OpiniZona Kampus

Pulang Basamo Tradisi Mudik Orang Minang

×

Pulang Basamo Tradisi Mudik Orang Minang

Sebarkan artikel ini
Lathifah Risya Jannah

Oleh: Lathifah Risya Jannah,

(Mahasiswi Universitas Andalas Jurusan Sastra Minangkabau)

Masyarakat Minangkabau terkenal dengan budaya merantau, yaitu keluar dari kampung ketika telah lewat masa remaja dan beranjak dewasa untuk mengadu nasib ditempat orang lain. Baik guna untuk menuntut ilmu, membangun bisnis, hingga mengabdikan diri pada bangsa dan negara. Saat Ramadhan tiba, para perantau biasanya bersuka ria ketika mendekati lebaran tiba, biasanya mereka akan berkumpul sesama perantau dan melangsungkan yang namanya budaya Pulang Basamo.

Pulang basamo adalah istilah dalam bahasa Minangkabau yang berarti mudik secara bersama-sama menjelang Hari Raya Idulfitri. Tradisi ini dilakukan oleh perantau Minangkabau dan diselenggarakan oleh organisasi perantau tujuan mudik. Para pemudik pulang basamo biasanya menggunakan jalur darat dengan kendaraan pribadi atau menyewa bus. Jumlah rombongan bisa mencapai ratusan orang.

Sejak kapan tradisi ini berlangsung belum ada literatur dan bukti yang menjelaskan, hanya saja tradisi ini turun temurun sejak dulu kala. Setiap kampung atau desa di Ranah Minang, yang disebut Nagari hampir semua mengadakan kegiatan ini.

Makna kegiatan “Pulang Basamo”, ini bagi perantau adalah mempererat rasa kesatuan dan kekeluargaan warga perantauan di tanah rantau. Kemudian untuk kampung halaman adalah terbantunya pembangunan dan acara dikampung halaman dari sumbangan perantauan yang nilainya bisa dikumpul semua dari seluruh perantau se-Indonesia bisa ratusan juta rupiah. Namun yang lebih dari itu kebahagian berkumpul bersama sanak saudara dikampung itulah utama setelah berjauhan.

“Pulang Basamo”, ini merupakan perjalanan yang mulia yaitu untuk mempererat silatuhrahmi antara warga rantau dan karib kerabat dikampung halaman. Orang Minang punya tradisi mudik bersama Pulang Basamo atau pulang bersama, moment ini sangat ditunggu sekaligus menjadi kesempatan untuk travelling bareng.

Kini kebanyakan orang Minang di tanah rantau Kembali kekampung halaman dengan keinginan masing-masing. Jika mereka ingin, mereka akan melakukannya sendiri dan kapan saja ketika mereka merasa merindukan kampung halaman. Biasanya terjadi perbedaan antara perantau dari daerah satu dengan yang lainnya. Mungkin hal ini dikarenakan ada diantara perkumpulan masyarakat Minang yang menyatukan para anggota sehingga pulang basamo tidak dilakukan serta pertimbangan jadwal antar perantau yang biasanya saling berbenturan.

Adapun faktor yang mendorong para masyarakat Minang melakukan tradisi pulang basamo pada awalnya mungkin dikarenakan pada zaman dahulu transportasi masih sangat sulit untuk didapatkan dan akses pun sulit untuk dijangkau, sehingga para perantau melakukan pulang basamo untuk mengefisienkan waktu serta akses yang dijangkau akan terasa lebih mudah karena kendaraan yang digunakan mengarah pada satu tujuan. Rombongan juga biasanya menggunakan atribut seperti kendaraan yang digunakan mereka pasang spanduk bertuliskan rombongan “Pulang Basamo”.

Kita juga pernah mendengar jargon yang berbunyi “takana jo kampuang”. Konsep merantau bagi orang Minang pergi untuk kembali. Tetapi konsep ini mulai bergeser, sekarang kampung halaman dipandang sebagai tempat singgah saja bagi para perantau mudanya. Kampung halaman kemudian dianggap suatu tempat yang berkebalikan dengan wilayah rantau, kampung halaman direfleksikan sebagai tempat berteduh dari terpaan segala keasiangan dirantau dimana ia menyediakan situasi aman dan nyaman.

Perantau yang Kembali ke kampung biasanya akan melepas rasa lelah yang bertimbun ketika berada dikota orang dan dapat kembali menemukan inspirasi. Hal ini mungkin karena merantau yang tadinya mobilitas non-permanen berubah menjadi mobilitas permanen. Terpenting kampung halaman merupakan sebuah tempat perenungan manusia tentang hakikat asal muasalnya serta kampung halaman adalah identitas dan merupakan pendefinisian yang sebenarnya.

Pulang basamo rata-rata digelar satu minggu sebelum lebaran. Caranya bermacam-macam, ada yang menyewa bus, biasanya ada juga organisasi kekeberatan yang menyediakan angkutan gratis untuk digunakan para perantau pulang ke kampung halaman. Ketika tanggal untuk pulang kampung bersama-sama telah ditetapkan, para perantau akan berkumpul di satu titik yang telah ditentukan, dan kemudian berangkat menuju nagari masing-masing di Sumatra Barat.

Perjalanan ini pastinya seru, karena biasanya peserta sudah saling mengenal, sehingga kepenatan di jalan bisa dikurangi dengan bercanda, ngobrol sesama teman seperjalanan. Selain perjalanan yang seru dan obrolan tentang kampung halaman, masa kecil yang penuh kenangan, tentu bayang-bayang kampung halaman sudah dipelupuk mata. Tak sabar bertemu orang tua dan keluarga besar disana.

Pulang Basamo sudah menjadi tradisi perantau Minangkabau sejak dahulu kala. Kegiatan itu mengandung arti positif, baik bagi warga dikampung halaman, maupun bagi perantau itu sendiri. Dengan pulang basamo mereka dapat berkumpul dengan sanak famili dikampung halaman. Disisi lain mereka juga bisa bernostalgia dan “bagurau” dengan kawan semasa muda remaja.

Aktivitas ini juga mempererat silahturahmi secara umum antara rantau dan kampung. Anak-anak yang lahir diperantauan akan mengenal karib kerabatnya dikampung halaman. Mereka juga mengenal kampung asal orang tua mereka. Dengan demikian akan tumbuh rasa cinta kampung halaman.

Pulang ke kampung halaman bagi perantau juga sebagai bukti kalau mereka telah berhasil di perantauan. Setidaknya, mereka mampu memboyong keluarga ke kampung halaman. Bagi anak Minang itu sebuah kebanggaan. Kepulangan memang sangat dinanti-nantikan karib kerabat mereka dikampung halaman. Banyak faktor yang mendorong warga kampung halaman menantikan kepulangan para perantau. Salah satunya adalah mengharapkan dukungan moril dan material untuk pembangunan kampung halaman.

Selama ini sudah terbukti, banyak buah pemikiran yang bernas terbit dari perantau. Mereka memiliki ide yang mungkin diperoleh dari jauh jalan banyak diliek. Mereka telah banyak belajar dari alam, sesuai dengan falsafah adat Minangkabau Alam Takambang Jadi Guru. Makanya tidak heran bila mereka memiliki banyak buah pikir, yang bisa digunakan untuk membangun kampung halaman.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *