HARIANHALMAHERA.COM–Melihat tren peningkatan kasus Covid-19 di Kota Ternate yang kini menjadi episentrum penyebaran Covid-19 di Malut, maka upaya rapid test kepada mereka yang kontak erat dengan pasien positif, dianggap sudah tidak lagi efektif.
Direktur LSM Rorano Malut, Asghar Saleh menuturkan, rapid test mestinya membantu upaya pemutusan rantai penularan. Namun tidak demikian karena mereka yang reaktif harus menunggu pengambilan swab. “Yang sudah di swab juga harus menunggu hasil pemeriksaan
laboratorium,” katanya.
Ketiadaan Laboratorium PCR sejak awal diakui memang sudah jadi masalah dalam mempercepat penegakan diagnostic. Apalagi, fasilitas TCM (Tes Cepat Molekuler) juga terbatas jalannya. “Belum lagi cartridge yang habis.
Penumpukan dan waktu tunggu yang lama membuat upaya tracking dengan prioritas menemukan kontak pada 72 jam pertama menjadi sia sia,” katanya.
Apalagi mereka yang rapid test yang hanya dikarantina mandiri sesuai laporan warga, tidak dijalankan secara sungguh-sungguh sehingga ada kemungkinan kontak meningkat lagi.
“Akhirnya tujuan rapid test sebagai skrinning awal untuk mempercepat penegakan diagnostic menjadi tidak efektif,” katanya.
Menyikapi kondisi seperti ini, maka diperlukan solusi jangka pendek untuk yakni dengan tidak lagi melakukan rapid test melainkan langsung dengan swab test. “Karena rapid test hanya mengulur waktu dan tidak lagi efektif memutus mata rantai penularan mengingat transmisi lokal di Ternate sudah sangat banyak dan tidak terkontrol,” katanya.
Selain itu, swab test yang butuh VTM (Viral Transported Medium), lebih murah harganya dibanding membeli kit untuk rapid test.
Jikalaupun ada keinginan melakukan rapid test massal, maka segera dilakukan di fasilitas public. “Rapid test di Labkesda sebaiknya dikurangi terkecuali untuk membantu mereka yang butuh rekomendasi melakukan perjalanan. Kemudian tenaga analis dapat dilatih untuk pengambilan spesimen saat swab,” katanya.
Untuk mempercepat pemeriksaan spesimen dan tidak menumpuk di Ternate, maka pemeriksaan melalui TCM harus dilakukan dengan system zonasi di beberapa RSUD. Artinya, tidak hanya terfokus di RSUD dr Chasan Bosoirie (CB) Ternate.
“Misalnya RSUD Tobelo bisa menangani Morotai, Halut, Haltim dan Halteng, Sedangkan RSUD Sanana bisa menangani wilayah Sula. RSUD CB menangani Ternate, Tidore, Halbar dan Halsel sekaligus untuk spesimen follow up sehingga mereka yang menunggu sembuh tidak
lama menunggu,” katanya.
Rorano meminta agar Pemda dan Gugus Tugas mendasari rencana kerja pada analisa Epidemiologi Covid dengan melibatkan para ahli sehingga skema percepatan penanganan Covid dapat dilaksanakan secara terukur dan transparan.
“Hindari polemik dan perbedaan pendapat dan bekerja sama lebih nyata dan fokus pada penanganan Covid19 karena sebagai gate utama Maluku Utara, Ternate jadi indikator penentu yang bisa mempengaruhi aspek kesehatan, ekonomi dan sosial di daerah lain,” tukasnya.
Sementara itu, kemarin jumlah kasus positif baru di Malut hanya bertambah satu. Penambahan itu terjadi di kepulauan Sula. Walau begitu, dalam kurun waktu tiga hari terakhir, tren peningkatan kasus postifi di Sula terjadi lonjakan.
Juru bicara (jubir) Gustu Covid-19 Malut, dr. Alwia Assagaf mengakui grafik kasus Covid-19 kasus di Sula terus meningkat. Kemarin, dari hasil pemeriksaan spesimen melalui PCR dari Laboratorium BTKL-PP Manado,
dari dua 2 spesimen yang diperiksa, satu orang dinyatakan positif. Bertambahnya 1 pasien positif corona dari Sula membuat jumlah kasus di Malut menjadi 186. “Jumlah kasus baru ini kami sebut sebagai kasus 186,” tuturnya.
Sementara jumlah pasien sembuh sebanyak 33 orang. Untuk jumlah kasus meninggal karena 18 orang. Kedangkan untuk jumlah orang tanpa gejala (OTG) tercatat sebanyak 1000 orang.
“Jumlah ini ada penambahan sebanyak 57 orang dari Haltim di karenakan adanya tracking pada pasien positif. Namun ada juga pengurangan di Halsel, Halbar dan Tidore Kepulauan (Tikep) dikarenakan selesai masa pemantauan,” jelasnya.
Selain itu, ada juga penambahan jumlah orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 11 orang secara total sehingga menjadi 78 orang. Penambahan kata dia terdapat di Tikep, namun ada juga selesai masa pemantauan di Halut. Untuk jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 40 orang. Jumlah ini juga bertambah 3 orang secara total di Tikep. “Namun ada pengurangan di Sula dikarenakan terkonfirmasi positif,” tegasnya.
Untuk pemeriksaan rapid test sendiri, dr. Alwia mengaku hingga Ahad (7/6) sudah ada 6.351 yang melakukan rapid test, dan didapatkan hasil 431 reaktif yaitu 167 OTG, 61 ODP, 36 PDP dan 167 pelaku perjalanan dari daerah terjangkit. “Sedangkan 5920 orang dengan hasil rapid
test non reaktif,” akunya.(lfa/pur)
Bagaimana bisa efektif. Rapid test itu bukn untk mendeteksi covid.