HARIANHALMAHERA.COM–Bukan hanya pajak, sebagian besar perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Maluku Utara (Malut) ternyata juga kedapatan masih menunggak pembayaran iuran IUP.
Dari hasil evaluasi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementrian Keuangan (Kemenkeu), jumlah perusahaan yang masih menunggak iuran IUP ini pun mencapai ratusan, yakni 105 perusahaan dengan total tunggakan mencapai Rp 46 Miliar.
Kepala Dinas ESDM Pemprov Malut Hasyim Daengbarang mengatakan, tunggakan Rp 46 miliar itu merupakan kewajiban perusahan untuk dilunasi. “Ini hasil evaluasi kementrian keuangan dan kementrian ESDM dari 105 ini rata – rata perusahan kecil,”katanya.
Sekalipun ada perusahaan yang IUP yang sudah mati, dan sudah dicabut, namun hal itu tidak membatalkan kewajiban mereka untuk membayar. “Karena itu sudah tercatat di kementrian keuangan,” jelasnya.
Tunggakan pembayaran iuran IUP ini kata dia memang merugikan daerah. Sebab, hal ini mempengaruhi nilai dana transfer daerah yang bersumber dari Dana Bagi Hasil (DHB) yang akan diterima Malut dari pemerintah pusat. “Karena laporan masuk ke kasana (pusat, red) dulu baru dihitung berapa besaran DBH yang didapatkan daerah,” katanya
Ditanya soal sanksi bagi perusahaan yang bandel melunasi iuran IUP, Hasyim untuk sanksi pidana dia tidak tahu. Yang pasti sanksi adnimistrasi tetap ada. “Sanksi administrasi sampai pada pencabutan IUP tapi kalau pidana nanti tanya di Karo Hukum,” ucapnya.
Disisi lain terkait dengan penarikan pajak, sedianya tahun ini sudah dinas ESDM sudah membentuk tim terpadu dengan melibatkan beberapa SKPD dan instansi terkait untuk melakukan pengawasan.
Mulai dari BPKAD, Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), ESDM dan pihak Direktorat Lalulintas (Ditlantas) Polda. “Sebenarnya sudah ada tim terpadu yang sibentuk awal Maret kemarin, cuma karena Covid -19 akhirnya tidak jalan,” katanya.
Selain Covid-19, alasan tidak jalannya tim terpadu ini, kata juga dikarenakan sebagian besar perusahan juga menolak menerima pihak dari luar masuk selain. Kemudian, pihaknya juga tidak memiliki anggaran pengawasan yang semuanya diperuntukan untuk penanganan covid-19. “Insya Allah tahun depan kita maksimalkan untuk pengawasan terpadu,” akunya.
Tidak adanya pengawasan ini membuat banyak sumber pendapatan yang masuk ke daerah hilang tidak bisa kendalikan, terutama pajak air tanah permukaan, dan pajak kendaraan. “Saya bilang mobil saja datang kasana masih plat China di perusahan. Entah lewat apa kami tidak tau. Itu nanti dari Samsat dan pihak Lantas yang akan menertibkan. Makanya harus bersama-sama,” ujaranya.
Masih terkait dengan pajak perusahaan, dalam waktu dekat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga akhir bulan ini akan turun ke Malut untuk mengevaluasi laporan pajak perusahaan.
Jelang kedatangan KPK ini, Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Malut pun sudah meminta data secara manual kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ternate untuk menjadi dasar ketika pihak perusahan mengurus perpanjangan IUP nanti.
“Bagaimanapun juga KPK turun kami harus punya laporan berapa perusahan yang menunggak pajak. Jadi sekarang mereka (KKP Pratama, red) siapkan perlu ke hati -hatian jangan sampai data yang disini su bayar di sana belum. Sekarang mereka minta ke kami untuk sikapi dan menyusun data – data itu sehingga laporan mereka ke DPMTSP juga valid,” terang Kepala DPMTSP Malut Nirwan MT Ali kemarin.
Rencnanya, Rabu (23/9) besok, pihaknya akan kembali berkordinasi dengan KPP Pratama untuk mempertanyakan kapan laporan diserahkan mengingat waktu yang tersedia sangat singkat.
Karena itu, Nirwan mengaku laporan secara manual belum dipublikasan karena datanya belum valid termasuk jumlah perusahaan yang masih menunggak. Namun begitu, jika sudah valid, maka data tersebut tidak boleh ditutupi. “Sehingga publik bisa tau perusahan yang bandel harus ditindak,” katanya
Ditambahkan, saat pertemuan evaluasi bersama KPK nantinya, data tersebut disampaikan. Jika ada perusahan yang menunggak pajak wajib untuk diambil tindakan berupa pemberian sanksi secara kolektif baik dari KPP Pratama, DPMTSP maupun dari Dinas ESDM. “Sehingga pada akhirnya lahirnya rekomendasi sampai pencabutan atau seperti apa nanti dilihat dengan tetap mendengar laporan perusahan mengapai sampai menunggak pajak, jangan sampai ada kendala bagi mereka,” tukasnya .(lfa/pur).