MUAK, bosan, akhirnya apatis. Mungkin itulah yang dirasakan generasi milenial saat ini melihat perilaku para elit negara ini dalam hajatan demokrasi lima tahunan.
Lihat saja survei potensi golput milenial yang diselenggarakan Jeune & Raccord Communication pada 4 April 2019. Diprediksi angkanya bakal melebihi 40 persen. Jika benar nantinya, jumlah terbilang sangat fantastis.
Tentunya ini bukan berarti tidak ada kepedulian dari generasi saat ini. Hanya saja, (mungkin) tidak ada daya tarik kuat bagi mereka untuk turut berpartisipasi dalam pemilu. Sebaliknya, pendidikan politik yang terbangun saat ini adalah pendidikan politik tanpa akal sehat. Materi-materi yang diwacanakan, hanyalah berisi hoaks, fitnah, menebar kebencian, dan haus kekuasaan.
Belum lagi makin maraknya elit negara yang harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perkataan ‘suci’ para elit justru tidak berbanding lurus dengan perilaku. Politik yang harusnya ‘seni’ membawa bangsa ini setara dengan bangsa lain, justru menjadi ‘seni’ untuk saling menjatuhkan.
Para elit tentunya tidak perlu marah dengan sikap mereka. Sebaliknya harus instropeksi diri. Cari solusi, apa yang bisa membuat mereka tertarik untuk ikut dalam pesta ini. Gerakan ayo memilih, jangan golput, terbukti belum cukup.
Coba yang lebih sederhana. Misalnya, kedua kubu duduk bersama memberikan pernyataan sikap untuk menghentikan hoaks, fitnah, ujaran kebencian, dan sikap lainnya yang mencederai demokrasi.
Harus diingat, pengetahuan generasi saat ini tidak lagi dibatasi sekat-sekat geografis. Pengetahuan mereka tidak hanya sekadar kata, kalimat, paragraf, dalam buku-buku teks yang diajarkan di sekolah. Pengetahuan generasi milenial, sudah melampaui itu.
Akhirnya, hentikanlah kegaduhan politik selama ini. Kegaduhan itu sudah cuup berdampak negatif bagi persahabatan, karir, bisnis, dan paling utama kepercayaan masyarakat kepada elit-elit bangsa.
Belum terlambat untuk merangkul generasi yang menjadi penentu bangsa ini ke depan. Ciptakan politik yang membawa nilai-nilai luhur perjuangan para pahlawan bangsa ini. Ciptakanlah politik sebagai wadah kebersamaan untuk menggapai cita-cita yang sudah tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945.
Sebagaimana kalimat penutup yang selalu diucapkan salah seorang pembawa acara di slaah satu stasiun tv, “kembali ke laptop.” Mungkin juga sudah saatnya kembali kepada inti perjuangan bangsa ini.
Ingat juga kalimat ‘penutup’ founding fathers bangsa ini Ir Soekarno. Perjuangan mereka tidak seberat perjuangan saat ini. Musuh perjuangan mereka jelas, mengusir penjajah. Sementara musuh bangsa saat ini sangat sulit diterka. Bisa saja saudara sendiri.(*)