EdukasiZona Sekolah

11 Daerah di Malut Belum Penuhi Amanat UUD 1945

×

11 Daerah di Malut Belum Penuhi Amanat UUD 1945

Sebarkan artikel ini
ILUSTRASI kondisi sekolah yang memprihatinkan akibat kecilnya anggaran pendidikan yang dialokasikan pemda. (foto: antara.com)

HARIANHALMAHERA.COM– Bukan baru kali UUD 1945 mengamanatkan pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Namun, temuan Center of Education Regulations and Development Analysis (Cerdas) hanya 7 daerah yang memenuhinya.

Sebagaimana penuturan Direktur Eksekutif Cerdas Indra Charismiadji, neraca pendidikan daerah (NPD) yang dirilis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) 2019 menunjukkan 99% pemda masih mengalokasikan anggaran pendidikan di bawah 20% dalam APBD masing-masing.

Padahal, amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengharuskan pemda mengalokasikan anggaran pendidikan murni minimal 20% dari APBD. Jumlah ini belum ditambah dengan dana transfer dari APBN.

Ke tujuh pemda yang mengalokasikan anggaran pendidikan di atas 20%, yakni Kabupaten Bandung, Jawa Barat (20,05%), Kabupaten Bangli, Bali (20,2%), Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur (20,29%), Kabupaten Bogor, Jawa Barat (21%), Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah (21,11%), Provinsi Sumatera Barat (21,7%), dan Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (23,79%).

Indra menyebutkan, dari NPD tersebut terlihat bahwa pemda belum memiliki kesadaran untuk menjalankan amanah UUD tersebut. Pasalnya, terdapat beberapa daerah yang tidak mengalokasikan anggaran pendidikan, bahkan hingga mendapat nilai minus.

“Dari NPD ini, kita melihat mereka (pemda, red) yang diberikan tanggung jawab untuk mendidik anak bangsa tetapi tidak dijalankan dengan baik. Padahal dananya Rp 500 triliun dari APBN. Nah ini mau sampai kapan?” tanya Indra, dilansir beritasatu.com.

“Yang ada tiap tahun Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan, red) selalu mengeluh bahwa anggaran makin tinggi tetapi hasil makin rendah. Memang faktanya makin rendah,” kata Indra saat ditemui media pada acara Rembuk Pendidikan bertemakan ‘Prioritas Program Pendidikan dan Kebudayaan Nasional’ yang diinisiasi Yayasan Suluh Nusantara Bakti dan NU Circle Gernas Tastaka.

Indra menjelaskan, minimnya komimen pemda terhadap anggaran pendidikan terbukti pada masih ditemukannya sekolah ambruk di berbagai wilayah. Sebab, pemda yang dipercayakan mengelola pendidikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah hanya menunggu anggaran dari pemerintah pusat.

Jika hal tersebut dibiarkan terus maka sumber daya manusia (SDM) unggul yang menjadi visi dan misi Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan sulit terwujud karena hanya sebatas retorika. Oleh karena itu, Indra mendorong sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Yang terjadi selama ini, pemerintah pusat, yakni Kemdikbud, selalu berpatokan pada otonomi daerah dalam menyikapi sesuatu.

Menurut Indra, sikap Kemdikbud yang melepaskan tanggung jawab pendidikan pada Pemda memang tidak salah. Akan tetapi, sikap itu tidak akan menyelesaikan masalah.

Indra menyebut, peristiwa sekolah rusak dengan memakan dua korban hingga meninggal dunia ini sebagai salah satu cambukan bagi pemda dan pemerintah pusat untuk membuat konsep pendidikan melalui blue print (cetak biru) pendidikan. Pasalnya, dengan tidak memiliki cetak biru pendidikan alokasi dana pendidikan tidak akan terkonsep. Bahkan, sekelas DKI Jakarta pun masih belum memiliki konsep pendidikan. Hal ini ditemukan dengan adanya alokasi anggaran untuk membeli lem Aibon.

“Di daerah yang levelnya DKI Jakarta saja tidak punya konsep. Padahal kan lebih mudah, datanya di dapodik (data pokok pendidikan, red) ada berapa sekolah yang rusak dan berapa sekolah DKI Jakarta tidak memiliki komputer. Ini perlu diperhatikan,” ucapnya.

Indra menuturkan, adanya cetak biru pendidikan bertujuan agar pemerintah pusat dan daerah memiliki persamaan visi dan misi dalam membangun SDM unggul. Pasalnya, Indra menilai, selama ini masalah pendidikan belum dijadikan fokus.

Sebab, hasil dari pendidikan ini tidak seperti pembangunan infrastruktur yang dapat dinikmati secara langsung, melainkan harus menunggu sepuluh tahun mendatang. Sedangkan dalam politik, bukti kerja harus ditunjukkan melalui hasil yang terlihat.

Untuk itu, Indra mengharapkan, selain membuat cetak biru pendidikan, Kemdikbud harus bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri). Dalam hal ini, Kemdagri harus menegaskan bahwa dalam APBD yang disahkan, sebesar 20% adalah untuk pendidikan.

“Kalau tidak sesuai dengan 20%, harusnya jangan disahkan. Lalu tugas Kemdikbud adalah untuk mengawalnya terus dan bantu bikin programnya serta bantu SDM di daerah. Bisa kok sebetulnya, yang penting mengubah pola pikir bukan sektoral, tetapi gotong royong,” ujarnya.(bsc/fir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *