MENGIKUTI lalu lintas informasi di dunia maya, akhir-akhir ini terbilang cukup membut bulu kuduk merinding. Wajar bila saat ini para tokoh, paling utama tokoh-tokoh agama selalu menyerukan menjaga persatuan.
Ada sebuah postingan di media sosial yang sempat terekam. Tulisannya pendek, tapi sangat menggugah. Saking terkesima saat membacanya, sampai lupa melihat siapa yang memosting dan dalam medsos apa.
Kira-kira begini isinya; jika para kandidat capres gagal atau tidak terpilih, apakah mereka akan sengsara? Prabowo misalnya, jika gagal toh dia akan kembali menjadi pengusaha. Mengembangkan bisnisnya. Dia akan tetap senang. Demikian pula Sandiaga Uno, kembali menjadi pengusaha muda.
Jokowi pun demikian. Jika tidak terpilih lagi, dia akan kembali ke kampung halaman, mengembangkan kembali usahanya atau bersenda gurau lagi dengan kedua cucunya. Pun Ma’ruf Amin, saat tidak terpilih akan kembali menjadi ulama, membina pondok pesantren dengan ratusan bahkan ribuan santri.
Bagaimana dengan Anda? Yang saat ini sudah mati-matian memberikan dukungan. Saling ancam, tebar hoaks, saling fitnah. Kini Anda sudah menciptakan permusuhan dengan kawan Anda, dengan tetangga Anda, bahkan dengan keluarga Anda sendiri. Apakah setelah mereka tidak jadi akan membalikkan keadaaan?
Begitulah kira-kira yang sempat terekam. Yang intinya postingan itu mengajak kita semua untuk sadar. Pemilu serentak jangan membuat hubungan silaturahim putus. Pencoblosan pada 17 April nanti jangan membuat teman, tetangga, atau keluarga sudah tidak saling bicara lagi.
Mungkin tujuan mulia dari postingan ini tidak bisa lagi dirasakan Idris, warga Desa Tamberu Laok, Kecamatan Sokobanah, Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur. Dia kini harus mendekam dalam penjara seumur hidupnya. Ia pasti menyesali perbuatannya, hanya gegara status di medsos facebook terkait dukung mendukung capres, dia sudah menembak mati Subaidi.
Peristiwa Idris dan Subaidi ini tentunya harus menjadi pelajaran bagi kita semua. Jangan hanya karena dukung-mendukung jagoan di Pemilu, sampai harus memutus silaturahim. Mari jaga bersama, mari rayakan pesta demokrasi ini dengan senyuman. Toh saat mereka terpilih, mereka menjadi milik semua rakyat Indonesia. Mereka dalam pemerintahannya, pasti tidak akan melihat ini dulu pendukung atau bukan pendukung.
Justru yang paling penting saat ini, bagaimana menjaga negeri ini dari calon-calon pemimpin yang memiliki jiwa korup. Mereka menjarah uang rakyat untuk kepentingan mereka sendiri. Rakyat susah akses pendidikan, kesehatan, infrastruktur karena uangnya ludes dikorupsi.
Inilah yang penting. Mari jaga silaturahmi, jaga kerukunan, jaga persatuan dan kesatuan. Jangan terprovokasi dengan isu-isu memecah belah.(*)