HARIANHALMAHERA.COM– Masa jabatan kepala daerah sebagaimana UU adalah lima tahun. Namun, perhitungan yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kemungkinan kepala daerah terpilih pada Pilkada serentak 2020, masa jabatannya lebih cepat.
Menurut Pelaksana Tugas Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik, sesuai regulasi yang berlaku sekarang ini Pilkada Serentak 2020 akan menghasilkan kepala daerah dengan masa jabatan maksimal 4 tahun. Bahkan, ada juga yang kurang dari itu, yakni sekitar 3,5 tahun.
Hal ini terkait dengan kebijakan Pilkada Serentak yang akan dilaksanakan pada 2024 bersamaan dengan Pemilihan Presiden dan Pemilu Legislatif. “Masa jabatan yang relatif singkat ini perlu disosialisasikan agar dilakukan berbagai antisipasi sehingga tidak timbul masalah di masa mendatang,” kata Akmal Malik, dalam siaran pers, Selasa (20/8), dilansir republika.co.id.
Menurutnya, singkatnya masa jabatan tersebut, membuat Kemendagri sudah harus mengantisipasi kemungkinan pengisian jabatan di masa transisi. Sedangkan untuk para kepala daerah yang masa jabatannya tidak penuh tersebut, sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016, akan diberikan ganti rugi gaji.
Pilkada serentak pada tahun 2020 mendatang direncanakan berlangsung pada 23 September 2020. Sebanyak 270 daerah yang akan menyelenggarakan pemilihan. Terdiri dari 9 pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, 224 pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta 37 Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.
Diakui Akmal, dalam perjalanannya, UU Nomor 10 Tahun 2016 itu, memang ada hal-hal yang belum sempurna. Namun yang pasti sampai sekarang pemerintah masih merujuk pada UU Nomor 10 Tahun 2016, tentang pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota secara langsung.
“Soal masa jabatan hanya empat tahun ataupun kurang dari empat tahun ini, merupakan konsekuensi yang harus ditanggung bersama karena regulasi yang berlaku memang seperti itu,” ujarnya.
Saat ini, kata Akmal, pihaknya sedang melakukan kajian di berbagai daerah demi perbaikan regulasi. Namun merujuk pada aturan yang berlaku, Kemendagri menyiapkan berbagai langkah kebijakan terkait Pilkada Serentak.
Kemendagri mencatat, ada berbagai masalah aktual yang sering terjadi dalam Pilkada. Diantaranya mahalnya ongkos seorang kandidat, dana Pilkada yang besar sehingga menggerus APBD, pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil kepala daerah, politisasi birokrasi, politik dinasti, calon tunggal yang memborong dukungan partai politik, sampai masalah eks napi yang bisa ikut Pilkada.(rep/fir)