Ternate

Program 100 Hari Kerja belum Maksimal

×

Program 100 Hari Kerja belum Maksimal

Sebarkan artikel ini
Walikota dan wakil walikota Ternate terpilih (Foto : net)

HARIANHALMAHERA.COM–Selasa (3/8) kemarin, genap 100 hari Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ternate M Tauhid Soleman-Jasri Usman (TULUS) bertugas. Tauhid mengakui, selama tiga bulan lebih itu, lima program skala prioritas yang masuk dalam program 100 hari kerja mereka, memang masih terdapat kekurangan dan kelemahan.

Namun, tak sedikit dari program kerja yang menjadi skala prioritas di awal tugas mereka yakni penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi, penanganan sampah, air bersih dan menjadikan Ternate menjadi kota inklusif sudah terlaksana.

“Beberapa kebijakan dalam program tersebut sudah terlaksana melalui OPD-OPD yang ada, baik secara tehnik di lapangan dan baik ketersediaan dukungan regulasi yang kita sudah lakukan perbaikan di awal kerja ini,” terang Tauhid.

Keberhasilan dari peleksanaan program pioritas 100 hari kerja ini, sudah terakomodir secara positif di RPJMD Ternate tahun 2021-2026, yang telah disusun secara sistematif dan terencana. Bahkan sudah melewati beberapa kaidah perencanaan, mulai dari konsultasi publik dan sebagaiannya yang kemudian terimplementasi dari kegiatan OPD-OPD dalam RPJMD di setiap tahunnya.

“RPJMD itu akan di brack down  melalui RKPD setiap tahunnya, dan media juga bisa mengetahui progres kerja-kerja itu langsung meminta data ke OPD-OPD. Sehingga dari hasil mengumpulkan data kita akan mengetahui hasil yang di capai,”pungkasnya.

Namun, bagi ketua Komisi II DPRD Kota Ternate, Mubin A Wahid, program 100 hari kerja TULUS justeru dianggap gagal diwujudkan. Selain disampaikan tidak terperinci, program ungulan yang dicanangkan tidak memiliki ukuran standar yang jelas, bahkan capaiannya tidak pernah dirasakan,.

Dia mencontohkan penanganan covid-19 mislanya. Dimana, dari total anggaran refocusing sebesar Rp 47 miliar, namun serapan anggaran masih kecil.

Di Dinkes saja, dengan anggaran sebesar Rp 23 miliar, yang baru dicairkan sebesar Rp 1,7 miliar. Begitu juga di Satgas Covid dari total anggaran Rp24 milyar, yang sudah dicairkan sebesar Rp 12 miliar.

“Kalau dilihat dari sisi anggaran berarti belum ada capaian yang berarti. Karena dukungan anggaran mempengaruhi realiasi kerja di lapangan. Selama ini Pemkot hanya mengakatan beres-beres tapi tidak ada tolak ukur sama sekali,” bebernya.

Begitu juga permbedayaan usaha mikro kecil di masa pandemi, juga tidak ada satu program terlihat sama sekali. “Coba lihat Dinas Koperasi jalan tidak programnya, Disperindag tahun 2021 ini apa yang sudah di jalanakan. Padahal disituasi covid-19, UMKM tersebut sangat urgen,”sambungnya.

Pelaksanan APBD juga dalam program kegiatan juga tidak jalan, refocusing juga tidak jalan, yang bersumber dari DAU sebesar Rp20 milyar yang diminta oleh kementerian.

Itu dari aspek belanja, sedangkan dari aspek pendapatan sampai dengan Juli, capaian PAD baru 40 persen. Banyak objek-objek pendapatan juga yang tidak bisa digarap. Bahkan desain dari aspek pendapatan sangat tidak maksimal, belum dari aspek belanja.

“Bagaimana mau buat belanja. Belanja rutin saja yang bersifat normatif seperti gaji. Belum TPP terlambat dua bulan, bagaimana mau jalan kalau refocusing saja tidak pernah selesai sampai hari ini, akhirnya belanja operasional, di setiap kelurahan semua hampir belum selesai, belum lagi insetfi RT/RW yang belum di bayar. Terus apa dimaksud dengan optimalisasi APBD ? nonsense, kosong tidak ada,”tegasnya.

Dia juga menilai pelayanan air bersih pun masih banyak belum terjawab. Seperti pelayanan air bersih di daerah ketinggian, kelurahan juga banyak air yang tidak jalan.

Begitu juga soal persamlahan, hanya sebatas launching namun sampai sekarang tidak jalan. “Terus soal drainase hujan deras di Bastiong itu juga tidak tertangani secara baik. Sehingga secara totalitas, program 100 hari kerja yang dicanangkan tidak memiliki ukuran standar yang jelas, bahkan capaiannya tidak pernah di rasakan,” sebutnya.

Mubin mengatakan, ukuran capaian kinerja kepala daerah seharusnya dilihat dalam waktu lima tahun, sehingga tidak perlu kejar – kejar program 100 hari kerja.

Akibatanya, TULUS yang seharusnya menyelesaikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 40 hari pasca dilantik sebagaimana yang diaur dalam Permendagri 86, ternyata molor hingga 100 hari.  “Jadi jangan dulu bicara program kegiatan dulu, kalau RPJMD saja belum jelas. Ingat visi-misi kepala daerah itu tertuang semua dalam RPJMD,” ujaranya.

Wakil Ketua Dewan Kota (Dekot) Ternate, Heny Sutan Muda menambahkan, penjabaran program 100 hari kerja tidak semata-mata harus menunggu anggaran. Paling tidak ada terobosan atau inovasi terutama dalam hal pelayanan dasar seperti persampahan dan air bersih.

Politisi Demokrat ini menilai pemulihan ekonomi khususnya pelaku UMKM di masa pandemi Covid-19 oleh Pemkot masih stagnan. Padahal Pemkot mestinya turun langsung ke pelaku usaha yang masih banyak mengeluh.

“Misalkan di Toranoate yang merupakan mitra dan juga dikelola pemerintah juga itu pendapatannya anjlok. Dalam satu hari pendapatannya hingga Rp. 1 juta sekarang tidak sampai. seharusnya pemerintah berfikir itu. kalau mau kita bicarakan bersama dengan DPRD,”bebernya.

Wakil Ketua II Djadid Ali menambahkan, sebagai orang yang lama bertugas di Pemkot dan memahami dinamika di Ternate, Tauhid seyogyanya tidak kesulitan dalam menuntaskan program 100 hari kerja.

Yang terjadi justeru sebalaiknya. Dia encontohkan maraknya pungutan liar di kawasan pasar.

Belum lagi keluhan masyarakat khususnya di Batang Dua, Moti dan Hiri yang diperlukan adanya sentuhan langsung pemerintah, terutama sarana dan prasarana baik pendidikan dan kesehatan. (tr4/pur)

 

14 PROGRAM PRIORITAS

TULUS SELAMA 5 TAHUN

  1. Pengembangan iklim usaha yang kondusif serta peningkatan daya saing industri kreatif, UMKM dan IKM.
  2. Pembangunan infrastruktur dasar pada wilayah Batang Dua, Hiri, dan Moti (BAIM)
  3. Mendorong kemudahan akses pasar bagi masyarakat wilayah BAIM.
  4. Optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah.
  5. Pemingkatan kualitas pelayanan publik.
  6. Pembinaan apartur sipil negara (ASN) yang profesional.
  7. Perlindungan dan pelestarian cagar budaya.
  8. Membangun dan menghidupkan entitas keragaman Sosbud masyarakat.
  9. Revitalisasi dan penataan pola ruang kota yang berkelanjutan.
  10. Industrialisasi pengolaan sampah secara partisipatif.
  11. Konservasi sumber daya air.
  12. Literasi dan mitigasi kebencanaan.
  13. Pengembangan kota sebagai pusat informasi dan konsolidasi barang/jasa.
  14. Revitalisasi dan penguatan peran BUMD

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *