HARIANHALMAHERA.COM– Perusahan tambang, PT Mining Abadi Indonesia (MAI) yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) dikabarkan telah kembali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap sejumlah karyawannya, setebelumnya 9 orang di depak.
Informasi yang diterima bahwa tercatat sebanyak 6 orang karyawan yang diduga di PHK tanpa alasan yang jelas, setidak surat peringatan dari manajemen PT MAI. Mereka adalah Obil Arimawa, Rani Kore, Uri Rahamn, Ceko Manona, Remix Bahagia, dan Yeskiel Merek
Tak hanya PT MAI, ternyata kabar serupa juga dilakukan oleh perusahan PT Tempooress International Delivery (TID) terhadap karyawannya, dimana pada tanggal 30 April 2025 kemarin terdapat 4 orang di PHK tanpa alasan yang jelas, yaitu Dany Arimawa, Firdolin Malige, Menar Lukuni, dan April Andika Tanjung.
Kabar PHK sepihak oleh dua perusahan tambang itu telah membuat geram Wakil ketua komisi I DPRD Halteng, Putra Sian Arimawa. Politisi Hanura ini pun menegaskan bahwa akan segera memanggil manajemen kedua perusahaan tersebut untuk diminta klarfikasi, termasuk undang Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Halteng.
“Kami tidak bisa membiarkan isu ini berkembang tanpa kepastian. DPRD melalui Komisi I akan mendalami kasus ini dengan serius. Kita ingin tahu, apakah proses pemutusan kontrak dan PHK ini telah sesuai aturan atau justru melanggar hak pekerja,”katanya, Kamis (1/5).
Jika dalam pertemuan nanti terbukti ada pelanggaran terhadap hak tenaga kerja lanjut Putra, tentunya Komisi I tidak akan ragu mengambil sikap, bahkan siap mengawal hingga ke tahapan mediasi dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
“Kalau memang ada hak-hak pekerja yang dilanggar, maka DPRD berkewajiban untuk memastikan penyelesaiannya. Pendampingan akan kami lakukan sampai masalah ini benar-benar selesai dan pekerja mendapat kepastian hukum,”tandasnya.
Menurutnya, kebijakan PHK sepihak ini tentu bertentangan dengan regulasi yang berlaku, apalgi Pemkab Halteng sendiri memiliki aturan tentang hal itu, yang mana diatur dalam peraturan daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2019 tentang penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja lokal yang wajib dipatuhi oleh seluruh perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut.
“Kita (Pemkab Halteng) punya Perda Nomor 10 Tahun 2019. Disitu ditegaskan soal kewajiban perusahaan untuk memberdayakan dan memprioritaskan tenaga kerja lokal, termasuk dalam proses perekrutan maupun pemutusan kerja yang harus transparan dan sesuai aturan. Kalau ini dilanggar, maka bukan hanya melanggar etika, tapi juga aturan hukum yang berlaku di daerah ini,” tegasnya.
Putra menambahkan Komisi I DPRD Halteng akan agendakan menggelar pertemuan dengan pihak perusahaan dalam waktu dekat, sehingga itu diminta pada pekerja diminta untuk tetap tenang dan menunggu hasil dari proses klarifikasi yang akan dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab.
“Ini bukan soal berapa jumlah orang yang diberhentikan, tapi bagaimana caranya. Kalau prosedur tidak dijalankan, maka yang terjadi adalah ketidakadilan yang harus diluruskan. Komisi I siap berdiri bersama pekerja,”pungkasnya.(tr-02)