HARIANHALMAHERA.COM– Aliansi Gerakan Mahasiswa Anti Korupsi (AGMAK) bersama Front Pemuda dan Mahasiswa Anti Korupsi (FPMAK) Maluku Utara (Malut), senin (16/10) menggelar aksi di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Malut.
Dalam aksi tersebut, mereka mendesak kedua institusi penegak hokum tersebut untuk usut sejumlah kasus dugaan korupsi yang di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) dan Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul).
Koordinator AGMAK, Ajis Abubakar, pun mengatakan bahwa penegak hokum sedianya usut dugaan kasus korupsi yang terjadi di Pemkab Halsel pada masa kepemimpinan Usman Sidik dan Hasan Ali Bassam Kasuba, yang mana ada indikasi praktek korupsi dilakukan secara sistematis, terstruktur dan massif.
“Kami menduga di Halsel itu terdapat praktik monopoli proyek oleh oknum kontraktor dengan menggunakan nama perusahan yang berbeda,”katanya.
Selain itu lanjutnya, ada juga dugaan praktek gratifikasi atas proyek pekerjaan d pada pembangunan UMKM Milenial dan Zero Point dan pembangunan Papaloang Park, termasuk pembangunan breakwater dan jalan lapen di Desa Orimakurunga Kayoa Selatan hingga kawasan strategis ekonomi di Labuha, Kabupaten Halsel.
“Kami mendesak kepada Kejati Malut melalui Aspidsus dan Subdit Tipikor Polda Malut segera memanggil dan memeriksa oknum kontraktor Samaun Dahlan atas dugaan praktek gratifikasi sejumlah paket pekerjaan, termasuk periksa Kadis PUPR bersama Kadis Perkim dan ULP atas dugaan praktek nepotisme dalam proses tender proyek,”tandasnya.
Ajis juga mendesak BPK RI Perwakilan Malut segera mengaudit anggaran proyek yang diduga bermasalah tersebut.
“Jika tuntutan ini tidak di gubris, maka kami tidak segan-segan melaporkan resmi kasus korupsi ini ke KPK dan Kejagung RI,”tegasnya.
Sementara Kordinator FPMAK Malut, Abdul Asis Basrah, menambahkan bahwa dugaan kasus korupsi melibatkan beberapa kepala oknum OPD di Pemkab Pulau Sula idak mampu diungkap oleh penegak hukum di Kepulauan Sula, salah satunya kasus anggaran pengawasan Dana Desa (DD) senilai Rp 1,1 miliar tahun 2022 pada Inspektorat yang ditangani Polres Sula.
“Selain itu dugaan kasus korupsi berjamaah penyalahgunaan bantuan tak terduga (BTT) 28 miliar yang dikelolah oleh Dinas Kesehatan Sula 26 miliar dan 7 miliar dikelola RSUD Sanana, kemudian 2 miliar dikelola oleh BPBD Sula, yang saat ini ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Sula belum juga tuntas,”ungkapnya.
Tak hany itu lanjut Abdul, ada pula dugaan korupsi anggaran kegiatan festival tanjung waka tahun 2021 dengan nilai Rp 5 miliar melalui APBD Perubahan, pembangunan ruas jalan Kecamatan Waisakai senilai Rp 2,6 miliar dan ruas Koporo Capalulu Rp 5,8 miliar.
Menanggapi aksi tersebut, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Malut, Richard Sinaga mengatakan bahwa atas nama Kejati Malut memberikan apresiasi para masa aksi yang telah menyampaikan beberapa permasalahan yang terjadi pada dua daerah itu.
“Pada prinsipnya kita berterimakasih karena telah mendapatkan informasi yang mungkin belum kita jangkau. Apa yang disampaikan para masa aksi semestinya diawali dengan indikasi-indikasi awal dan itu belum menjadi laporan secara resmi,”katanya.
“Pada prinsipnya kami pihak Kejati menunggu laporan resmi dari kawan-kawan, asalkan dengan bukti yang jelas, jika sudah membuat laporan resmi maka kami akan tindaklanjuti,”sambungnya.(par)