HukumMaluku UtaraTernate

Sebut Kasus Tunjangan DPRD Malut Uang Haram, Praktisi Hukum Desak Kejati Tuntaskan

×

Sebut Kasus Tunjangan DPRD Malut Uang Haram, Praktisi Hukum Desak Kejati Tuntaskan

Sebarkan artikel ini
Praktisi hukum Malut, Agus R. Tampilan

HARIANHALMAHERA.COM– kasus tunjangan operasional dan rumah tangga DPRD Malut periode 2019-2024 yang dilidik Kejati, ternyata masih panas dibahas kalangan masyarakat. Kini giliran prakisi hukum ikut soroti perkara tersebut.

Praktisi hukum Malut, Agus R. Tampilan, mengatakan bahwa skema pemberian tunjangan sebesar Rp 60 juta per bulan bagi seluruh anggota DPRD merupakan perbuatan menyakiti hati rakyat. “Skema penganggaran tersebut tidak mungkin terjadi tanpa kesadaran pihak yang mengatur dan menyalurkan kepada anggota DPRD tersebut,”katanya, Rabu (19/11.

Ploting anggaran mengacu pada PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang hak keuangan dan administratif DPRD Malut, namun masih diturunkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) lanjutnya, merupakan tindakan yang menabrak hierarki perundang-undangan.

“Jika sudah ada PP yang mengatur gaji dan tunjangan DPRD, maka tidak boleh lagi Pergub mengatur hal yang sama. Aturan tidak bisa membahas dua persoalan identik. Ini jelas penyimpangan dan bentuk perampokan uang negara,”jelasnya.

Menurutnya, DPRD dan Gubernur memiliki kedudukan hukum setara, sehingga pengaturan tunjangan melalui Pergub justru menunjukkan lemahnya kontrol pemerintah daerah dan sekretariat DPRD.

“Penerbitan pergub terkait tunjangan DPRD itu merupakan bentuk kelalaian dan pelanggaran serius dalam tata kelola keuangan daerah,”ujarnya.

Agus pun menambahkan bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut telah memiliki dua alat bukti kuat, yakni keberadaan Pergub dan keterangan para saksi, sehingga menurutnya penyidik tidak perlu ragu menetapkan tersangka.

Dalam administrasi dikatakan Agus, bahwa bahwa eks Sekwan DPRD Malut, Abubakar Abdullah sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) adalah pihak paling bertanggungjawab. Sebab, pihak yang menyusun, mengatur hingga memastikan aliran tunjangan masuk ke rekening seluruh anggota DPRD Malut.

“Itu uang haram, perbuatan melawan hukum. Bahkan merupakan bagian dari tindak pidana korupsi yang harus diusut tuntas. Tidak hanya eks Sekwan. Tapi 45 anggota DPRD juga harus dimintai pertanggungjawaban,”tandasnya.

Agus menuturkan, pembiaran tunjangan yang tidak sesuai dengan fiskal daerah tentu melanggar undang-undang perbendaharaan Negara. Lebih parahnya lagi pengaturan anggaran tersebut diduga dilakukan pada massa pendemi Covid-19

“Saat COVID-19 itu pemerintah harusnya fokus pada penanganan bencana kemanusiaan. Jadi ika benar Pergub itu lahir di masa pandemi, maka ini kejahatan luar biasa. Kejaksaan wajib menuntaskan,”desaknya.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *