OpiniZona Kampus

Tradisi Mandoa Samareh Di Bulan Rajab Sebagai Penyambut Bulan Suci Ramadhan Di Pariaman Gadang

×

Tradisi Mandoa Samareh Di Bulan Rajab Sebagai Penyambut Bulan Suci Ramadhan Di Pariaman Gadang

Sebarkan artikel ini
Hendri Pratama

Oleh: Hendri Pratama

(Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas Padang)

Indonesia merupakan negara kesatuan dan kepulauan yang memiliki beragam budaya,adat istiadat serta beragam tradisi tradisi yang unik sehingga Indonesia dijuluki sebagai negara kepulauan. Salah satunya yaitu di Minangkabau. Minangkabau merupakan provinsi yang ada di Sumatra barat yang mana masyarakatnya masih memegang kental adat–istiadat serta menerapkan tradisi tradisi yang unik salah satu contohnya yaitu tradisi Mandoa samareh di bulan Rajab.

Bulan Rajab ialah bulan yang ketujuh dari 12 bulan kalender Hijriyah. Bulan ini sering dikatakan bulan penuh kebaikan, atau disebut dengan istilah “Bulan Allah” atau sebagainya. Keistimewaan dan keutamaan padan bulan Rajab ini sering didengungkan yaitu puasa selama 7 hari pada Bulan Rajab akan menutup pintu neraka, dan apabila puasa selama 8 hari akan membuka 8 pintu surga.

Dikabupaten Padang Pariaman, bulan rajab di nama sebagai bulan “sambareh”. Sebenarnya “sambareh” merupakan makanan yang terbuat dari bahan- bahan seperti tepung beras, mengapa harus tepung beras? Karna tepung beras lah yang cocok untuk membuat sambareh ini, selain tepung beras ada juga bahan- bahan lainnya yaitu fermipan, telur, santan kental, santan encer, serta garam.  Semua bahan tersebut di olah serta di aduk hingga menjadi adonan dan di masukan ke cetakan/loyang. Sambareh juga biasanya di temani dengan campuran kuah yang terbuat dari bahan gula aren (saka) yang dihancurkan lalu diberi air. Maka demikian lah bahan bahan dan cara pembuatan sambareh yang akan di sajikan dan di santap ketika masuknya bulan Rajab untuk penyambut bulan suci ramadhan.

Bagi masyarakat Kabupaten Padang Pariaman tepatnya di Paraman gadang, sambareh ini menurut masyarakat setempat bukan hanya sebagai cemilan semata saja, namun makanan satu ini adalah bahagian dari pelaksanaan tradisi Mandoa Sambareh yang dilaksanakan pada bulan Rajab.  Dari tradisi ini lah berkembang dan munculnya kesadaran masyarakat yang mau mengembangkan dan mau memperkenalkan tradisi sambareh ini sehingga sampai saat ini tradisi ini masih berkembang di tengah tengah masyarakat.

Menurut sejarahnya, ajaran Mandoa Sambareh ini mulanya dibawakan oleh syekh Burhanuddin yang dibawanya dari ajaran aceh, pada isra mi’raj dibulan Rajab sehingga dari itulah bulan Rajab disebut oleh masyarakat Paraman gadang sebagai bulan samareh, selain itu juga Keberadaannya juga dimulai semenjak adanya islamisasi di Minangkabau yang dibawa oleh Syekh Burhanuddin. Maka dari itu lah bagi masyarakat Padang Pariaman, bulan Rajab termasuk bulan yang dianggap bulan istimewa sehingga bulan Rajab tersebut disebut dengan nama bulan Samareh.

Paraman gadang merupakan kampung atau daerah yang terdapat di Kabupaten Padang Pariaman, yang sampai saat ini masih melaksanakan tradisi ini. Bagi sebagian masyarakat setempatnya. Bulan Rajab atau Bulan Sambareh juga memiliki nama istilah lain yaitu “Bulan Kanak-kanak”, mengapa begitu?, dikarenakan tujuan mereka untuk melaksanakan tradisi ini adalah mendoakan arwah yang telah pergi, misalnya orang tua atau anak-anak.

Di kampung Pariaman Gadang, ulama yang tamat mengaji diberi gelar labai, labai inilah orang yang memimpin doa bagi yang melaksanakan tradisi mandoa bulan samareh ini. Labai ini biasanya di setiap kampung selalu ada dan dipanggil ke rumah masyarakat setempat untuk melaksanakan mandoa samareh. Mandoa samareh sendiri tentu ada buku doa khusus yang dibacakan ketika acara mandoa tersebut dilangsungkan. Tidak seperti berdoa kebanyakan, karena ada bacaan khusus yang tertuang di dalam buku ketika berdoa dengan hidangan Samareh.

Pelaksanaan Mandoa Samareh ini biasanya secara umum dilakukan pada malam hari, tetapi ada juga sore hari dan itu tergantung permintaan masyarakat setempat. Biasanya warga yang ingin mandoa samareh terlebih dahulu menyediakan Samareh di rumah selain samareh biasanya masyarakat setempat memasak lemang juga. Setelah itu masyarakat tersebut memanggil labai yang akan melakukan mandoa samareh. Setelah itu lah baru datang atau naiklah labai ke rumah masyarakat tersebut, dan barulah mandoa samareh dilaksanakan.

Sebelum Mandoa Samareh dilakukan tentu ada niat, niat ini biasanya disebut oleh masyarakat setempat dengan sebutan “kaba”. Kaba sendiri biasanya berupa ucapan untuk orang yang sudah meninggal, kebaikan bagi sawah/ladang, memudahkan rezeki, tentunya doa Bulan Kanak-kanak ini tidak luput dari kaba doa tersebut.

Setelah doa selesai, maka tuan rumah menyediakan makanan yang akan dihidangkan seperti mandoa pada umumnya yaitu nasi, lauk pauk, lemang, lapek Bugih dan berbagai macam hidangan lainya. Setelah makanan selesai baru Samareh tersebut dihidangkan kepada labai. Samareh ini dihidangkan bersama dengan kuahnya yang terbuat dari saka tersebut.

Setelah labai  selesai makan maka labai  juga mencicipi samareh tersebut.  Barulah Setelah itu labai pulang, namun sebelum pulang labai juga diberi sedekah oleh tuan rumah. Menurut kepercayaan masyarakat, sedekah tersebut berguna untuk tabungan akhirat dan juga agar doa kita sampai. Di samping sedekah, labai juga diberi bungkusan samareh, lamang dan lapek Bugih untuk dibawa pulang.

Maka demikian lah pelaksanaan tradisi mandoa sambareh yang masih ada hingga saat ini. Menurut penulis tradisi Mandoa samareh ini masih berkembang di dalam masyarakat. Karena kepercayaan masyarakat terhadap Mandoa Samareh terjadi di bulan Rajab, sekaitan dengan peristiwa penting bagi umat Islam yang juga terjadi pada bulan ini.

Harapan penulis semoga tradisi-tradisi seperti ini masih berkembang dan masih berlanjut sampai generasi masa depan nanti,dan untuk tradisi ini kalau bisa bukan hanya di pelosok pelosok saja dilakukan tetapi di kota kota besar harus juga dilakukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *