HARI yang ditunggu telah tiba. Senin, 24 Maret 2019 menjadi hari pertama kampanye terbuka. Tidak ada lagi sembunyi-sembunyi. Apalagi takut melanggar aturan yang ujung-ujungnya dipidana atau dicoret dari kompetisi.
Sebagaimana Peraturan KPU nomor 23/2018 tentang kampanye pemilu, waktu yang diberikan hanya 21 hari. Atau hingga 13 April sebelum masa tenang hari pemungutan pada 17 April nanti.
Kesempatan yang diberikan terbilang singkat, bila kampanye hanya dilakukan tatap muka. Ada beberapa metode yang diberikan penyelenggara. Seperti kampanye di media massa dan pemasangan alat peraga.
Kampanye diharapkan bisa memberikan informasi kepada masyarakat, siapa saja calon-calon wakil mereka yang akan duduk dalam kelembagaan legislatif. Kampanye juga memberikan pilihan kepada masyarakat, siapa saja calon wakil mereka yang layak diberikan amanat.
Kampanye juga diharapkan membuka kesadaran masyarakat untuk melihat sejauh mana kiprah calon wakilnya; bagaimana rekam jejaknya; bisa mengemban amanat atuau tidak; dan terpenting berani berjuang untuk rakyat atau tidak.
Dalam skala daerah, masyarakat yang memiliki hak memilih tentu sudah melakukan pengamatan selaama lima tahun. Apa yang sudah dilakukan para wakil rakyat. Benarkah sudah melakukan tugas-tugasnya sebagai wakil rakyat? Atau lebih kepada mengemban tugas-tugas untuk sekelompok atau hanya kepentingan partai.
Menjadi bukti, banyak wakil rakyat setelah diberikan mandat, tidak lagi bersentuhan dengan masyarakat. Hanya pada saat-saat tertentu. Seperti reses akhir masa sidang. Masyarakat dilupkan. Tidak seperti saat pencalonan.
Satu yang perlu digarisbawahi, tidak banyak wakil rakyat yang mau berjuang. Karena memang, banyak wakil rakyat tidak menyadari akan tugas-tugasnya. Banyak yang tidak tahu, tugas legislasi, budgeting, dan pengawasan, tidak lain adalah pengabdian kepada masyarakat itu sendiri.
Membuat aturan yang tidak menyulitkan masyarakat, menyusun anggaran yang bermanfaat langsung kepada masyarakat, dan mengawasi kinerja eksekutif dalam penerapan aturan dan pengelolaan anggaran.
Yang terpola saat ini, menjadi anggota dewan enak karena banyak duit. Menjadi anggota dewan bisa jalan-jalan kemana saja lewat kegiatan studi banding. Inilah yang membuat mereka lupa esensi pengabdian yang melekat pada diri mereka.
Karena itu, jangan dibodohi lagi. Pilih calon yang benar-benar berkualitas. Jangan hanya terhipnotis dengan visi dan misi yang menggiurkan. Seperti banyaknya investasi bodong yang sudah merugikan banyak orang.
Selamat memilah dan memilih.(*)