HARIANHALMAHERA.COM–Perubahan metode kampanye dengan mengurangi tatap muka dan memperbanyak di media sosial (medsos) bisa meminimalkan potensi persebaran Covid-19. Namun, di sisi lain, metode kampanye di medsos memunculkan dampak negatif. Potensi hoaks, kampanye hitam, hingga ujaran kebencian membayangi proses dan tahapan pilkada.
Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin menyatakan, berbagai potensi pelanggaran itu harus diantisipasi. Sebab, kampanye dengan menyebar hoaks, kampanye hitam, hingga ujaran kebencian berbahaya bagi proses demokrasi.
Dari identifikasi yang dilakukan Bawaslu di 270 daerah pelaksana pilkada, ada sepuluh daerah yang memiliki kerawanan tinggi penyimpangan kampanye medsos. Mereka terbagi di level provinsi dan kabupaten/ kota. ”Untuk provinsi di Sumatera Barat, Bengkulu, dan Jambi,” ujarnya dalam webinar kemarin (2/10). Tujuh daerah lain meliputi Sekadau, Kota Bukittinggi, Maluku Barat Daya, Solok, Pasaman, Kota Sungai Penuh, dan Halmahera Timur,” katanya
Afif (sapaan Afifuddin) menambahkan, untuk pengawasan medsos, pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Cyber Crime Mabes Polri. Namun, dalam proses penindakan konten, masih ada persoalan. Salah satunya adalah kecepatan untuk menurunkan konten yang tayang.
Bawaslu tidak memiliki infrastruktur maupun kewenangan untuk memblokir atau menurunkan konten. Untuk itu, penindakan harus melalui Kemenkominfo dan platform. Prosedurnya panjang. Untuk Facebook, misalnya, penindakan terhadap sebuah konten terbilang ketat.
”Tak bisa langsung takedown, kecuali ada persetujuan Facebook Singapura,” ungkapnya. Padahal, lanjut Afif, konten medsos bisa viral dalam waktu sekejap.
Plt Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemenkominfo Anthonius Malau mengakui, prosedur penurunan konten masih cukup panjang. Sebagai contoh, jika menemukan konten yang melanggar, Kemenkominfo tidak bisa langsung melakukan takedown. Tapi harus meminta pertimbangan Bawaslu.
”Untuk dievaluasi apakah ini terdapat unsur melanggar Undang-Undang Pilkada,” ujarnya.
Jika Bawaslu menyatakan melanggar, barulah Kemenkominfo dapat melakukan blokir atau takedown website. Namun, jika konten tersebut ada di medsos, harus berkoordinasi lagi dengan platform.
Anthon (sapaan Anthonius Malau) menambahkan, Kemenkominfo berupaya mempercepat prosesnya dengan menjalin kesepakatan dengan platform. Mereka juga berupaya secepat mungkin mendapati konten yang melanggar.
Bukan hanya dari laporan masyarakat, Kemenkominfo juga melakukan patroli siber. Sejauh ini hasil patroli siber sudah menemukan 17 konten hoaks terkait pilkada. Umumnya berkaitan langsung dengan isu di daerah. Kemenkominfo pun telah melakukan pemblokiran. (jpc/pur)