Oleh: Wahyudin Madjid
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Pancasila)
Rakyat Halmahera Tengah (Halteng) mulai menuangkan keresahannya terkait adanya dugaan praktik oligarki dalam pelaksanaan kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Banyak publik menyoroti mencuatnya kepentingan oligarki yang telah dikondisikan oleh partai politik dengan upaya yang penuh settingan politik untuk merebut kekuasaan di daerah penghasil sumber daya pertambangan. Apalagi kehadiran PT. Indonesia Weda Bay Industri Park (IWIP) memberikan ruang bagi oligarki.
Dalam penelitian (Hidayaturrahman, 2020) menunjukkan bahwa investor politik memiliki peran yang signifikan dalam memengaruhi hasil pemilihan kepala daerah, dan pada akhirnya, mereka mendapat keuntungan dari pemilihan kepala daerah. Terlihat bahwa oligarki memiliki pengaruh yang substansial dalam berbagai aspek politik di daerah, termasuk dalam pemilihan kepala daerah. Ini menggambarkan berkuasanya oligarki dalam menentukan arah kebijakan politik oligarki yang tidak akan memberikan ruang bagi masyarakat lokal.
Menurut penulis, bahwa oknum kaum oligarki memiliki kekuasaan penuh secara politik dalam menentukan kepala pemerintahan. Seperti khasus yang terjadi di Halteng, Kementerian Dalam Negeri meminta kepada DPRD untuk mengusulkan nama pejabat Bupati. Setelah DPRD mengusulkan tiga nama diantaranya, Salmin Janidi, Imam Mahdy dan Yanto M. Asri, namun nama yang diusulkan tidak diakomodir. Pemerintah pusat memilih Ikram Malan Sangadji yang merupakan pegawai Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, bawahannya Pak Menteri Luhut Binsar Panjaitan.
Bahkan, kaum oknum kaum oligarki menjadi super power pada elit politik untuk merebut kekuasaan demi mementingkan eksistensi kekayaannya di daerah yang memiliki sumber daya pertambangan. Eksistensi akan terus berusaha melalui elit partai politik untuk memastikan dukungan kepada kandidat yang mereka dukung. Sebab dukungan oknum kaum oligarki terhadap pasangan calon pada kontestasi Pilkada Halteng akan memberikan feedback keuntungan pada masa depan sumber daya pertambangan. Mengutip pendapat, Jeffrey A. Winter, bahwa oligarki terlibat dalam pengusaan sumber daya meterial. Pengusaan oligarki terhadap sumber daya material untuk memastikan kekayaannya meningkat dan posisi pemerintahan dipertahankan.
Dalam kontestasi Pilkada Halteng ini semakin jelas ketika Ikram Malan Sangadji diberikan rekomendasi oleh elit partai politik di Jakarta. Majunya Ikram Malan Sangadji mendapat sorotan dari berbagai pihak karena menilai rekomendasi partai semakin elitis dan tertutup, tiba-tiba disodorkan nama Ikram Malan Sangadji yang dianggap orang dekat Pak Menteri Luhut Binsar Panjaitan yang juga politisi partai Golkar.
Padahal diberbagai kesempatan, Ikram Malan Sangadji memberikan pengakuan bahwa dirinya tidak akan maju Pilkada Halteng hingga mengeluarkan surat edaran dengan nomor 060/0443 tentang netralitas ASN dalam pelaksanaan emilihan kepala daerah yang tertanggal 27 Maret 2024. Salah satu poin tertulis; Sebagai ASN dengan status Pj. Bupati, saya tidak dalam kapasitas menginginkan atau menyatakan diri maju dalam Pilkada 2024. Tapi karena kemauan elit pejabat partai di Jakarta dia pun maju Pilkada Halteng berpasangan dengan Ahlan Djumadil.
Dukungan elit partai di Jakarta diduga kemauan dari oknum kaum oligarki sehingga mendapat sorotan dari politisi PDI Perjuangan, Nuryadin Ahmad, pada pidato politik di panggung deklarasi Elang-Rahim, Rabu (28/08/2024), bahwa Halteng menjadi perhatian serius dari korporasi dan oligarki. Jika kepentingan para korporasi dan oligarki tidak di lawan, maka mereka akan semakin subur di negeri Fagogoru maka kita harus satu barisan untuk lawan.
Dalam momentum Pilkada Halteng kembali diuji relevansinya. Sebab dalam sejarah perjuangan pemekaran Daerah Otonomi Daerah (DOB) Haltim dan Halteng dengan tujuan mewujudkan pemerataan infrastruktur pembangunan. Sehingga Pilkada sebagai salah satu wujud merebut pemerintahan dari tangan oligarki. Merebut pemerintahan dari titipkan oligarki yang cendurung pada kepentingan pribadi atau kelompok. Sebab kepentingan oligarki bertentangan dengan Pancasila sila keempat dan kelima Pancasila yang mengutamakan demokrasi dan keadilan sosial serta nilai-nilai yang berlandaskan Falsafah Fagogoru.(***)