Perguruan tinggi dan media memliki peran yang sangat besar dalam kemajuan suatu daerah. Berikut, beberapa catatan penting dari Harian Halmahera (INN Group) terkait ide kreatif dan inovasi, saat berkunjung ke Malang Raya.
Laporan Firman Toboleu, Malang Raya
SUDAH disinggung dalam tulisan awal. Ide menciptakan kampung warna-warni datang dari delapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Ide itu kemudian menjadi virus. Mewabah ke kampung lainnya. Virus positif dengan penularan kompetisi ide kreatif dan inovatif.
Tiga kabupaten/kota di Malang Raya berkompetisi. Perguruan tinggi pun ikut berkompetisi. Para mahasiswa mulai tertantang. Mencari ide dan merumuskannya. Tujuannya pemberdayaan masyarakat. Pemerintahan pun makin aktif memberikan tantangan. Dinamis. Semuanya ikut andil. Misinya sama. Kemajuan daerah dan perbaikan ekonomi masyarakat.
Saat ini kampung-kampung di Malang sedang berbenah. Menuju kampung tematik. Berkompetisi tema kampung yang bisa menarik pengunjung lebih banyak. Ide awal dari mahasiswa. Ide selanjutnya dari masyarakat. Biar tidak ketinggalan, harus terus ada sesuatu yang baru. Biar pengunjung tidak bosan, biar pendapatan masyarakat tidak merosot. Sadar dengan sendirinya. Mengubah nasibnya sendiri.
Yang bikin Malang Raya berdecak kagum, bikin Jawa Timur terperangah, bikin Indonesia kaget, dan membuat dunia mengucapkan WOW, yakni kampung 3G. Kampung Wisata Glintung Go Green di Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur.
Sebuah kampung kumuh dengan segala permasalahan ekonomi dan sosial yang ada. Masyarakat sepakat berbenah. Mengubah nasib mereka. Banyak ide terkumpul. Dipilah dan pilih, sepakat. Gerakan sosial bernama Glintung Go Green (3G). Mempertahankan nilai-nilai luhur budaya kampung sambil memperbaiki kondisi lingkungan. Juga menyerap nilai-nilai modern untuk memperkaya aspek sosial-ekonomi masyarakat.
Sederhana. Diawali penghijauan lingkungan. Setiap rumah harus menanam. Harus memiliki tanaman hijau. Bahkan ‘dipaksa’. Jadi syarat memperoleh layanan administrasi kependudukan. Yang tidak mampu, dibantu. Asalkan wajib dirawat.
Berkelanjutan. Pemerintah daerah ikut andil membimbing warga bercocok tanam. Diberikan teknologi. Dari cara menanam di lahan, pot, polybag, bahkan hidroponik. Semua diperkenalkan. Masyarakat yang memilih paling cocok dengan kondisinya.
Masyarakat juga menggandeng perguruan tinggi. Mencari cara mengatasi kampung yang sering banjir di musim penghujan. Dapat, sumur resapan dibuat. Pemerintah terus memberikan dukungan.
Ragam prestasi diraih. Masyarakat bangga. Para aktivis lingkungan memberikan pujian. Pemerintah mengganjar penghargaan. Puncaknya, kampung yang dulunya kumuh, kini berhasil masuk daftar 15 dari 301 kota di dunia dalam Guangzhou Award For Urban Innovation.
Kolaborasi yang baik antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat. Semuanya dikemas apik media. Sedikit dramatis, romantis, penuh perjuangan, kerja keras, penuh motivasi, dan memberikan harapan baru. Disebarluaskan secara massif. Biar diketahui banyak orang. Biar menjadi contoh, dan biar menjadi catatan sejarah perubahan dari kampung kumuh menjadi kampung hijau.
Mau atau tidak? Ini yang harus dijawab dulu. Generasi milenial di kampus dan sekolah harus dirangsang. Pemerintah pun harus mendukung. Jangan sibuk dengan program rutinitas. Yang sudah tertata dan dianggarkan. Jangan malas mencari ‘pekerjaan’ baru yang tidak tertata dan tidak dianggarkan.
Maluku Utara dengan 10 kabupaten/kotanya bisa melakukan itu. Asalkan mau. Semua komponen harus bersinergi dan memainkan perannya masing-masing. Saling mendukung bukan saling menjatuhkan.(*)