Ketika Pasien Positif Covid-19 Melangsungkan Pernikahan
Saat akad nikah, kedua mempelai berada di dua tenda berbeda yang berjarak 5 meter dan sang penghulu harus memakai APD. Seusai akad nikah, pengantin pria dibawa kembali ke dalam tempat isolasi.
HARIANHALMAHERA.COM – Seorang pria berbaju batik dan memakai masker keluar dari balik pintu gerbang Wisma Atlet Pacitan, Jawa Timur. Dia berjalan menuju terop yang sudah disiapkan sejak pagi.
Sekitar 5 meter dari tempat AF, pria tersebut, duduk, juga di bawah naungan tenda, seorang perempuan, MRA, yang berbusana kebaya oranye telah menunggu.
Seorang penghulu kemudian datang. Mengenakan alat pelindung diri (APD). Buku hijau dan merah dikeluarkan. Kalimat sakral ijab kabul diucapkan. ”Sah, ya?’’ kata penghulu. ”Sah!” teriak kepala dusun (Kasun) yang menjadi wali nikah. Beberapa orang lainnya yang mengenakan APD kompak menimpali.
Akad nikah itu harus berlangsung ”jauh-jauhan” karena AF pasien positif Covid-19. Dia diisolasi di wisma atlet yang pelatarannya digunakan menggelar pernikahan kemarin pagi. ”Tetap sah sekalipun ada jarak saat ijab kabul tadi,” kata M. Yasin, sang penghulu yang bertugas.
Keharuan pun makin menyeruak seusai akad. Tangis kedua mempelai yang sama-sama berusia 20 tahun itu pecah begitu penghulu mengakhiri acara. ”Pastinya senang karena sudah nikah, tapi emosi juga karena nggak bisa kumpul keluarga dan nggak bisa disaksikan keluarga saat akad pernikahan,” kata AF dalam keterangan kepada media melalui pengeras suara.
Pernikahan AF dan MRA sebenarnya sudah disusun matang. Berkas persyaratan nikah bahkan masuk ke KUA sejak 6 Juli. Ratusan undangan telah pula disebar, mengumumkan tanggal bahagia keduanya: 23 Juli 2020.
Hari bahagia itu akan dilangsungkan di kampung mereka yang berada di wilayah Kecamatan Tulakan, Pacitan. Tapi, malang tak dapat ditolak. Tiga hari menjelang hari H (20/7), AF dinyatakan positif Covid-19 berdasar hasil tes swab. Dia dijemput petugas kesehatan dan diisolasi di Wisma Atlet Pacitan.
AF diduga tertular virus SARSCoV-2 dari rekannya sekuriti perusahaan pembangkit listrik di Sudimoro, Pacitan. ”Saya panik dan bingung. Menjelang hari pernikahan saya malah harus (menjalani) karantina,” ujar dia kepada Jawa Pos Radar Pacitan.
Dia pun meminta solusi kepada para tenaga medis, apakah pernikahannya bisa tetap terlaksana. Sebab, tanggal baik sudah ditentukan sejak lama. Ratusan undangan juga kadung disebar.
Beruntung, curhatannya itu direspons. Tim medis yang tergabung dalam TGTP (Tim Gugus Tugas Penanganan) Covid-19 Pacitan bersedia memfasilitasi akad nikah. Sekalipun kedua orang tua AF tidak bisa hadir karena harus menjalani karantina mandiri. Kasun pun diminta menjadi wali.
Protokol kesehatan ketat tentu harus tetap diterapkan. AF harus berada di tenda sendiri yang berjarak 5 meter dari penghulu, saksi, dan calon istrinya.
Yasin menyebut pernikahan yang dipandunya itu langka. Baru kali ini dilakukan di Pacitan. Meski sempat waswas dan takut tertular virus korona, dia lega pernikahan tersebut akhirnya berjalan lancar sesuai rencana. ”Yang jelas, dua hari saya tidak bisa tidur setelah yang laki-laki dinyatakan positif, memikirkan nasib pengantin,’’ kata Yasin
AF tentu lebih tak bisa tidur lagi. Kini, setelah resmi menjadi suami MRA, dia berharap sang istri tabah. ”Ini cobaan. Semoga saya bisa segera berkumpul dengan keluarga lagi,” katanya.
MRA hanya bisa sesenggukan. Campur aduk antara bahagia dan sedih. Tangisnya terdengar lebih keras lagi saat suami yang baru menikahinya digiring kembali ke dalam wisma atlet untuk melanjutkan isolasi. (jpc/pur)