HARIANHALMAHERA.COM–Pemerintah Povinsi (Pemprov) Maluku Utara (Malut) akhirnya mengambil langkah tegas atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di sejumlah SKPD yang hingga kini tak mampu diselesaikan lewat sidang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR)..
Dimana, Senin kemarin temuan hampir Rp 30 Miliar yang terbawa sejak tahun 2005 itu resmi di proses hukum ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut untuk diusut. Dari data yang diperoleh Harian Halmahera dari 20 SKPD, temuan terbesar terdapat di Dinas PUPR yang nilainya mencapai Rp 16 Miliar lebih. Disusul Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Rp 3.5 Miliar lebih dan Sekretariat daerah (Setda) mencapai Rp 2.4 Miliar lebih (lengkap lihat tabel)
Kepala Inspektorat Malut Ahmad Purbaya mengungkapkan temuan yang menjadi kerugian negara itu didominasi pekerjaan di dinas “Temuan ini bawaan dari tahun 2005 sampai 2018,” katanya disela-sela penyerahan LHP atas LKPD tahun 2019 oleh BPK perwakilan Malut kepada Aubernur Abdul Gani Kasuba di Kantor BPK Selasa (21/7).
Langkah proses hukum ini ditempuh lantaran Pemprov sudah berupaya menelusuri pihak yang bertanggungjawab, dalam hal ini pejabat yang mengunakan SPPD, namun tidak kunjung ditemukan.
Dikatakan, pemprov mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tahun 2014 kebawa, karena dalam laporan BPK tertulis inisial itu pegawai – pegawainya sudah pindah. “Jadi kesulitannya disitu,” katanya.
Olehnya, Pemprov akan mengusulkan pindah ke katagori ke empat artinya yang tidak dapat ditindaklanjuti kemudian diusulkan ke BPK untuk dihapus.
Sementara itu, BPK Malut dalam rekomendasi menyebutkan masih banyak hasil temuan yang belum ditindaklanjuti oleh Pemrov khusus mulai dari sementer II untuk Tahun 2019 hingga semeseter I tahun 2020.
Untuk semeseter II tahun 2019 saja tecatat 390 atau 3,60 persen temuan yang belum diselesaikan, sedangkan smester 1 Tahun 2020 tercatat ada 365 atau 3,30 persen.
Kepala BPK Perwakilan Malut Hermanto menyebutkan pada smester II Tahun 2019 ada 7.1001 (65,62 persen) temuan yang sudah ditindak lanjut sesuai rekomendasi BPK, tindak lanjut dengan status belum sesuai rekomendasi 3.158 (29,18 persen), dan temuan yang tidak dapat ditindaklanjuti sebanyak 173 (1,60 pesen).
Sementara pada semester 1 Tahun 2020 yakni, tindaklanjut sesuai rekomendasi 7.559 (68,63 persen), tindak lanjut dengan status belum sesuai rekomendasi 2.972 (26,91 persen), dan tindaklanjut dengan status yang tidak dapat ditindaklanjuti sebanyak sebanyak 156 (1,41 persen).
“Hasil tersebut belum capai target tindaklanjut secara nasional, dan hasil analisa BPK dan diskusi dengan inspektorat Provinsi Kabupaten/Kota selama pemantauan tindaklanjut, menunjukan beberapa kendala dalam melakukan tindaklanjut BPK,” akuinya.
Dalam diskusi, pihak Inspektorat mengaku kesulitan dalam penulusuran atas rekomendasi hasil pemeriksaan yang sudah lama dibawah 5 Tahun, terutama sulit meneukan pihak terkait yang disebutkan dalam rekomendasi BPK.
Selain itu, rekomendasi keuangan dan juga aset sangat sulit memperoleh data tersebut karena adanya perubahan organisasi atau pejabat, dan pihak ketiga sangat sulit dimintai pertanggungjawab untuk dilakukan pengembalian ke kas daerah. Selain itu, kurangnya kerja sama dan komitmen para pimpinan OPD, maka secepatnya menyelesaikan rekomendasi BPK. “Kepala Daerah harus peran aktif dalam penyelesaian tindaklanjut rekomendasi tersebut oleh OPD terkait,” pintanya.(lfa/pur)
TEMUAN BPK YANG DIPROSES HUKUM
SKPD Besar Temuan
1.Dipora Rp 120.769.879
2.Dinas Pertanian Rp 408.516.217
3.Bappeda Rp 184/411.055
4.Biro Pemerintahan Rp 95.409.050
5.Dinas Perhubungan Rp 816.614.858
6.Dinas Pariwisata Rp 248.185.712
7.Biro Kesra Rp 1.684.800
8.Satpol PP Rp 1.006.954.000
9.Disperindag Rp.162.850.380
10.DKP Rp 98.475.000
11.Biro Umum Rp 1.312.206.003
12.Dinas PUPR Rp 16.957.408.411
13.Kantor Penghubung Rp 34.000.000
14.Diperkim Rp 1.223.428.842
15.Biro Perekonomian Rp 207.624.000
16.DLH Rp 170.554.000
17.Dinas ESDM Rp 610.215.641
18.Dinas Koperasi Rp 353.028.264
19.Dikbud Rp 3.544.427.282
20.Setda Rp 2.402.654.650
TOTAL Rp 29.959.390.045