HARIANHALMAHERA.COM— Tak pandang bulu. Itulah watak Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK). Janji Capres 01 Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan kartu pra kerja, dikritiknya. Kata politisi senior Partai Golkar ini, kebijakan tersebut tidak relevan.
“Kebijakan memberikan tunjangan untuk pengangguran hanya cocok diberikan untuk negara maju dengan jumlah penduduk sedikit. Seperti Amerika, Kanada, dan Australia. Namun untuk Indonesia, kebijakan tersebut perlu dikaji lagi,” tegasnya.
Selain itu, kata JK, diperlukan dana tidak sedikit untuk memberikan tunjangan. Pemerintah harus menghitung betul anggaran yang dimiliki supaya tidak membebani APBN.
“Kalau negara seperti Indonesia, anggaran tidak terlalu besar dan penduduk banyak. Tentu harus dihitung. Itu butuh anggaran yang besar,” mantan Ketua Umum Partai Golkar ini.
Meski demikian, JK menilai janji Jokowi memberikan kartu prakerja bagi pemuda lulusan baru yang belum mendapat pekerjaan, hal itu bisa dilakukan pada tahun anggaran berikutnya. Itu pun selama APBN memiliki pos anggaran lebih.
“Kalau ada anggarannya, silakan. Ya nanti kalau ada pembahasan anggaran tahun 2020 baru kita tahu; yang jelas tahun ini belum bisa, anggaran 2019 tidak ada,” terang JK.
Sikap JK terhadap Jokowi ini pun, langsung dikaitkan dengan pertarungan capres. Kritik JK disebut kontroversi. Pasalnya, JK selain wapres, juga sebagai ketua tim pengarah capres 01. Harusnya ‘membela’ petahana, bukan sebaliknya.
Pengamat politik dari Indonesian Public Institute (IPI) Jerry Massie melihat JK seperti bermain politik dua kaki.
“Bahkan bukan hanya politik dua kaki, politik 10 kaki pun dimainkan. Pola politik merpati yang tulus serta politik ular yang cerdik sedang dimainkan maestro politik dari Makassar ini,” ucap Jerry mengutip rmol, Rabu (6/3).
Jerry pun memuji kepiawaian JK sebagai politisi. Salah satunya di 2014 lalu. JK mampu menjadi wapres di dua pemerintahan berbeda. Di masanya Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan masa Jokowi saat ini.
“Tahun 2014 bukti lobi politik cerdas dari JK. Memang dia salah satu maestro politik di era reformasi sampai milenial,” katanya.
Selain itu, Jerry melihat, awal-awal pemerintahan, JK terlihat menempatkan diri sebagai penyeimbang. Namun sejak ada peristiwa 212, menurut dia, pandangan-pandangan JK terkesan berseberangan dengan Jokowi.
“Jangan salah, peran JK di pemerintahan Jokowi tak bisa dipandang sebelah mata,” tandasnya.
Meski demikian, politisi Golkar Firman Subagyo mengatakan, JK merupakan tipe orang yang rasional. Dia bisa tahu mana yang menjadi prioritas dan mana yang bukan.
“Pak JK ini kan pelaku usaha. Beliau tahu lapangan, kondisi keuangan Negara. Mana yang prioritas mana yang bukan prioritas. Jadi pertimbangannya sangat rasionalistis,” kata Firman.
Firman mengaku paham dengan karakter JK, yang pernah menjadi ketua umum Partai Golkar. Menurutnya, JK memiliki sifat dasar yang kritis dan apa adanya.
Sehingga, sekalipun kini JK menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah TKN Jokowi-Maruf, JK tetap apa adanya dan berkomentar jika ada sesuatu yang dianggap janggal.
“Pak JK ini orang baik dan kritis suka menyatakan apa adanya. Beliau ini berbicara berdasarkan fakta-fakta,” pungkasnya.(ind/rmol/fir)