HARIANHALMAHERA.COM– Persoalan gaji ternyata menjadi salah satu penyebab banyaknya sarjana yang menganggur. Hal ini diungkap Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir.
Menurutnya, banyak sarjana menganggur karena mereka meminta gaji tinggi kepada perusahaan. Permintaan gaji tinggi tersebut karena adanya pandangan bahwa lulusan diploma dan sarjana layak menerima upah yang lebih besar.
“Padahal permintaan gaji besar itu tidak sejalan dengan kondisi perekonomian saat ini yang berada dalam kondisi kurang baik. Nah kalau mereka minta gaji tinggi itu yang buat nggak nyambung. Ini yang terjadi dalam pendataan kemarin itu,” kata Mohamad Nasir saat ditemui di Jakarta, Selasa (25/6), mengutip republika.co.id.
Untuk mengatasi angka penggangguran pada lulusan sarjana, Nasir mengatakan, Kemeristekdikti akan mendorong lulusan diploma dan sarjana memiliki sertifikat kompetensi. Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan multi entry multi exit (MEME) yang memungkinkan lulusan politeknik mendapatkan ijazah sesuai tahunnya selesai, yakni diploma 1, diploma 2, dan seterusnya.
Dia melanjutkan, vokasi terebut diadakan guna memberikan pengalaman kepada para diploma dan sarjana akan dunia industri. “Jadi lulus kuliah, langsung dapet sertifikat kompetensi dan segera masuk kerja,” kata dia lagi.
Nasir optimistis kebijakan itu akan mengurangi angka pengangguran pada tingkat diploma dan sarjana. Solusi lainnya, ia mengatakan, lebih baik lagi jika pendidikan tinggi bisa bekerja sama dengan industri secara aktif.
Selama ini, ia mengatakan, industri tidak mau terlibat dalam membantu memecahkan tingkat pengangguran yang dimaksud. Terkait hal itu, dia mengungkapkan, pemerintah juga sudah berupaya mengantisipasinya melalui kebijakan super deductible tax.
Pemerintah, dia mengatakan, akan memberikan insentif kepada industri yang mau dan bisa melakukan kerja sama dengan pendidikan. Insentif ini diberikan guna mempercepat peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui vokasi dan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang).
“Nanti bentuknya bisa pelatihan atau apapun yang cocok dengan penerapan industri, karena kalau enggak mahasiswa kita nggak akan berkualitas,” katanya.
Sebelumnya, data Badan pusat statistik (BPS) mencatat, tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan diploma dan sarjana masing-masing mencapai 6,98 persen atau sekirar 499 ribu lulusan dan 6,24 persen atau kurang lebih 425 ribu dari total jumlah pengangguran sebanyak 6,83 juta orang. Data itu dihimpun hingga Februari 2019.
TPT merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Tingkat pengangguran memang tercatat mengalami penurunan dibanding tahun lalu dalam periode waktu yang sama.
Namun jika dibandingkan dengan tahun 2017, TPT lulusan diploma dan sarjana pada tahun ini masih lebih tinggi. TPT tertinggi berdasarkan tingkat pendidikan masih ada pada lulusan SMK. “Saya prediksi jumlah itu akan lebih baik jika perguruan tinggi bisa kerjasama dengan industri,” pungkas Nasir.(rep/fir)