TERHITUNG hari ini, berarti tinggal Sembilan hari lagi penentuan masa depan bangsa ini dalam lima tahun ke depan. Kesejahteraan, kedaulatan, martabat, dan harga diri bangsa ini dipertaruhkan pada 17 April nanti.
Semua pihak, menginginkan pemilihan kepala negara bisa berlangsung demokratis, transparan, aman, damai, dan paling utama jujur. Masyarakat pun tentunya sudah pintar menentukan siapa pilihannya nanti.
Di semua daerah terus muncul kelompok-kelompok untuk menyerukan no money politic, no golput, dan pemilu jujur. Ini menjadi bukti masyarakat sudah sepenuhnya sadar dengan konsekuensi politik. Masyarakat menginginkan pemimpin yang mampu memberikan kesejahteraan, keamanan, dan kenyamanan dalam proses berbangsa dan bernegara.
Kemudian, Sembilan hari lagi tentunya menjadi penentuan beragam keraguan yang muncul akhir-akhir ini. Pertama soal hasil survei dari kebanyakan lembaga survei. Benar atau tidak? Kalau benar, kredibilitas lembaga-lembaga survei tersebut akan lebih kuat. Kalau salah, apakah ada sanksi sosialnya?
Persoalan lain, soal keraguan terhadap kenetralan penyelenggara. Seperti persoalan daftar pemilih tetap (DPT) yang sampai saat ini belum tuntas. Dan yang teranyar soal dugaan adanya server ‘lain’ yang berada di lur negeri. Meski KPU meyakinkan itu tidak benar dan penghitungan nantinya, tetap berdasarkan pada penghitungan manual di tempat pemungutan suara (TPS).
Semuanya tinggal nanti dibuktikan. Jika tidak benar, tentunya para penyebar hoaks harus diproses hukum. Bahkan kalau perlu seberat-beratnya. Karena yang dilakukan sudah membuat resah. Korbannya bukan hanya penyelenggara, tetapi korbannya ratusan juta pemilih.
Selain itu, persoalan golput. Meski tidak memiliki konsekuensi hukum, namun angka partisipasi pemilih (APK) secara tidak langsung bisa menilai apakah calon terpilih nantinya mendapat legitimasi masyarakat banyak atau tidak.
Demikian juga ketidaknetralan aparat, baik pemerintah maupun penegak hukum. ‘Nyanyian’ mantan kapolsek cukup memberikan ‘PR’ besar bagi Polri. Demikian pula penggunaan anggaran negara, aset negara, dan sumber daya aparatur.
Paling tidak, anggaplah ini adalah ujian. Ini adalah tantangan bagi pemerintah, penyelenggara pemilu, dan bagi aparat penegak hukum. Ini ada hipotesis yang akan dibuktikan kebenarannya pada 17 April nanti. Sanksi sosial dan sanksi hukum, cukup layak diberikan. Jika semua tudingan itu salah, tentu kepercayaan masyarakat kepada ketiga komponen ini akan lebih besar. Masyarakat akan menaruh hormat, dan pastinya memberikan dukungan yang lebih besar.
Sebagaimana mana dua mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie menanggapi arif ‘ancaman’ Amien Rais yang ingin mengerahkan massa rakyat. Meski keduanya tidak setuju konsep people power karena aturan sengketa kepemiluan muaranya di MK, tapi bagi keduanya ini adalah peringatan agar semua bekerja dengan jujur. Kalau semua bekerja jujur, hasil akhirnya pun akan diterima semua orang.
Akhirnya, tinggal lima hari lagi sebelum masa tenang. Masyarakat diharap bisa memberikan kepercayaan yang penuh bagi pemerintah, penyelenggara pemilu, aparat hukum untuk bekerja. Dukung mereka, bantu mereka untuk menyelenggarakan pemilu agar berjalan sukses, aman, damai.(*)