Nasional

Mahasiswa Akuntansi UNUSIA Menggugat TRANS 7

×

Mahasiswa Akuntansi UNUSIA Menggugat TRANS 7

Sebarkan artikel ini
Asep Alfarizi Yulianto, mahasiswa Akuntansi UNUSIA semester V

HARIANHALMAHERA.COM– tayangan Exposed Uncensored yang disiarkan oleh Trans 7 menuai gelombang protes. Kali ini datang dari kalangan akademisi muda Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), khususnya dari mahasiswa Program Studi Akuntansi. Mereka menilai konten tersebut telah melampaui batas etika penyiaran dan mencederai nilai-nilai keagamaan serta budaya bangsa.

Asep Alfarizi Yulianto, mahasiswa Akuntansi UNUSIA semester V, dalam press release yang disampaikan ke redaksi, Selasa (14/10), menyebutkan tayangan bahwa tersebut bukan sekadar bentuk hiburan, melainkan “sensasionalisme yang membahayakan.”

“Bukan hanya merendahkan sebuah instansi, tetapi juga pendidikan agama Islam, bahkan seorang pimpinan pesantren. Tayangan tersebut merendahkan nilai-nilai spiritual dan budaya, serta berpotensi memicu perpecahan di masyarakat,”katanya.

Konten semacam itu menurutnya, telah mencerminkan kegagalan media dalam memahami tanggung jawab moral dan sosial penyiaran publik. “Mereka gagal memahami etika penyiaran dan keberagaman yang seharusnya dijaga. Sikap seperti ini justru merusak kredibilitas lembaga media itu sendiri,”ujarnya dengan nada kritis.

Senada dengan Sintia Nur Afifah, mahasiswa Akuntansi UNUSIA semester VII, menyatakan bahwa Exposed Uncensored merupakan bentuk pelecehan terhadap pesantren dan para kiai yang selama ini menjadi sumber nilai dan keteladanan bagi warga Nahdlatul Ulama (NU).

“Sebagai mahasiswa UNUSIA dan kader PMII, saya menilai tindakan itu tidak hanya melukai perasaan santri, tetapi juga merusak kehormatan tradisi keilmuan pesantren,”tegasnya.

Asep menambahkan bahwa aksi kritik mahasiswa UNUSIA ini mencerminkan kesadaran baru di kalangan generasi muda Nahdlatul Ulama terhadap pentingnya menjaga kehormatan nilai-nilai keagamaan dan budaya dari komersialisasi media.

“Kebebasan berekspresi tidak boleh menjadi alasan untuk melecehkan nilai-nilai luhur bangsa. Pers dan media televisi harus menjadi pilar moral yang mendidik, bukan menebar sensasi yang menyesatkan,”tuturnya.

Sintia menambahkan, media semestinya berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan justru merendahkan martabat lembaga keagamaan yang telah berkontribusi besar terhadap pembangunan moral dan sosial di Indonesia.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) lanjutnya, harus menindak tegas tayangan semacam itu agar tidak menjadi preseden buruk bagi dunia jurnalistik nasional.

“Dengan demikian, kritik mahasiswa Akuntansi UNUSIA bukan sekadar reaksi emosional, tetapi refleksi akademik atas krisis etika di ruang publik yang menuntut tanggung jawab moral dari lembaga penyiaran nasional,”tandasnya.

Semenatra Firyal Zulkarnain, mahasiswa Akuntansi UNUSIA semester V menyatakan kalau benar fakta ini sesuai realitas yang terjadi, maka konten di atas merupakan sebuah bentuk ketidaketisan seorang atasan dalam suatu lembaga pesantren.

Terlebih lagi sambungnya, gelar kyai yang memiliki makna spiritual agama yang tinggi, dimana berkontradiksi dengan pandangan masyarakat pada umumnya dan hal ini bertentangan dengan nilai moral yang terkandung dalam islam.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *