HARIANHALMAHERA.COM–Meski secara resmi, Desa Gogoroko, Loloda oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) telah diputuskan masuk pada wilayah Kabupaten Halmahera Barat (Halbar), namun oleh Pemkab Halbar mengaku fakta di lapangan, masih terjadi konflik dengan warga Desa Tuakara yang diputuskan masuk wilayah Halut.
Kondlik yang terjadi wilayah yang memiliki sumber daya tambang ini oleh Pemkab Halbar dianggap tak lepas dari sikap Pemkab Halut yang tidak mensoisialisasikan keputusan Mendagri.
Kabag Pemerintahan Setda Halbar Ramli Nasser menilai fakta di lapangan, masih terjadi sengketa saling klaim masyarakat dua kabupaten ini atas batas wilayah tersebut.
Anggota DPRD Halbar dari dapil Loloda Sofyan Kasim menegaskan, sebagai warga Loloda, dirinya tidak berkenan Gogoroko mengalami nasib yang sama seperti di enam desa yang tak kunjung tuntas.
Karena itu, Pemrov Malut harus mengambil langkah tegas salah satunya menertibkan izin pertambangan yang dikantongi PT TUB yang dianggap tuang tindih.
Sudah begitu, pasca akhirnya lahir kesepakatan batas wilayah, namun tetapi tidak tanda tapal batas berupa patok, sehingga warga Galela bersikukuh datang tanam patok dibelakang pulau Jano.
“Ini artinya mereka juga mengklaim bahwa itu wilayah mereka, karena berpatokan dengan kebunnya yang ada diwilayah Halbar. Persoalan masyarakat Galela memilik lahan di Loloda Halbar boleh saja tetapi jangan mengklaim itu menjadi batas wilayah,”tegasnya.
Agar tidak membingungkan warga kedua daerah, Pemda tentunya juga harus hadir bukan hanya menetapkan wilayah secara administratif saja. “Harus turun dan memasang patok batas wilayah Halbar-Halut. sehingga bisa diketahui semua pihak,” tegasnya.(tr4/pur)