HARIANHALMAHERA.COM– Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda (LBH GP) Ansor Ternate, mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memanggil Walikota Tidore Kepulauan, Muhammad Sinen, untuk minta klarifikasi soal dugaan kuat mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam aksi politik menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) Kota Sofifi yang digelar beberapa waktu lalu di Kedaton Kesultanan Tidore.
Selain itu, LBH GP Ansor juga mendesak Kapolda Malut Irjen Pol. Waris Agono untuk tindak Koordinator Presidium Rakyat Tidore atas aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Malut pada Rabu 23 Juli 2025 kemarin yang berujung ricuh dan menimbulkan gangguan terhadap jalannya roda pemerintahan.
Ketua LBH GP Ansor Ternate, Zulfikran A. Bailussy, SH, menilai bahwa dugaan keterlibatan ASN dalam aksi politik merupakan bentuk pelanggaran terhadap asas dan netralitas yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN serta Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang disiplin PNS.
“ASN tidak boleh dijadikan alat politik oleh kepala daerah, apalagi untuk mengintervensi isu strategis seperti DOB,”katanya, Kamis 24 Juli 2025.
Ia menegaskan jika memang benar terjadi mobilisasi ASN dalam aksi politik, maka ini bukan hanya pelanggaran etika, tapi juga bentuk pelanggaran yang berat, karena penyalahgunaan kekuasaan.
Aksi yang awalnya mengangkat penolakan terhadap DOB Sofifi itu berubah menjadi konfrontatif lanjutnya, telah berujung pada saling serang antar massa, yakni antara kelompok penolak dan pendukung pemekaran.
“Untuk itu kami minta Negeri Dalam Negeri, Tito Karnavian segera panggil Walikota Tidore Kepulauan, Muhammad Senen untuk dimintai klarifikasi atas dugaan keterlibatan ASN dalam aksi penolakan DOB Sofifi,”desaknya.
Ia mengaku LBH Ansor menyesalkan tindakan sepihak dari massa aksi yang turut menggeruduk rumah Kepala Desa Balbar di Sofifi, serta menciptakan ketegangan horizontal di tengah masyarakat yang selama ini hidup berdampingan secara damai.
“Apa yang terjadi di Sofifi hari ini telah mengganggu efektivitas pemerintahan dan stabilitas sosial, oleh karena itu kami mendesak Kapolda Maluku Utara untuk segera panggil dan periksa koordinator Presidium Rakyat Tidore sebagai penanggung jawab aksi tersebut,” tukasnya.
Menurutnya, hak menyampaikan pendapat dijamin oleh konstitusi dan undang-undang, namun tidak boleh dilakukan dengan cara yang melanggar hukum dan menciptakan potensi konflik di masyarakat.
“Menyampaikan aspirasi adalah hak, tapi jika disertai tekanan, ancaman, atau mengganggu jalannya pemerintahan, itu sudah masuk ke ranah pelanggaran hukum,” tegasnya.
LBH GP Ansor juga menekankan bahwa pembentukan DOB Sofifi merupakan bagian dari mandat konstitusional, jadi harus diproses secara objektif dan adil, bukan digiring oleh sentimen politik lokal yang emosional dan penuh tekanan.
“Isu DOB Sofifi jangan dijadikan alat propaganda atau ajang pencitraan, baik oleh pejabat daerah maupun kelompok kepentingan, karena Rakyat butuh pelayanan publik yang lebih baik, bukan konflik antar saudara,”pungkasnya.(red/par)