HARIANHALMAHERA.COM— Badan Pusat Statitik (BPS) Maluku Utara (Malut), memang baru akan merilis jumlah penduduk miskin di tahun 2019 pada Maret mendatang. Namun potensi penambahan penduduk miskin terbuka lebar.
Ini dapat dilihat dari nilai tukar petani (NTP) Malut yang terus menunjukan tren negatif dari bulan ke bulan. Data BPS Malut pekan kemarin, NTP justru terus bergerak turun. Pada Februari 2019, NTP Malut tercatat sebesar 95,75, turun 0,45 persen dari NTP Januari 2019 sebesar 96,19.
Kepala BPS Malut Misfaruddin mengungkapkan, dari 10 Provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI), hanya tiga daerah yang mengalami kenaikan NTP pada Februari 2019. Yakni Gorontalo (0,65 persen), Papua Barat (0,08 persen), dan Papua (0,56 persen).
Sedangkan tujuh provinsi lainnya, termasuk Malut mengalami penurunan. Namun, penurunan NTP terbesar terjadi di Sulawesi Tengah sebesar 1,47 persen.
Diakui, penurunan NTP tidak hantya terjadi secara regonal, namun secara nasional NTP dari 103,33 persen pada Januari menjadi 102,94 persen pada Februari atau turun sebesar 0,37 persen.
Ancaman bertambahnya penduduk miskin pun semakin terbuka. Menyusul pada Februari 2019, Malut mengalami inflasi pedesaan sebesar 0,12 persen. Ini disebabkan naiknya indeks konsumsi rumah tangga (IKRT) pada beberapa kelompok pengeluaran.
“Inflasi pedesaan terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, Rokok, Tembakau dan kelompok kesehatan,” ujarnya.
Sementara, inflasi pedesaan nasional pada Februari 2019 sebesar -0,29 persen (deflasi) yang disebabkan turunnya IKRT pada kelompok pengeluaran bahan makanan.
“Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Provinsi Maluku Utara Februari 2019 sebesar 109,14 atau turun 0,20 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya (Januari 2019) yang sebesar 109,35,” terangnya.
Sebaliknya untuk perkotaan, BPS Malut mencatat pada Februari Kota Ternate mengalami deflasi sebesar 0,24 persen dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 139,03.
Deflasi pada kisaran ini menurut dia, membuktikan pertumbuhan ekonomi Malut cukup membaik, lantaran masih mampu dijangkau produsen maupun konsumen.
Disebutkan, Ternate termasuk dalam 69 Kota di Indonesia yang mengalami deflasi. Daerah tertinggi Kota Merauke sebesar 2,11 persen. Sedangkan 13 kota lainnya justru terjadi inflasi dengan tertinggi di Tual sebesar 2,98 persen.
Sementara inflasi tahun kalender Ternate sebesar 0,52 persen dan inflasi year on year (you) sebesar 3,61 persen.
“Jika diurutkan Kota Ternate berada di urutan ke 41 dari kota yang mengalami deflasi,” terangnya.
Deflasi Ternate terjadi pada satu kelompok pengeluaran, yakni kelompok bahan makanan sebesar 1,77 persen. Sedangkan Kelompok yang mengalami inflasi, yakni makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,15 persen.
Kemudian kelompok perumahan, air, Iistrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,08 persen. Kelompok sandang sebesar 0,04 persen. Kelompok kesehatan sebesar 0,52 persen.
Inflasi juga terjadi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,01 persen, serta kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,38 persen.(eva/pur)