Ternate

Warga Mangga Dua Laporkan Dugaan Mafia Tanah di BPN

×

Warga Mangga Dua Laporkan Dugaan Mafia Tanah di BPN

Sebarkan artikel ini
ILUSTRASI : Demo warga Mangga Dua Utara beberapa waktu lalu terkait status lahan yang mereka tempati (Foto : Suparman Pawah/Harian Halmahera)

HARIANHALMAHERA.COM–Penolakan aktivitas reklamasi yang dilakukan PT. Indo Alam Raya Lestari milik Budi Liem di Kelurahan Mangga dua Pantai tepatanya depan pelabuhan Semut, berujung pada proses hukum

Kemarin (23/5), 50 kapala keluarga (KK) yang menempati area itu melalui kuasa hukumnya melaporkan dugaan mafia tanah yang dilakukan oknum petugas di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ternate.

BPN Kota Ternate diketahui menerbitkan sertifikat hak milik (SHM) atas nama Andi Cakra dengan luas lahan 9.900.33 meter persegi. Menurut warga, lahan tersebut masuk dalam kawasan laut yang ditimbun dan ditempati. Sehingga bisa diterbitkan SHM.

Kuasa Hukum warga Mangga Dua, Agus Salim R. Tampilang mengatakan, tindakan yang dilakukan pegawai BPN Ternate dan Andi Cakra merupakan perbuatan melawan hukum.

“Kami melaporkan di Kejaksaan Tinggi karena sertifikat tersebut kami sangat diragukan. Menurut kami, laut itu bukanlah objek sertifikat. Sertifikat bisa berdiri hanya dua yaitu di atas bangunan yakni rumah dan di atas tanah bukan laut,” tegasnya Senin (23/5).

Menurutnya, penerbitan SHM di atas laut, sangat bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960, PP nomor 61 tahun 2016 tentang daerah sepadan. “Daerah sepadan itu pesisir pantai, tidak dimiliki siapapun,” bebernya.

Penerbitan sertifikat ini juga bertentangan dengan UU nomor 7/2007 tentang pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau terluar, dimana dalam UU ini menyebutkan bahwa perorangan tidak bisa memiliki pesisir pantai dan pulau-pulau secara pribadi.

“Namun anehnya di situ bisa diterbikan sertifikat. Ini bertentangan dengan rancangan tata ruang wilayah kota ternate karena itu adalah laut dan namanya laut tidak bisa terbitkan sertifikat,” sesalnya.

Agus juga menegaskan, ada 50 KK yang menempati area itu, sehingga puluhan warga ini melaporkan dengan dasar lahan tersebut sudah puluhan tahun ditempati.

“Namun pada tahun 2001 ada muncul sertifikat dengan katanya pada tahun 2003 itu sudah dibuat sertifikat oleh Andi Cakra. Hal itu mereka merasa terusir makanya mereka melaporkan supaya mengetahui mekanisme proses sertifikat ini seperti apa,”ujarnya.

Dia meminta Kejati Malut untuk serius mengusut masalah ini, karena ada unsur tindak pidana.  Warga juga meminta masalah ini menjadi perhatian khusus Pemkot, karena  jelas lahan yang di tempati itu adalah lahan warga Kota Ternate yang telah mendiami lahan tersebut.

“Makanya Pemerintah Kota Ternate segera konfirmasi dengan Dinas Tata Ruang Kota Ternate untuk terbitkan sertifikat di situ, dan apakah pertanahan pernah konfirmasi dengan pihak tata ruang atau tidak,” tegasnya.

Terpisah, Kasi Penkum Kejati Malut, Richard Sinaga menegaskan laporan warga ini akan nantinya akan ditangani  langsung bidang intelejen Kejati Malut. Pihaknya juga akan melakukan telaah terkait data-data yang diajukan warga saat melapor. “Kita pelajari baru akan kita respons selanjutnya seperti apa dan bagainana,” terangnya.

Sebelumnya,  BPN Ternate,  memastikan lahan di Mangga Dua Siantan, saat ini berstatus lahan milik perorangan. Lahan yang direncanakan  akan dibangun gudang modern statusnya telah berkekuatan hukum, atau telah bersertipikat yang diterbitkan BPN

” Jadi status lahan di Mangga Dua yang sempat timbul polemik apakah berstatus HPL atau HGB itu, berdasarkan penelusuran BPN sudah diterbitkan sertipikat sejak tahun 1980, dan itu milik perorangan,” tegas Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran, BPN Ternate, Rio Kurniawan, belum lama ini.

BPN lanjut Rio, pada prinsipnya hanya sebatas pemberian Hak Atas Tanah (Sertipikat). Soal kedepan nantinya digunakan untuk apa, merupakan kewenangan pemilik lahan, ataupun Pemkot Ternate terkait penerbitan izlin, apakah untuk pembangunan gudang atau toko.

” Prinsipnya  pemberian hak atas tanah tentunya juga sudah sesuai, dan tidak ada sengketa diatas lahan tersebut. Misalkan ada lahan pada sempadan kali/pantai, tentunya Pemda yang berwenang memberikan Ijin mendirikan bangunan (IMB) atau tidak,”  ungkapnya.

Diketahui, lahan seluas 1,7 hektar di kawasan PT. Siantan yang berhadapan dengan pelabuhan Semut Kelurahan Mangga Dua, yang direncanakan bakal dibangun gudang modern oleh pihak pengembang itu, sempat menuai aksi protes warga setempat.

Mereka mendesak Wali Kota Ternate, M Tauhid Soleman, mencabut izin pembangunan di area pemukiman warga RT 03, RT 04, RT 05, dan RT 14.

Pasalnya, aktivitas penimbunan yang dilakukan di lahan tersebut, untuk  membangun gudang modern multiguna,  membuat warga setempat sengsara.

Ini mengingat  dengan adanya proyek tersebut, membuat mereka terkena dampak banjir, apalagi area tersebut merupakan kawasan hutan mangrove yang mulai ditebang.(par/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *