HARIANHALMAHERA.COM–Berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengakhiri kisruh di tubuh PDAM Ternate. Mulai dari revisi Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 11/2022 hingga mediasi. Namun, langkah itu tidak kunjung mampu meredam konflik yang terjadi antara karyawan dengan dewan direksi ini.
Konflik di tubuh PDAM pun tidak hanya membuat Pemkot Ternate bakal kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ada ancaman lebih serius lagi yang bakal muncul.
Yakni terhentinya layanan distribusi air bersih kepada ratusan ribu pelanggan yang selama ini menggantungkan kebutuhan air bersih ke BUMD milik Pemkot itu.
Ancaman ini muncul seiring adanya ancaman pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada ratusan karyawan Perumda oleh Dewan Direksi. Saat ini, tak kurang dari 200 lebih karyawan sudah menerima surat panggilan segera berkantor.
Mereka dipanggil lantaran selama ini memilih berkantor di Skep, bukan di kantor Perumda yang berada di Kelurahan Sangaji, Ternate Utara. Sesuai aturan, jika lima kali berturut-turut dipanggil namun tak kunjung berkantor, mereka pun disanksi, salah satunya di PHK.
Runyamnya lagi, surat teguran pertama ini justeru mendapat belasan perlawanan dari karyawan. Lewat aksi demo menuntut pencopotan dewan direksi kemarin, para karyawan kompak mengembalikan semua fasilitas kantor mulai dari kendaraan oprasional, alat penyetelan air dan lainya.
Hal ini membuat pelayanan air bersih mulai terganggu. Warga di sebagian kelurahan mulai menyaimpaikan keluhan di media sosial soal macetnya air bersih yang sudah berlangsung beberapa hari terakhir.
Kepala Seksie (kasie) Langganan PDAM Ake Gaale Syarif Hoda menyesalkan muncunya surat pemanggilan berkantor sekaligus teguran pertama itu. “Padahal kami berkantor di Skep dan tetap bekerja. Namun selalu ada ancaman dari Dirut seperti sebelumnya pernyataanya lewat media PHK yang jelasnya macam-macam ancamanya,” kesal Syarif.
Para karyawan ini menurut dia bersedia jika tidak digaji sebab hampir sebulan mereka tidak berkantor di Perumda Ake Gaale di Kelurahan Sangaji. “Kami semua siap kalau memang itu keputusan Wali Kota. Tapi kami sayangkan kami ini beda dengan instansi lain,” katanya.
Dia memastikan aksi yang dilakukan para karyawan selama ini tidak di tunggangi, namun murni kehendak karyawan untuk menuntut 14 poin sebelumnya.
Menurutnya, yang menjadi pemicu konflik di Perumda itu adalah Peraturan Walikota (Perwali) nomor 11 tahun 2022 karena di buat tidak melihat kondisi saat ini di mulai dari pendapatan perusahaan.
Kekesalan ratusan karyawan kata dia, merupakan tanggung jawab Wali Kota M Tauhid Soleman selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM). “Sebagai KPM, pak wali semestinya lebih jelih lagi dalam melihat persoalan yang ada di PAM Ake Gaale Ternate,” pintanya.
Sementara itu, Dirut Perumda Ake Gaale Abubakar Adam justeru mempertanyakan aksi para karyawan dengan membawa alat perlengkapan kerja itu. “Kalau mereka kembalikan alat maksudnya apa? Padahal sudah dimediasi di Polres, dan salah satu kesepakatan itu paling utama pelayanan di masyarakat tidak terganggu,” katanya.
Dia mengaku heran dengan tuntutan para karyawan yang meminta pergantian dewan direski. Padahal, sebagian besar tuntutan mereka yang disuarakan lewat aksi demo selama ini sudah diakomodir melalui SK Wali Kota termasuk revisi Perwali 11/2022. “Tapi entah kenapa meminta Direksi harus dicopot,” cetusnya.
Abubakar mengakatan, para karyawan ini tidak menerima lantaran dalam proses mediasi baik di Polres maupun di Disnaker mengarah pada kebijakan agar mereka kembali berkantor.
Dikatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021, menegaskan, jika dipanggil selama 5 hari berturut-turut saat karyawan tidak masuk, maka dikenakan sanksi, termasuk di-PHK. “Kalau tidak lagi ingin bekerja, itu pilihan mereka. Tapi kalau tidak ingin di PHK, maka harus masuk kerja atau minta berhenti saja,” katanya.
Dia juga memastikan akan mengambil langkah hukum jika ada upaya karyawan untuk menghentikan pelayanan air. “Tetap akan dipidana. Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan objek vital,” tegasnya.
Walau begitu, dia meyakini tidak semua karyawan mau di PHK. Dia menuding, ada oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan para karyawan lantaran merasa dirugikan dengan berbagai kebijakan yang dilakukan dewan direksi termasuk didalamnya sistem pembayaran.
“Jadi mereka mengambang kemana-mana. Padahal sudah jelas awal proses pembayaran lewat non tunai dan sekarang sudah lewat Bank. Inilah yang menjadi ketidaknyamanan beberapa oknum. Kemudian insentif juga dikurangi dan Wali Kota sudah mengambil kebijakan, berarti sudah selesai,” pungkasnya.
Dengan dikembalikanya fasilitas kantor, terutama kendaraan operasional sperti mobil tanki, Abubakar pun mengakui khawatir akan terganggungnya pelayanan air bersih.
“Sekarang yang dikhawatirkan soal distribusi air, sebab mobil tangki sudah dikembalikan. Itu artinya sudah tidak bisa melayani. Untuk itu, langkah berikutnya harus merekrut sopir,” ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota menegaskan penyelesaian konflik di Perumda kini dikembalikan sesuai mekanisme yang berlaku di perusahaan itu sendiri. “Mekanisme perusahaan yang berlaku karena semua ada prosesnya,” kata Tauhid, Senin(11/12).
Selaku KPM, Tauhid sudah memenuhi semua tuntutan karyawan. Apabila kisruh itu terjadi kembali, maka ini tanggung jawab Direksi selaku pimpinan untuk menyelesaikan masalah tersebut. “Itu nanti Direksi yang tanggung jawab,” tegas Tauhid.
Ia sendiri mengaku sering monitoring apa yang terjadi di Perumda. Sehingga jika ada permasalahan yang muncuk lagi, maka diserahkan sepenuhnya kepada dewan Direksi.
Sementara mengenai surat panggilan berkantor kepada karyawan, itu adalah surat peringatan. Sebab, hampir satu bulan mereka tidak berkantor di kantor Perumda di Sangaji. “Itu kan langkah perusahaan, dan semua perusahaan sama berlaku seperti itu. Kalau saya maunya diselesaikan secara baik-baik di internal,” ujarnya.(par/pur)