk Kota ternate sebagai pintu masuk di Malut guna menjaga kasus postif Covid-19 di Malut mulai turun.

”Tanggal 6 itu mudik antar provinsi sudah tidak bisa,  jika ada melaksanakan tugas perjalanan di luar Malut pada tanggal 6-17 itu harus karantina mandiri dan biaya ditanggung sendiri,” terangnya.

Menteri dalam negeri (Mendagri) dalam Instruksinya (Inmendagri) Nomor 9 Tahun 2021 diberikan pengecualian bagi masyarakat yang melakukan perjalanan lintas provinsi/kabupaten/kota dengan keperluan mendesak. Itu pun dengan syarat memiliki dokumen administrasi perjalanan tertentu yang dibolehkan pemerintah. Dokumen tersebut bisa dikeluarkan kepala desa/lurah.

Jika tanpa dokumen, kepala desa/lurah di daerah melalui posko penanganan Covid-19 di wilayahnya dapat menyiapkan tempat karantina mandiri selama 5 x 24 jam bagi yang melanggar. Biaya karantina dibebankan kepada masyarakat yang melakukan perjalanan lintas tersebut.

Mendagri Tito Karnavian meminta pemda memberdayakan satuan di bidang perhubungan dan satpol PP untuk melakukan pengawasan terhadap perjalanan orang. Pemda diminta mengintensifkan posko checkpoint di daerah masing-masing.

Sementara itu, Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adi Sasmito mengungkapkan bahwa pihaknya memprediksi adanya gelombang mudik dini. ”Pemerintah akan melakukan penyesuaian kebijakan dengan tujuan untuk mengerem arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkat ini,” kata Wiku.

Dia meminta masyarakat untuk tidak mudik tahun ini dan dapat belajar bersamasama dari pengalaman tahun lalu. Mudik sangat berpotensi meningkatkan penularan. ”Semakin sedikit mobilitas antarwilayah, upaya pencegahan dapat berjalan dengan optimal,” katanya.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menuturkan, larangan mudik Lebaran merupakan upaya pemerintah untuk mengendalikan penularan Covid-19.

Meski begitu, dia tak menampik bahwa kemungkinan masih banyak warga yang tidak patuh terhadap larangan tersebut. Merujuk data tahun lalu, masih ada 13 persen dari total masyarakat yang tidak patuh dan tetap melakukan mudik. Setiap tahun jumlah pemudik diperkirakan 73 sampai 80 juta orang.

”Seandainya dilepas, tidak ada larangan, akan ada sekitar 73 juta orang bermudik. Dan kalau dilarang, potensinya masih 13 persen. Hampir 10 jutaan,” paparnya.

Muhadjir menerangkan, pelarangan mudik Lebaran 2021 berada dalam masa PPKM berskala mikro. Itu berbeda dari larangan mudik tahun sebelumnya, yakni dalam masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB). PPKM mikro tidak seketat PSBB. Dengan demikian, yang dilarang dalam masa ini hanya mudik Lebaran. Yakni, mudik dalam arti pergerakan orang dari satu tempat ke tempat lain secara besar-besaran dan jarak destinasinya relatif jauh.

Karena itu, Menko PMK mengungkapkan, saat ini berbagai macam pergerakan sebelum dan pada waktu Lebaran masih dibolehkan dan tidak dipermasalahkan. Bahkan, pemerintah telah menyepakati wisata lokal tetap boleh dibuka pada masa Lebaran dengan syarat dan ketentuan yang ketat. Misalnya, maksimal 50 persen kapasitas pengunjung dan protokol kesehatan diperketat. ”Sanksi untuk mereka yang tidak memiliki standar operasional itu harus ditegakkan,” tegasnya.(lfa/jpc)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *