HARIANHALMAHERA.COM–Sudah jatuh tertimpa tangga pula. itulah nasib sejumlah orang tanpa gejala (OTG) yang menjalani karantina di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) yang berlokasi di Kelurahan Rum, Kecamatan Tidore Selatan, Kota Tidore Kepulauan (Tikep).
Bagaimana tidak, ditengah ketidakpastian kapan akan keluar dari tempat karantina, mereka pun diduga mengalami keracunan usai mengkonsumsi makanan dari gugus tugas.
Dahrul Ahmad, salah satu pasien karantina mengaku peristiwa itu terjadi Sabtu malam (11/7). “Sebenarnya makanan yang disiapkan pihak gugus sudah dikeluhkan beberapa hari kemarin,” katanya kepada Harian Halmahera, Minggu malam (12/7).
Menu makanan yang disediakan gugus, yakni nasi setengah matang, kuning telur rebus sedikit berair. “Menu makanan seperti itu sudah terjadi sekitar dua hingga tiga kali,” katanya.
Dahrul mengaku telah menyampaikan perihal tersebut ke petugas medis. “Dorang (tim medis) bilang, oh saya, nanti torang (kami) sampaikan ke tukang masak supaya dorang (mereka) bikin (makanan) kasi bae-bae,” akui Dahrul menirukan ucapan petugas medis di LPMP.
Namun menu makanan yang dinilai tak layak dikonsumsi itu, kembali terjadi hingga puncaknya pada Sabtu malam. “Tadi malam, OTG yang makan ikan itu mengeluh. Dorang bilang, ikan gatal. Bahkan yang lain so tidak mau makan,” katanya.
S, salah rekan Dahrul yang juga OTG, mengaku usai makan makanan yang disediakan, dia sempat merasa mual hingga muntah. “Semua makan yang saya makan tadi keluar semua,” katanya.
Bukan hanya S. salah satu pasien berinisial T pun mengalami hal yang sama. Melihat itu, Dahrul pun memungut muntahan S dan T, lalu membawa masuk ke dalam ruangan untuk mencari tahu penyebabnya.
“Saat itu orang-orang semua berkesimpulan, mungkin di makanan. Karena dua orang muntah, yang lain rasa mulutnya gatal-gatal. Bahkan satu orang itu mulutnya gatal sampe bangka,” katanya.
Setelah melayangkan protes, petugas di LPMP mengaku akan menyampaikan ke juru masak. “Karena katanya dorang (juru masak) hanya bertugas masak saja. Ikan juga dibeli. Jadi nanti dicari tahu dulu,” tutur Dahrul.
Pasca kejadian itu, menu makanan yang disajikan kepada 32 OTG di LPMP tersebut mulai berubah. “Kematangan nasi so boleh dan ikannya diganti ayam,” katanya.
Sementara, Wakil Wali Kota (wawali) Tikep, Muhammad Sinen berdalih yang dialmi pasien sejumlah OTG bukan keracunan. “Itu salah informasi. Bukan keracunan ikan, tapi dia (OTG) boboso (pantangan) makan ikan madidihang. Ikan tuna,” dalih Wawali.
Menurut pria yang akrab disapa Ayah Erik ini, dalam peristiwa itu, ada satu pasien yang sedikit bawel, tanpa dasar menyampaikan kronologi peristiwa. “Jadi bukan dua orang (yang keracunan hingga muntah). Tapi satu orang saja. Saya sudah dapat informasinya,” tegasnya.
Namun hal itu dibantah Dahrul. “Kalau boboso kan tara mungkin torang makan tara. Dan satu orang yang makan ikan sampe muntah itu orang Jawa. Jadi boboso bagaimana,” sesalnya.
Hingga berita ini dimuat, Juru Bicara Satuan Gugus Tugas Covid-19 Tikep, Saiful Salim, belum berhasil dihubungi. Pesan WhatsApp tak kunjung dibaca. Panggilan yang dituju di luar jangkauan.
Keluhan juga datang dari Ketua DPRD Provinsi Malut Kuntu Daud. Politisi PDIP yang pernah dinyatakan postifi Covid-19 itu menyesalkan pelayanan yang dilakukan gugus tugas Covid-19 Malut. Pasalnya, sejak dia dinyatakan positif hingga sembuh, tidak pernah diberikan obat dari gustu.
“Saya pergi rapid sendiri, bawa mobil sendiri, pergi swab sendiri, sampai mereka vonis saya positif Corona,” kata Kuntu, via Telpon, Minggu (12/7).
Sejak menjalani karantina mandiri di rumah, dia mengaku pernah berkomunikasi dengan Karo Humas Malut, Mulyadi Tutupoho yang berjanji akan mengantarkan obat penambah imun ke rumah. “Sampai saya rembuh saya tidak pernah melihat obat itu ,” ungkapnya.
Wakil Ketua III Gustu Malut ini juga menyampaikan, obat yang diai minum setiap hari bukan dari gugus tugas melainkan dari Wali Kota Tikep Ali Ibrahim, Sultan Tidore, Husain Alting Sjah, Dokter Arend L Mapanawang di , Kapolda Malut, Brigjen Pol Rikwanto, dan Ketua Komisi III Deprov Malut. “Selama sakit, hanya 5 orang ini yang berikan saya obat, bukan dari gugus tugas,” cetusnya.
Dia menilai, jika selaku pimpinan Dewan saja tidak ada perhatian serius dari gugus tugas, bagaimana dengan masyarakat biasa. “Setidaknya selaku pimpinan harus ada pelayanan bukan dibiarkan. Tidak mungkin saya bermohon untuk meminta obat ke gugus tugas, kan mereka tahu saya sakit,” kesalnya.
Dilain tempat, sebanyak tujuh pengajuan Rencana Kerja Belanja (RKB) tahap dua yang belum disahkan oleh bidang akuntabilitas GTPP Covid-19 Malut. Kordinator bidang akuntabilitas GTPP Covid-19 Malut, Ahmad Purbaja mengatakan ini disebabkan karena pengajuan RKB tahap dua oleh tujuh itu perlu membandingkan dengan kegiatan RKB tahap satu sebagai bahan evaluasi untuk rumusan kegiatan di RKB tahap dua.
Sebab, pada saat pengajuan RKB tahap dua, ada yang melebihi sisa realisasi relokasi DTT (data tak terduga) Covid-19, akibatnya harus disesuaikan kembali. “Artinya total penyerapan dan sisa penyerapan akan tidak mencukupi kebutuhan per masing-masing bidang, sebab ada kegiatan bidang-bidang juga sudah terakomodir di bidang-bidang yang lain untuk menghindari tumpang tindih kegiatan,” kata Purbaya .
Ia menjelaskan, yang sudah disahkan oleh akuntabilitas sesuai dengan yang telah diajukan adalah, bidang Penanganan yang membawahi (Dinas Kesehatan dan RSUD Bosoirie Ternate), Bidang Sekretariat, Bidang Pemulihan dan Bidang Humas. “Tinggal ditandatangani Kaban Keuangan,” katanya.
Sedangkan bidang-bidang yang belum mengajukan dikarenakan ada kegiatan yang tidak relefansi lagi dengan pemberlakuan New Normal atau tatanan baru. Namun ada juga kegiatan yang sudah terakomodir di bidang-bidang lain sehingga kegiatan bidang saling menyesuaikan untuk menjalankan kegitan.
“Yang sudah selesai direviw oleh Akuntabilitas sudah diserahkan ke Kaban keuangan dan telah ditandatangani untuk pembayaran sesuai dengan kebutuhan permintaan tinggal teknisnya antara bidang dan bendahara DTT,” jelasnya.(lfa/kho/pur)