Oleh: Loren Vinoltia,
(Mahasiswi Universitas Andalas, Sastra Minangkabau)
Kenagarian Painan merupakan kawasan penangkapan ikan yang terletak di Kabupaten Pesisir Selatan. Kadangkala produksi ikan di kawasan ini sangat rendah.Masyarakat percaya hal ini disebabkan oleh kekuatan gaib. Sehingga mereka melakukan upacara “tolak bala”.salah satu kearifan lokal masyarakat minangkabau khususnya kenagarian painan yang terletak 84 km dari kota padang dan ibu kota Kabupaten Pesisir Selatan sebahagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagian nelayan.Tantangan hidup sebagai nelayan dengan penghasilan yang tidak Selalu baik telah menjadi faktor pendorong bagi masyarakat nelayan untuk melakukan upacara “tolak bala”.Kenagarian Painan terletak dalam Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan Propinsi Sumatera Barat.
Sebelah utara berbatasan dengan Kenagarian Salido, sebelah Selatan berbatasan dengan Kenagarian IV Koto Hilir Kecamatan Batang Kapas, Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia dan sebelah Timur berbatasan dengan Bukit Barisan dan Kenagarian IV Koto Mudik Kecamatan Batang Kapas. Di Kenagarian Painan terdapat Sungai Batang Air. Hulu sungai ini adalah air terjun Timbulan yang memiliki ketinggian tujuh Tingkat. Sekitar 150 meter ke arah laut terdapat Pulau-pulau antaranya Pulau Cingkuk yang Terdapat kuburan dan benteng peninggalan Portugis.
Kemudian Pulau Penyu dan Pulau Batu Putih. Pulau ini objek wisata domistik dan asli Kondisi daerah “pasiah” Nipah dan Painan Selatan tanahnya sukar ditanami palawija.Struktur sosial dan kekerabatan di Kenagarian Painan tidak berbeda dengan kawasan lain di Minangkabau yaitu sistem matrilineal.Anak mengikut garis keturunan ibunya. Kesatuan kecil adalah “saparuik” kepentingan keluarga di luruskan oleh “mamak” merupakan gabungan dari beberapa paruik yang dipimpin oleh seorang penguhulu. DiKenagarian Painan terdapat 14 penghulu dari 5 suku (SukuTa Caniago, Melayu, jambak dan Panai).
Deskripsi upacara tolak bala itu Awal mula upacara Awal mula upacara “tolak bala”dari keyakinan masyarakat tentang akan adanya kekuatan di luar diri manusia.Makhluk gaib tersebut mampu mempengaruhi kehidupan manusia.Sehingga manusia harus bisa menjaga supaya makhluk tersebut tidak murka dan maraj akan perbuatan manusia, walaupun manusia telah berusaha menjaga akan tetapi kesalahan tetap saja terjadi karena ketidaksengajaan.Makhluk tersebut bisa di sebut dengan antu lauik atau jin lauik.’Antu lauik hidup dan berketurunan di lauik,ikan-ikan di lautan dapat hidup dan berkembang Biak atas pantuan pemerintah antu lauik.Mitos ‘antu lauik’ hubungan dengan kehidupan sebelum manusia Menempati kawasan pantai.Ikan-ikan dan Makhluk mengakui ‘Antu lauik’ sebagai raja mereka.
Kemauan raja adalah perintah. Ikan di lautan merasakan kehidupan yang mengenakkan. Ketika manusia datang dan tanpa menyadari adanya pemilik lautan langsung mengambil ikan.Antu lauik mengetahui Kejadian ini sangat marah. Ikan yang dimasak dalam belanga Terbang ke lauik.Berbulan-bulan ikan di laut tak berhasil ditangkap masyarakat Painan, sampai hampir Semua manusia di pesisir mengalami kelaparan.Bahkan diantaranya mengalami kematian. Pada saat dikubur berubah menjadi ikan terbang dan kembali ke lauik,itulah mitosnya.Tujuan “Tolak Bala”Tujuan diselenggarakannya upacara tolak Bala bergantung pada masalah-masalah yang dirasakan nelayan. Apabila terjadi petaka-cedra di laut maka tujuan upacara adalah menyampaikan permintaan maaf dan memohon perlindungan kepada kekuatan gaib laut.
Nelayan Painan percaya bahwa kekuatan gaib tersebut dapat mengganggu kelancaran nelayan ketika menangkap ikan di laut. Ikan-ikan yang biasa hidup di sekitar laut Painan ditakut-takuti penghuni laut sehingga tak berani keluar dari terumbu karang tempat bertelur dan berlindung ikan-ikan terpada orang-orang yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan makhluk gaib.Persiapan “upacara tolak bala” Upacara tolak bala di mulai dengan adanya desas desus bahwa terdapatnya malapetaka Pada masyarakat nelayan.
Pembicaraan-pembicaraan informal ini kemudian menjadi satu pokok persoalan dan dibicarakan secara serius oleh pemimpin adat dan pemimpin formal melalui musyawarah tentang perlunya diselenggarakan upacara. Kesepakatan kemudian menghasilkan kebijaksanaan untuk membentuk panitia penyelenggaraan upacara. Biasanya yang Menjadi panitia adalah mereka yang dengan Sukarela mau menyumbangkan tenaganya bagi Kesiapan upacara. Setelah panitia terbentuk Maka mereka mempersiapkan rancangan pelaksanaan upacara. Seperti upaya untuk pengumpulan dana bagi pelaksanaan upacara dan persembahan-persembahan yang akan diberikan pada makhluk laut.
Diantara persembahan tersebut adalah pemotongan hewan dan kelengkapan untuk upacara yang lainnya yang berupa bermacam-macam jenis daun-daunan. Penarikan dana dilakukan terhadap semua pihak mulai dari buruh nelayan, pemilik alat tangkapan.Seterusnya ditentukan waktu pelaksanaan upacara. Biasanya dalam hal menentukan waktu upacara diminta nasehat dari pimpinan adat maupun pimpinan agama dengan pertimbangan hari baik atau hari yang tidak tepat untuk pelaksanaan.
Selain itu juga dipersembahkan jenis daun-daunan berupa bunga rampai dengan daun sikumbang, sikarang, sitawar dan sidingin.Bunga rampai terdiri dari bunga yang harum seperti melati, mawar, daun pandan, dan daun Sereh. Bunga dan daun ini melambangkan kebahagian dan kemakmuran. Sedangkan ‘Sitawa’ dan ‘sidingin’ gunanya untuk menghilangkan kemarahan ‘antu lauik’ Diletakkan dalam mampan besar. Demikian pula semua peserta upacara mempersiapkan bunga Rampai untuk upacara tolak bala.
Semakin Besar hewan persembahan yang diberikan dan Semakin banyak bunga rampai dibawa untuk Kemungkinan besar akan hilangnya kemarahan makhluk gaib ini.Waktu dan Tempat Penyelenggaraan Pelaksanaan upacara ‘Tolak Bala’Tidaklah Terjadwal. Semuanya disesuaikan dengan keadaan yang dirasakan masyarakat nelayan.
Jika nelayan merasakan ada sesuatu keanehan atau petaka seperti berkurangnya hasil tangkapan ikan nelayan secara serentak. Begitu pula musibah badai yang mengakibatkan nelayan terkena bencana di lautan pecahnya kapal menangkap ikan dan kematian nelayan. Sehingga Persiapkan dalam dua bulan. Dengan lokasi Upacara di tepi laut.Pihak-Pihak yang terlibat dalam upacara tolak bala melibatkan seluruh masyarakat kenagarian painan.Mulai dari nelayan sampai pimpinan kenagarian painan.Pelaksanan hari upacara ‘Tolak Bala’ Pada hari yang ditentukan seluruh masyarakat berkumpul di lapangan mesjid.
Setelah Seluruh kelengkapan upacara seperti persembahan dan ramuan daun daunan terkumpul maka dimulailah upacara. Peserta upacara berjalan menyusuri pantai kemudian berhenti disuatu tempat. Pada saat itu tetua pasir memimpin upacara dengan membaca salawat dan diiring oleh seluruh peserta upacara. Setelah pembacaan setelah dilaksanakan penyembelihan ternak yang telah dipersiapkan-biasanya hewan yang dipersembahkan adalah kambing.Setelah ternak disembelih maka semua ramuan dan ternak itu dibuang ke tengah laut dengan bantuan kapal.
Setelah kembali mengantarkan persembahan dan menaburkan bunga-bunga di laut peserta upacara dengan pimpinan ‘Tuo pasia’ berdoa.Pantangan-pantangan yang perlu di Taati dalam upacara Tolak bala Manusia dalam hal ini adalah makhluk yang nyata dapat dilihat sedangkan Makhluk tersebut tidak dapat dilihat dengan Indra. Sehingga kadang terjadi perbenturan anatra kehidupan manusia dan ‘antu lauik’ cara tidak sengaja telah menyentuh atau merusak tatanan kehidupan makhluk halus ini baik berupa ucapan dan perilakunya seperti penggunaan kata-kata kotor dan nada sombong.Begitu pula perbuatan yang tidak baik/tidak bermoral.(**)