HalbarHalut

Jika Memungkinkan, Halut Pilih Keluar dari Malut

×

Jika Memungkinkan, Halut Pilih Keluar dari Malut

Sebarkan artikel ini
Deky Tawaris

Kukuh Tolak Permendagri 60 Tahun 2019

HARIANHALMAHERA.COM – Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 60 tahun 2019 tentang penetapan baris batas wilayah antara Halmahera Utara (Halut) dan Halmahera Barat (Halbar) ternyata masih menuai pro kontra.
Pernyataan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut yang disampaikan lewat Biro Pemerintahan bahwa kedua Pemda telah legowo menerima keputusan pemerintah pusat itu ternyata belum final.
Justeru sampai saat ini, Pemkab Halut masih menolak isi Permendagri itu terutama terkait penetapan garis batas di wilayah enam desa. Sikap itu diutarakan langsung Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kadiskominfo) Halut, Deky Tawaris.

Baca Juga: Enam Desa Tetap Masuk Halut

Kepada Harian Halmahera akhir pekan kemarin, Deky menegaskan Pemkab menolak jika sebagian wilayah empat desa di enam desa yakni Bobane Igo, Akelamo, Tetewang dan Akesahu ditetapkan masuk wilayah Halbar.
Menurut dia, Permendagri tersebut telah bertetentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 45 tahun 1999 tentang pembentukan Kecamatan Malfut dan Undang-Undang nomor 1 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Halut serta Permendagri 137 tahun 2017
”Keputusan Kemendagri harus sesuai peraturan perundang-undangan, tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang /Peraturan Pemerintah yang kedudukan hukum lebih tinggi dari Permendagri,” ucap Deky, Sabtu (15/2)

Baca Juga:4 Desa Masuk Halbar

Karenanya, dalam waktu dekat Pemkab bersama DPRD Halbar akan mengambi sikap menyurati Kemendagri meminta agar segera merevisi isi Permendagri tersebut khusus klausul batas garis di wilayah enam desa. Jika usulan itu tidak diindahkan, maka ada dua langkah hukum yang akan ditempuh Pemkab Halut yakni mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon serta judicial review Permendagri tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Status 6 Desa itu sudah tuntas sesuai Undang-undang. Mestinya penyelesaian hanya pada tapal batas saja bukan 6 Desa lagi, sebab sudah jelas-jelas 6 Desa masuk ke Halut,” tegasnya.
Sedianya, sebelum Permendagri 60 itu diundangkan, pihak Kemendagri harus mengundang Pemprov dan kedua Pemkab untuk mendengarkan pemaparan draft Permendagri. Ini demi menghindari polemik sengketa tapal batas yang berkepanjangan.
“Tidak boleh perintahkan Pemprov untuk sosialisasi, karena Pemprov tidak dalam posisi sebagai bagian dari tim pusat penyelesaian batas wilayah yang mengetahui teknis penyusunan dan alasan penentuan titik- titik koordinat batas,”jelasnya.
Permendagri 60 lanjut dia dia pada hakikatnya tentang batas administrasi Halut dan Halbar bukan batas 6 desa, sehingga apapun terjadi Pemkab Halut tetap mempertahankan secara utuh wilayah 4 desa tersebut.
Bahkan demi mempertahakan wilayah enam desa, jika memungkinkan Pemkab lebih memilih keluar dari Malut ketimbang harus mengikuti isi Permendagri,
“Apabila ada aturan yang memungkinkan kabupaten untuk memilih berpisah dan bergabung dengan provinsi lain, maka Pemkab dan masyarakat Halut memilih untuk keluar dari Malut dan bergabung dengan Pemprov lain,” tegasnya. (dit/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *