HARIANHALMAHERA.COM–Distribusi barang ke berbabagi daerah di Maluku Utara (Malut) terancam lumpuh. Langkanya Solar subsidi yang belakangan terjadi di Kota Ternate, membuat para sopir truk lintas mengancam mogok beroperasi.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Inilah yang tengah dirasakan para sopir truk lintas daerah di Malut. Setelah dibuat susah dengan naiknya harga Solar, kini mereka pun semakin sulit mendapatkan BBM bersubsidi itu.
Dua APMS di Kota Ternate baik APMS Siantan di Mangga Dua dan APMS di Kelurahan Tafure yang biasanya melayani pengisian Solar bagi truk lintas pun belakangan kehabisan stok Solar.
Kelangkaan yang sudah terjadi selama sepekan ini membuat para sopir yang tergabung dalam Kerukunan Sopir Lintas (KSL) kemarin mendatangi PT Pertamina (Persero) Fuel Terminal Ternate di Kelurahan Jambula
Nurlaela Syarif yang juga Penasehat KSL Malut mengatakan, pertemuan yang dihadiri jajaran Pengurus KSL Malut, Kepala Dinas Perhubungan Malut dan pihak Pertamina itu tidak membuahkan hasil yang memuaskan.
Sebab, kelangkaan solar ternyata penyebabnya bukan di pihak Pertamina Sebab, Pertamina hanya sebagai distributor yang menyalurkan langsung ke SPBU, APMS dan sesuai prosedur.
Kelemahannya justeru ada di pemerintah daerah. Dimana, fakta di lapangan, BBM bersubsidi itu sering mengalami kebocoran karena diperjualbelikan kepada pengecer namun dibiarkan Pemda. Padahal itu melanggar aturan
“Kami mendapat berbagai penjelasan dari Pertamina, seperti ada keterbatasan kewenangan Pertamina, mengacu kepada alokasi BPH Migas BBM subsidi solar terbatas kuotanya sehingga Pertamina harus menjaga ketersediaan, bahwa persoalannya selama ini yang memiliki kewenangan adalah pihak pemerintah provinsi dan kabupaten kota untuk melakukan evaluasi kebutuhan BBM bersubsidi agar setiap tahun ada penambahan kuota sesuai analisa dana kebutuhan untuk sasaran subsidi di Maluku Utara, seperti sopir truk, nelayan, speedboat dan lain-lain,” kata ,” tegas Nela yang juga Anggota DPRD Kota Ternate
Ternyata, kata Nela selama ini tidak pernah ada evaluasi dari Pemda mengenai hal ini sehingga penambahan hanya bertambah nol persen bahkan berkurang.
“Pemerintah daerah seperti lepas tangan, pantas BBM bersubsidi di Maluku Utara sering langka, belum lagi maraknya pelanggaran BBM bersubsidi oleh oknum-oknum dan termasuk pembiaran pengecer,” cetusnya.
Ketua KSL Malut, Syahril menyebut mengaku selama ini mereka sudah sangat membantu Pemda, masyarakat dan pengusaha dalam hal distribusi barang ke seluruh pelosok daerah di Malut.
“Karena aktivitas kami inilah yang membantu mendistribusi bahan pangan, bahan bangunan, kebutuhan tambang, kebutuhan medis, proyek semuanya kami yang berperan,” ucapnya.
Ia mengaku, jika aspirasi para sopir lintas ini tidak dipedulikan Pemda, maka mereka mengancam akan melakukan aksi mogok massal operasi transportasi barang. “Solar yang kami beli harga Rp 15.000 per liter, tapi itu ditoko, tapi susahnya minta ampun. SPBU tidak jual, hanya di APMS, tapi itupun terbatas,” katanya.
Syahril mengatakan, untuk setiap perjalanan PP (pergi pulang), setiap truk membutuhkan sedikitnya 90-150 liter Solar. Dengan kelangkaan solar, pihaknya terpaksa harus mengeluarkan ongkos lebih karena harus mengisi BBM jenis Dexalite yang harganya Rp 18.000 lebih per liter
“Belum lagi harga akomadasi Ferry, operasional lain, dengan kondisi ini kami minus, tidak bisa bawa pulang hasil keringat untuk anak istri di rumah,” kesalnya.(par/pur)