Oleh: Muchammad Syafar
Masih ingat dengan kejadian heboh saat Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil ngamuk hingga walk out usai mempertanyakan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas kepada Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu dalam suatu forum di tahun 2022 lalu? Saat itu, dalam acara Rapat Koordinasi Nasional di Pekanbaru (9/12/2022) yang dihadiri oleh Gubernur Riau, beberapa pejabat tinggi Kemendagri, serta Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Bupati M. Adil melakukan protes atas penyaluran DBH Minyak untuk Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai daerah penghasil yang dirasa kecil dan tidak sesuai.
Dalam sesi tanya jawab, Bupati M. Adil menyatakan tidak sependapat dengan pidato Gubernur yang mengatakan bahwa ada penurunan DBH di Provinsi Riau. Menurutnya, Minyak Meranti naik besar sekali, untuk tahun 2023 ada tambahan hingga total 19 sumur yang dibor dengan target produksi minyak menjadi 9.000 barel per hari, namun alokasi dana DBH tahun 2023 hanya naik Rp 700 juta saja.
Selain itu, ia juga mempertanyakan asumsi yang digunakan dalam penentuan alokasi DBH tersebut, sebagaimana diketahui bahwa pada tahun 2022 Kepulauan Meranti memperoleh DBH senilai Rp 114 Miliar yang didasarkan pada perhitungan harga minyak 60 dollar AS per barel saat itu, sementara ia mengungkit pernyataan presiden Jokowi dalam salah satu pidatonya yang menyatakan bahwa harga minyak minyak mengalami kenaikan sebesar 100 dollar AS per barel, sehingga untuk kenaikan alokasi DBH di tahun 2023 menurutnya sangat kurang atau tidak signifikan.
Hal tersebut yang coba ia sampaikan kepada perwakilan Kemenkeu di berbagai forum, namun merasa tidak puas karena pihak Kemenkeu tidak merespon keluhannya, dalam suatu acara di Bandung ia melontarkan komentar keras yang mengatakan bahwa orang Kemenkeu isinya “iblis” atau “setan. Pada acara Rakornas di Pekanbaru itu ia juga sempat ngomong “eneg saya liat muka Bapak!” sambil kemudian dilanjutkan dengan aksi walk out meninggalkan ruangan.
Dari kejadian tersebut terlintas pertanyaan, apakah benar bahwa ada yang tidak beres dengan cara perhitungan pembagian DBH oleh pemerintah pusat? Apakah porsi pembagian DBH Migas bagi daerah penghasil seperti Kepulauan Meranti masih kecil dan belum sesuai? Seperti apa kebijakan penyaluran DBH Tahun 2023?.
DBH adalah bagian dari Transfer Ke Daerah (TKD) yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
DBH terdiri dari 2 jenis, yakni DBH Pajak (Pajak Bumi Bangunan, Cukai Hasil Tembakau, dan Pajak Penghasilan) serta DBH Sumber Daya Alam yang bersumber dari Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Pertambangan Umum, Kehutanan, dan Perikanan.
Tujuan pemberian DBH kepada pemda adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (vertical imbalance) dan mengurangi kesenjangan kemampuan keuangan (fiskal) antar daerah (horizontal fiscal imbalance) yang diwujudkan dengan cara memberlakukan pembagian secara merata bagi daerah lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
Kebijakan penyaluran DBH sebelum tahun 2023 masih berpedoman pada Undang-Undang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Nomor 33 Tahun 2004, sedangkan mulai tahun 2023 telah mengacu pada Undang-Undang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terbaru Nomor 1 Tahun 2022. Berikut adalah point penting perubahan kebijakan penyaluran DBH Tahun 2023 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya:
- Dasar Perhitungan Pagu DBH
Besaran pagu DBH sebelum tahun 2023 ditetapkan berdasarkan rencana atau proyeksi penerimaan tahun berikutnya (T+1). Sedangkan mulai tahun 2023, pagu DBH ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan 1 (satu) tahun sebelumnya sampai dengan periode Semester I, sedangkan untuk periode Semester II menggunakan data perhitungan rencana atau proyeksi penerimaan pada periode dimaksud. Sebagai contoh, untuk pagu alokasi DBH Tahun Anggaran 2023 berasal dari realisasi penerimaan DBH yang telah dihimpun dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2022, sedangkan sisanya menggunakan proyeksi penerimaan DBH dari bulan Juli hingga Desember 2022. Penentuan proyeksi penerimaan DBH di sisa periode tersebut dapat memacu pemda untuk lebih meningkatkan akurasi perencanaan APBD.
- Daerah Penerima DBH
Berbeda dengan tahun sebelumnya, pengalokasian DBH tahun 2023 menerapkan persentase pembagian baru sesuai UU HKPD, serta lebih memperhatikan keadilan distribusi alokasi TKD untuk daerah penghasil, daerah berbatasan, daerah pengolah, serta daerah lainnya dalam dalam satu wilayah provinsi. Hal ini telah sesuai dengan prinsip pengalokasian DBH, yakni By Origin, dimana kabupaten/kota penghasil mendapatkan persentase pembagian yang lebih besar daripada kabupaten/kota lain non penghasil serta memperhatikan eksternalitas negatif, dimana kabupaten/kota yang terdampak atas kegiatan eksplorasi SDA akan memperoleh alokasi DBH sebagai kompensasi dan untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menanggulangi dampak negatif tersebut.
3.Formula Alokasi DBH
Mulai tahun 2023, pemerintah menerapkan prinsip pengalokasian DBH yang memperhatikan kinerja daerah, dimana hal tersebut pada tahun sebelumnya tidak menjadi dasar perhitungan alokasi DBH. Kinerja daerah menjadi dasar perhitungan alokasi DBH dengan porsi sebesar 10%, sedangkan porsi sebesar 90% lainnya berasal dari alokasi formula dengan rumus perhitungan yang telah disesuaikan berdasarkan jenis DBH. Alokasi kinerja sebesar 10% tersebut dibagikan ke daerah penghasil, daerah pengolah, dan daerah berbatasan langsung yang dibagi ke dalam dua penilaian kriteria kinerja, yaitu Kinerja
Dukungan Optimalisasi Penerimaan Negara dan Kinerja Pemeliharaan Lingkungan. Dalam hal dukungan optimalisasi penerimaan negara, penyaluran DBH Pajak mewajibkan dokumen Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) Pajak Pusat yang disetor oleh Daerah sebagai syarat salur, dengan harapan bahwa seluruh penerimaan negara melalui daerah dapat ditatausahakan secara baik dan disampaikan tepat waktu. Sedangkan dalam hal kinerja pemeliharaan lingkungan, penyaluran DBH SDA memperhatikan kinerja pemeliharaan lingkungan hidup atau berdasarkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang datanya bersumber dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Kebijakan DBH di tahun 2023 tetap melanjutkan kebijakan DBH earmarked untuk jenis DBH CHT dan DBH DR, artinya untuk kedua jenis DBH tersebut penggunaannya telah ditentukan oleh K/L teknis dengan tetap mempertimbangkan sektor-sektor prioritas dan fleksibilitas penggunaan. Adapun untuk jenis DBH selain DBH CHT dan DBH DR bersifat blockgrant atau tidak ditentukan penggunaannya sesuai prioritas pemda masing-masing. Selain itu, untuk menepis isu-isu negatif terkait pengalokasian DBH, Kementerian Keuangan beserta K/L teknis terkait lainnya berkomitmen untuk lebih memperkuat proses transparansi dalam perhitungan DBH.
Terkait dengan kebijakan DBH SDA Minyak Bumi, perubahan kebijakan berupa penambahan daerah kabupaten/kota yang menerima alokasi pemerataan juga mempengaruhi besaran persentase alokasi formula. Berikut rincian perubahannya:
Sebelum Tahun 2023: Pusat (84,5%), Provinsi (3,1%), Kabupaten/Kota Penghasil (6,2%), dan Pemerataan (6,2%). Mulai Tahun 2023: Pusat (84,5%), Provinsi (2%), Kabupaten/Kota Penghasil (6,5%), Kabupaten/Kota Pengolah (1%), Kabupaten/Kota Berbatasan Langsung (3%), dan Daerah lainnya (3%).
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah melaksanakan amanat dari UU HKPD Nomor 1 Tahun 2022 dalam hal menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien melalui perbaikan tata kelola hubungan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang adil, selaras, dan akuntabel berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945. Hal tersebut diwujudkan melalui perubahan kebijakan pengalokasian DBH yang lebih realistis, adil, dan transparan.
Selain itu, perubahan kebijakan pengalokasian DBH dimaksud juga merupakan suatu bentuk keseriusan pemerintah dalam menanggapi isu-isu negatif yang beredar terkait pembagian DBH. Terkait dengan isu DBH di Kabupaten Kepulauan Meranti, dapat dijelaskan bahwa kenaikan alokasi DBH Tahun 2023 yang dirasa sangat tidak signifikan disebabkan karena adanya perubahan dasar perhitungan menggunakan realisasi penerimaan DBH Tahun sebelumnya (T-1).
Jika data yang disampaikan oleh Bupati Meranti benar bahwa Minyak Meranti naik besar sekali karena adanya tambahan hingga total 19 sumur yang dibor dengan target produksi minyak menjadi 9.000 barel per hari, maka kenaikan pagu alokasi DBH Meranti akan naik sangat signifikan dan dapat dirasakan hasilnya pada tahun depan. Adapun terkait porsi alokasi formula sebagai daerah penghasil yang dirasa belum sesuai, jika dilihat dari rumus perhitungan formula pembagian DBH malah mengalami kenaikan, dari yang semula 6,2% menjadi 6,5%. Selain itu, Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai daerah penghasil juga akan memperoleh bagian dari alokasi kinerja.
DBH telah menjadi salah satu sumber dana “favorit” bagi pemda, karena sifatnya yang blockgrant untuk jenis DBH selain DBH CHT dan DBH RB. Perubahan kebijakan DBH mulai tahun 2023 ini seharusnya menjadi warning bagi pemda untuk menyusun action plan sebagai upaya dalam mengoptimalkan penyaluran DBH secara tepat waktu. Sebagai contoh, pemda dapat menyediakan sistem aplikasi yang dapat menatausahakan penerimaan pajak pusat secara elektronik dalam rangka mempermudah proses rekonsiliasi dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat, sehingga BAR dapat diterbitkan secara tepat waktu sebagai dokumen syarat salur DBH Pajak.
Dan masih banyak lagi usaha yang dapat dilakukan oleh pemda, tentunya dengan terlebih dahulu memahami peraturan yang menjadi dasar hukum serta mengetahui prosesnya mulai dari penyusunan hingga penyaluran. Mulai tahun 2023, KPPN sebagai KPA BUN Penyalur TKD diamanatkan untuk melaksanakan penyaluran seluruh jenis TKD kepada pemda mitra kerjanya. Selain bertugas sebagai KPA Penyalur TKD, KPPN juga berfungsi sebagai Treasurer dan Financial Advisor di Daerah, sehingga tidak lah salah jika pemda yang menjadi mitra kerjanya lebih meningkatkan sinergi dan koordinasi dengan KPPN dalam rangka mengoptimalkan penyaluran TKD secara tepat waktu. Semoga bermanfaat, Salam Transformasi!(***)