HARIANHALMAHERA.COM–Gubernur Abdul Gani Kasuba (AGK) rupanya masih mengandalkan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Syukur Lila untuk kembali menakhodai Pemkab Pulau Morotai untuk yang kedua kalinya.
Buktinya, nama mantan Pj Bupati Pulau Morotai pada tahun 2016 itu, masuk dalam daftar tiga nama calon Pj Bupati Pulau Morotai menggantikan Benny Laos dan Asrun Padoma yang masa jabatannya berakhir pada 22 Mei 2022
Dua nama lain yang juga diusulkan AGK adalah Kepala BPKAD Ahmad Purbaya dan Kepala PMD Samsuddin Banyo.
Kepala Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setda Malut Rahwan K Suamba yang dikonfirmasi membenarkan bahwa ketiga nama yang beredar di grup whatsapp itu memang diusulkan Gubernur sebagai calon Pj Bupati Morotai.
”Iya tiga nama itu salah satunya Ahmad Purbaya selain itu Samsuddin Banyo dan Sukur Lila, jadi tinggal menunggu SK dari Mendagri siapa yang ditetapkan,” katanya
Rahwan mengaku, usulan tiga nama calon Pj Bupati Morotai itu sudah ada di meja Mendagri. Sebab, ketiga nama itu sudah dikisim ke Kemendagri pertengahan Ramadhan kemarin. ”tiga nama Pj Bupati Morotai telah diusulkan oleh Gubernur Malut ke Mendagri di bulan ramadhan kemarin, jadi tinggal menunggu saja SK,” kata Rahwan.
Sementara itu, ditengah momen pengangkatan penjabat (Pj) Kada yang tinggal menghitung hari, namun belum terlihat tanda-tanda dari pemerintah untuk menerbitkan peraturan teknis atau PP.
Padahal, PP tersebut merupakan salah satu saran Mahkamah Konstitusi terkait konstitusionalitas Pj Kada.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyayangkan sikap pasif yang ditunjukkan pemerintah.
Indikasi pengingkaran dan pengabaian pada putusan MK itu akan menjadi contoh negatif. ’’Padahal mestinya pemerintah menjadi teladan yang baik dalam menunjukkan kepatuhan terhadap pelaksanaan putusan MK,’’ ujarnya saat dihubungi, (5/5).
Perintah penyusunan PP memang tidak disebutkan dalam putusan MK. Namun, hal itu secara jelas disampaikan dalam pertimbangan hukum MK.
Dari kacamata hukum, pertimbangan hukum MK tidak bisa dikecilkan maknanya karena menjadi satu kesatuan dalam putusan. Apalagi, yang ditekankan oleh MK merupakan hal yang positif. ’’Soal pentingnya proses pengisian (Pj Kada) yang terbuka, transparan, dan akuntabel,’’ imbuhnya.
Berbagai variabel itu perlu diatur dalam sebuah PP. Putusan MK membuat pemerintah harus mengubah pakem. Di mana, penentuan Pj adalah kewenangan absolut presiden dan Mendagri.
Titi menduga, pemerintah tidak mau meninggalkan mekanisme yang sudah berjalan itu. ’’Putusan MK secara langsung akan mendistorsi pola yang selama ini berlaku di lingkungan pemerintah,’’ tegasnya.
Titi menambahkan, perlu ada opsi yang bisa dimaksimalkan untuk memperkuat pengawasan.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) perlu membentuk tim atau kelompok kerja khusus untuk mengawasi pengisian Pj Kada. KPK, PPATK, dan aparat penegak hukum juga perlu mengantisipasi potensi praktik transaksionalnya.
Sebagai informasi, pelantikan Pj Kada dimulai pada 15 Mei nanti.
Peneliti Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana menambahkan, sistem pemilihan Pj yang tertutup menyulitkan akses publik.
Padahal, jabatan para Pj kali ini sangat strategis. Karena bertugas di momen politik dan durasinya lebih dari 2,5 tahun. ’’Seharusnya masyarakat juga dapat memberikan masukan terhadap nama-nama penjabat,’’ ujarnya.
Tak hanya dari masyarakat sipil, desakan penerbitan PP juga datang dari dewan. Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi mengatakan, Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021 dan Perkara Nomor 15/PUU-XX/2022 harus dipertimbangkan.
Petunjuk yang disampaikan MK, lanjut Awiek, cukup positif. Diantaranya, meminta pemerintah memetakan kondisi riil masing-masing daerah. Kemudian memperhatikan kepentingan daerah dan dapat dievaluasi setiap waktu secara berkala. ’’Dengan demikian akan menghasilkan para penjabat daerah yang berkualitas,’’ ujarnya.
Selain itu, ada norma baru yang ditegaskan. Seperti larangan anggota TNI/Polri aktif ditunjuk sebagai Pj Kada tanpa bermutasi lebih dulu menjadi ASN.
Pj juga wajib netral, objektif, dan tidak menjadi mesin kepentingan politik pihak tertentu. ’’Maka wajib bagi pemerintah untuk membuat peraturan teknis menindaklanjuti putusan MK tersebut,’’ imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan enggan berkomentar terkait desakan tersebut “Untuk itu bisa langsung ditanyakan ke Dirjen Otda,’’ ujarnya singkat. (jpc/lfa/pur)