HARIANHALMAHERA.COM – Tidak ada gading yang tak retak. Begitu pula di balik kejeniusan taktikal yang dipunyai allenatore Inter Milan, Antonio Conte. Ada saja yang masih jadi kekurangannya. Yaitu kemampuannya dalam mengendalikan perkataan yang terlontar dari mulutnya ke petinggi klub.
Seperti yang dia lontarkan setelah Samit Handanovic dkk mengakhiri musim ini dengan victory 2-0 atas Atalanta BC, 2 Agustus lalu. Mulut The Godfather, julukan Conte, komat-kamit mengkritisi klub yang dia anggap tak melindungi pemain dan dirinya dari kritikan media-media Italia.
’’Aku merasa kinerjaku dan pemain tak dihargai dan klub tak memberikan perlindungan yang cukup. Saat Anda ingin menang dan menipiskan gap dengan Juventus, Anda harus kuat di dalam dan di luar lapangan. Aku harapkan perlindungan lebih dan itu tak kudapatkan. Di akhir musim, aku akan bicara dengan Presiden (Zhang Jindong) yang sekarang di Tiongkok supaya dia membuat penilaian,’’ ucap Conte kepada Sky Sport Italia.
Keluhan Conte itu merujuk hantaman gosip dia akan didepak akhir musim ini karena tak bisa merengkuh scudetto. Sejak awal Juli, media-media Italia bahkan sudah menyebut nama dua kandidat pelatih penggantinya, mantan allenatore Juve Massimiliano Allegri dan mantan pelatih Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino.
’’Sampai 15 hari yang lalu, banyak omong kosong tentangku di televisi dan tentang para pemain. Di momen itu, Anda butuh perlindungan. Ada banyak pekerjaan di luar lapangan yang harus dilakukan. Apa yang aku ucapkan ini bukan perkataan keras, tapi aku jengkel setelah kami dibiarkan berurusan dengan omong kosong selama berbulan-bulan,’’ sambungnya.
Conte mengaku sudah melihat rekaman wawancara yang diberikan Luciano Spalletti, eks pelatih Inter, pada 2017 silam. Isinya mengecam seperti yang dikeluhkan Conte itu. ’’Sekarang sudah 2020 dan tetap tak ada perubahan. Ketika Anda tak belajar dan terus melakukan kesalahan yang sama, maka itu adalah hal yang gila,’’ tegas Conte
Ya, gara-gara kritikan pedasnya kepada petinggi Inter itu, Conte terancam terdepak dari Appiano Gentile, kamp latihan Inter. Laporan La Gazzetta dello Sport tadi malam menyebut, manajemen Inter yang dipimpin CEO Beppe Marotta akan bertatap muka dengan Conte, Senin petang waktu setempat atau Selasa dini hari.
Dari situlah disebut-sebut akan terjawab nasib Conte berikutnya. Apakah tetap duduk di kursi panas pelatih Inter, atau malah meninggalkan jabatannya dua musim lebih awal dari durasi kontrak yang sudah disepakati musim panas 2019 lalu.
’’Kami merasakan apa yang telah dibuat Conte. Jika melihat statistik kami sebagai runner up Serie A dengan defense terbaik dan jumlah poin tandang terbaik, kami harus mengapresiasi kinerja Conte dan stafnya itu,’’ ungkap Marotta, dilansir laman Tutto Juve.
Di satu sisi, kemungkinan besar Conte akan tetap mengarsiteki Inter karena pemecatan di tengah jalan bisa berimbas besar dengan finansial klub. Laporan menyebutkan, dengan bayaran per musimnya mencapai EUR 12 juta (Rp 206,1 miliar), Inter harus membayar kompensasi EUR 150 juta (Rp 2,57 triliun) jika memberhentikan tactician 51 tahun itu.
Di sisi lain, pengalaman Conte sebelumnya sudah berbicara, mulut liarnya tersebut bakal berdampak dengan pemecatan. Seperti yang kerap dia lontarkan ketika musim keduanya melatih Chelsea. Setelah menjuarai Premier League dalam musim pertamanya, Conte banyak mengkritisi petinggi The Blues, julukan Chelsea. Makanya, pada akhir musim 2017 – 2018 dia tetap didepak meski mampu mempersembahkan trofi Piala FA.
Nah, hal itulah juga yang bisa terulang di Inter. Mantan attaccante AS Roma Francesco “Ciccio” Graziani menyebut Conte tak sepantasnya melontarkan pernyataan seperti itu. ’’Ingat, kau belum memenangi apapun Antonio! Jika aku jadi Zhang, maka aku akan memanggilnya dan menuntut permintaan maaf dari Antonio. Pelatih akan terus berganti, tapi Inter akan tetap sama,’’ sebut Ciccio yang jadi pandit di Sport Mediaset itu.
Dilansir laman Tuttomercatoweb, mantan rekan setim Conte di Juve, Alessio Tacchinardi menyebutkan watak Conte memang seperti itu. ’’Dia juga melakukannya (mengkritisi klub) di Juve,’’ beber Tacchinardi.
Kritiknya itu terlontar sebelum dia mengundurkan diri sebagai pelatih Bianconeri, musim panas 2014. Alasannya, permintaannya di bursa transfer untuk membeli Alexis Sanchez tidak dituruti klub. ’’Ketika segala sesuatunya tidak berjalan baik, dia akan mengeluarkan semua uneg-uneg di dalam hatinya itu,’’ imbuh Tacchinardi. ’’Apapun itu, dia tetap salah. Karena pada akhirnya dia masih bisa membawa Inter berbicara,’’ tudingnya. (jpc/pur)
Respon (1)