Opini

PEMUDA PELAJAR, GIATLAH BELAJAR

×

PEMUDA PELAJAR, GIATLAH BELAJAR

Sebarkan artikel ini
Refly R. Lahengking

Oleh:

Refly R. Lahengking

(Warga Desa Yayasan, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai)

 

Gubahan lagu Mars Pelajar rupanya menjadi ilustrasi penting dalam rangka merefleksikan hari sumpah pemuda di tahun 2020. Apalagi di tengah kondisi bangsa yang sementara dilanda pandemi covid-19 dan demo besar-besaran di seluruh tanah air sebagai dampak dari pro dan kontra Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law Cipta Kerja). Di tengah kondisi bangsa yang sementara dalam masa penyesuaian pada tahapan New Normal dari covid-19, namun di sisi lain arus masa aksi tak beraturan tanpa mengindahkan protokol kesehatan menjadi tontonan nasional. Di satu sisi taat pada protokol covid dengan tidak berkerumun merupakan tindakan menyelamatkan masyarakat, tetapi di sisi lain melakukan demonstrasi yang melibatkan banyak orang merupakan alasan keberpihakan pada kepentingan masyarakat bawah. Dalam situasi inilah cara berpikir pemuda dan pelajar Indonesia ditantang untuk tindakan solusi manakah yang tepat dilakukan ketika ada pada kondisi seperti itu.

 

Melihat kembali sejarah hari sumpah pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928 melalui Kongres Pemuda II yang berlangsung selama 27 – 28 Oktober 1928 di Batavia, menjadi catatan penting pemuda-pelajar Indonesia dalam rangka menjaga dan merawat kesatuan dan persatuan bangsa. Walaupun belum terbentuk sebuah negara yang resmi, tetapi semangat para pemuda dalam menjaga dan merawat kesatuan dan persatuan bangsa demi kepentingan bersama menjadi ciri utama dalam kongres saat itu. Karena itu Kongres Pemuda II saat itu dilakukan dengan tiga tujuan utama yaitu pertama, melahirkan cita-cita semua perkumpulan pemuda-pemuda Indonesia; kedua, membicarakan beberapa masalah pemuda Indonesia; dan ketiga, memperkuat kesadaran kebangsaan dan memperteguh persatuan Indonesia. Dengan tiga tujuan tersebut serta dilatarbelakangi pemuda terpelajar dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) sebagai peserta Kongres Pemuda II, Moehammad Jamin sebagai Sekretaris Panitia Kongres Pemuda II menyampaikan gagasannya bahwa salah satu dari lima faktor yang dapat memperkuat persatuan Indonesia adalah ‘pendidikan’. Karena dengan pendidikan menurut Jamin, kita dapat memahami arti dan hubungan persatuan dengan pemuda dalam membangun bangsa.

 

Berbicara potensi pendidikan di kalangan pemuda kini tentu berbeda dengan pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia. Kini potensi pemuda yang berpendidikan sudah sangat banyak dan bahkan tidak lagi kekurangan tenaga kerja yang berpendidikan ketika dibutuhkan pemerintah bahkan perusahaan. Pemuda bersertifikat (sarjana) bahkan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Karena itu seharusnya pemahaman tentang arti dan hubungan persatuan pemuda dalam membangun kehidupan bangsa semakin luas. Bukan sebaliknya merusak fasilitas negara yang dibangun menggunakan uang rakyat dengan dalil memperjuangkan kepentingan masyarakat melalui demonstrasi yang anarkis. Bukankah yang melakukan aksi turun jalan (demonstrasi) adalah sebagian besar pemuda-pemuda yang berpendidikan (mahasiswa). Model pendidikan macam manakah seharusnya yang dibangun sehingga tidak menciderai hidup berdemokrasi kita di Indonesia. Bukankah Wage Rudolf Supratman dalam semangat persatuan pemuda memberikan sumbangan ide dan pikiran melalui karyanya menciptakan lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’ yang dinyanyikan pada hari terakhir Kongres Pemuda II sekaligus ditetapkan sebagai hari lahirnya Sumpah Pemuda. Mungkinkah sumbangan pemikiran lewat karya kita lebih berharga dari pada melakukan tindakan anarkis yang bertopeng kepentingan rakyat. Ikutilah teladan Wage Rudolf Supratman dalam semangat membangun bangsa.

 

Demonstrasi merupakan bagian dari demokrasi. Namun demonstrasi yang dilakukan hendaknya tanpa harus dengan cara-cara yang kasar dan merusak fasilitas negara. Apa gunanya jika kita memperbaiki yang satu tetapi merusak yang lain. Sebagai pemuda terpelajar (mahasiswa) harusnya kita melakukan aksi protes dengan cara-cara intelektual dan bukan dengan cara yang anarkis. Mahasiswa hendaknya lebih mengutamakan otak dan bukan otot. Mungkinkan judicial rewiew merupakan langkah cerdas yang solutif dalam melakukan protes terhadap pengesahan Omnibus Law Ciptaker sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa pimpinan organisasi kepemudaan di Indonesia. Bukankah kita telah merusak generasi pemuda Indonesia jika melalui kerumunan masa aksi dan menyebabkan korban karena pandemi covid-19.

 

Atas dinamika yang terjadi di tengah bangsa kita saat ini, dan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-92 tahun pada 28 Oktober 2020, saya mengajak kita semua sebagai pemuda dan pelajar untuk me-review kembali arti dan makna dari lagu Mars Pelajar. Berikut liriknya: Pemuda pelajar giatlah belajar, kejar cita-citamu. Tak kenal rintangan tetap t’rus maju belajar sekuat tenaga. Ingatlah selalu akan k’wajibanmu, tetap insaf dan sadar. Junjunglah derajat, bangsa dan negara, ingatlah panggilan nusa.

 

Tiga hal penting sebagai catatan refleksi kita di hari sumpah pemuda dari lirik lagu mars pelajar. Pertama, pemuda dan pelajar Indonesia diarahkan untuk tetap giat belajar serta  fokus pada cita-cita kita sebagai anak bangsa. Bahwa ketidak-giat-an kita dalam belajar dan tidak mem-fokus-kan diri pada cita-cita kita sesuai komitmen awal mulai belajar, akan merusak pola pendidikan kita yang seharusnya dibangun berdasarkan cita-cita kita. Kedua, pandemi covid-19 dan pro-kontra Omnibus law Ciptaker merupakan tantangan/rintangan terkini sebagai pemuda-pelajar di tahun 2020. Model belajar-mengajar yang terjadi perubahan signifikan dari langsung ke tidak langsung membutuhkan komitmen yang tinggi untuk menghadapinya. Keterbatasan fasilitas media dalam jaringan (daring) serta kecerdasan kita dalam menganalisis kehadiran Omnibus Law membutuhkan tenaga yang ekstra tangguh untuk menghadapi rintangan tersebut. Namun dalam situasi apapun, lirik mars pelajar mengingatkan kita untuk selalu ingat akan kewajiban kita sebagai pemuda-pelajar yaitu ‘belajar’. Ketiga, apapun resiko pemuda-pelajar dalam membangun bangsa melalui ‘belajar’, komitmen kita adalah tetap menjunjung tinggi derajat bangsa kita. Itulah yang dimaksud dengan panggilan nusa yang tertuang dalam naskah sumpah pemuda. Pertama, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami Putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

 

Semoga pada peringatan ke-92 taun lahirnya sumpah pemuda, putra-putri bangsa Indonesia semakin cerdas dan tangguh dalam menggapai cita-cita bangsa Indonesia berdasarkan nilai-nilai pancasila.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *