Oleh: Fajri Frayoga
(Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Sumatera Barat adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Ibukota Sumatera Barat adalah Padang. Pasti kita sudah tidak asing lagi dengan kata Padang karena salah satu yang membuat nama Padang terkenal adalah tersebarnya rumah makan nasi padang diseluruh wilayah Indonesia. Orang Sumatera Barat kebanyakan disebut orang Padang karena yang dikenal orang di Sumatera Barat itu paling dominan adalah Padang padahal juga ada kota disumatera barat yang terkenal seperti Bukittinggi dengan jam gadangnya dan pariaman dengan festival tabuiknya dan juga banyak daerah lain disumatera barat yang terkenal dengan budaya ataupun keindahan alamnya.
Etnik yang mendominasi disumatera barat itu dihuni oleh etnik Minangkabau. Minangkabau adalah suku yang terkenal dengan beragam budaya didalamnya. Tetapi perlu diingat suku minangkabau ini tidak hanya ada disumatera barat tetapi juga ada di riau, bengkulu, jambi, aceh dan negeri sembilan dimalaysia. Orang minangkabau itu terkenal dengan kepintaran berdagangnya karena prinsip orang minangkabau itu adalah “takuruang nak dilua, taimpik nak diateh” yang berarti terkurung hendak diluar, terhimpit hendak diatas. Semangat orang minangkabau itu tidak akan mudah memudar hanya karna menghadapi sebuah masalah. Semakin besar masalah yang dihadapi semakin besar pula semangatnya. Oleh karena itulah banyak orang minangkabau yang sukses berjualan dirantau.
Orang minangkabau itu dipastikan beragama islam karena falsafah orang minangkabau itu adalah “adat basandi syarak,syarak basandi kitabullah” yang berarti adat minangkabau itu berpedomankan kepada agama yaitu agama islam dan agama itu berpedomankan kepada kitab yaitu Al-Quran. tetapi orang padang atau orang sumbar belum tentu beragama sumbar karena disumatera barat juga ada etnik lain seperti etnik jawa, cina, keturunan india dan batak nias. Diminangkabau masih banyak masyarakat yang mempercayai mitos atau kepercayaan rakyat yang beredar dari mulut ke mulut salah satunya adalah mitos tentang keberadaan simbunian.
Simbunian adalah makhluk halus yang tingkah laku dan wujudnya hampir sama dengan manusia, tetapi kita tidak dapat melihatnya dengan mata telanjang. Sedangkan jalan simbunian adalah tempat lalu lalangnya simbunian dan tempat ia melakukan aktivitas layaknya seperti manusia. Jalan simbunian ini dipercayai berada disalah satu kampung diprovinsi sumatera barat tepatnya di Kampung Panas, Nagari Tandikek Barat, Kec. Patamuan, Kab.Padang Pariaman. Dikampung inilah dulu beredar cerita tentang jalan simbunian yang dipercayai oleh masyarakat setempat.
Konon katanya jalan ini tidak boleh dilewati pada tengah hari atau lebih tepatnya pukul 12 siang dan dan juga pada waktu senja menjelang magrib atau lebih tepatnya pukul 6 sore, karena dipercayai diwaktu inilah simbunian beraktivitas seperti layaknya yang dilakukan oleh manusia. Kalau kita tetap melewati jalan simbunian ini pada waktu yang telah disebutkan tadi katanya kita dapat menggangu simbunian atau nanti bisa melukai anak-anak dari simbunian ini dan akibatnya terhadap kita adalah mengalami sakit dibagian tubuh yang terluka disimbunian atau anaknya. Jalan simbunian ini sangatlah kecil tetapi dari cerita yang beredar dijalan ini bahkan 4 mobilpun dapat berselisih atau berpapasan dalam waktu yang bersamaan. Jika dibayangkan tentu sangatlah lebar jalan simbunian ini.
Ujung dari jalan simbunian ini adalah Gunung Tigo. Gunung Tigo ini juga terletak dikabupaten padang pariaman. Mendengar nama gunung tigo mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga kita karena sudah tersebar luas berita tentang tenggelamnya desa lubuak laweh kerena longsor dari gunung tigo akibat gempa pada september 2009 silam. Gunung tigo ini diyakini adalah tempat tinggal atau puncak dari kediaman simbunian ini. Masyarakat setempat meyakini keberadaan simbunia ini karena katanya kalau simbunian ini mengadakan perhelatan atau pesta besar-besaran suara alat musiknya dan kermaiannya dapat terdengar sampai kekampung dibawah gunung tigo salah satunya dikampung panas.
Padahal dulu itu sebelum gempa 2009 hanya ada 3 rumah diatas gunung tigo dan dari ketiga rumah itu tidak ada yang mengadakan perhelatan atau pesta. Selain simbunian digunung tigo ini juga mempunyai cerita yang tidak bisa diterima akal sehat. Katanya digunung tigo ini terdapat berbagai macam buah-buahan yang berbuah lebat. Buah-buahan ini boleh dimakan tetapi harus dihabiskan disana. jika ada buah-buahan yang dibawa pulang maka kita tidak akan menemukan jalan pulang dari gunung tigo.
Keberadaan simbunian ini juga diperkuat dengan pengakuan dari seorang pemuda (kini beliau sudah tiada) bahwa dulu ia pernah dibawa simbunian kegunung tigo. Hal yang dialami pemuda ini bisa disebut sebagai tidur berjalan (sleepwalking) atau somnambulisme. Pada saat itu pengakuannya, dia dibawa oleh simbunian ke gunung tigo untuk menghadiri perhelatan yang diadakan oleh simbunian. Dia melihat perhelatan atau pesta besar-besaran dan sangat banyak dihadiri oleh para tamu undangan yang semua wajahnya asing atau tidak pernah ia kenali sebelumnya.
Ia juga melihat para rombongan perempuan atau ibu-ibu memasak yang berbeda dengan masak-memasak diperhelatan manusia. Disana jika memasak daging maka deretan itu lurus panjang sampai keujung semuanya memasak daging dan jika menggoreng kerupuk atau lauk sederetan itu semuanya menggoreng dan semuanya dimasak dalam porsi atau jumlah yang sangat banyak. Halaman rumah sipemilik rumah dipenuhi oleh mobil-mobil para tamu undangan yang datang. Pernyataan pemuda ini dipercayai masyarakat setempat karena dia memang memiliki ilmu hitam atau kekuatan ghaib makanya ceritanya sangat dipercayai.
Begitulah sekiranya cerita simbunian ini. Tetapi dari pengamatan saya sekarang jalan ini memang jarang dilewati karena sudah ada jalan lain yang lebih mudah diakses dan walaupun dilewati larangan tentang jangan melewatinya ditengah hari dan menjelang magrib tidak lagi diindahkan oleh masyarakat setempat. Masyarakat kampung panas sekarang kurang mempercayai keberadaan simbunian ini karena sudah bebarapa tahun terakhir tidak pernah lagi terdengar suara atau keramaian dari perhelatan simbunian di Gunung Tigo dan mereka berpikiran mungkin simbunian ini sudah berpindah ketempat lain setelah bencana G30/S (Gempa 30 September 2009).