HARIANHALMAHERA.COM— Pemalangan kantor desa kembali terjadi di Kabupaten Halmahera Utara (Halut). Kali ini kantor Desa Gorua, Kecamatan Tobelo Utara. Pemalangan kantor desa dilakukan warga bersama BPD yang dilakukan pada Senin (6/2) malam. Pintu masuk kantor dipalang menggunakan balok kayu.
Informasi yang diterima, pemalangan kantor merupakan buntut dari kekecewaan warga desa lantaran kesal terhadap pemerintah desa (pemdes) yang tertutup terkait anggaran desa tahun 2022. Selain itu ketidaktransparansian anggaran desa, warga juga mempertanyakan dugaan pemalsuan tanda tangan Badan Permusywaratan Desa (BPD).
“Saat rapat, kades dan bendahara tidak transparan. Poin-poin yang disampaikan Pemdes tidak disepakati. Beberapa item yang disebutkan itu, yakni kaitan penganggaran peternakan, forum masyarakat tidak sepakat dari penyampaian kades yang berbelit-belit,” kata Ketua BPD Gorua Humaidi Tarangi, Selasa (7/2).
Dia juga menegaskan, ada dugaan tanda tangan daftar hadir penerima peternakan diduga dipalsukan karena warga tidak pernah menandatangi daftar itu.
“Warga tidak ada yang tanda tangan daftar hadir, namun laporan sudah sudah selesai dan dipastikan ada tanda tangan dalam laporan soal keuangan. Itu yang dipertanyakan. Herannya, kades menyampaikan bahwa anggaran itu dialihkan ke pembangunan yang jelas sangatlah bertentangan” jelasnya.
Kaitan dengan dugaan pemalsuan tandatangan, disebutkan ada 5 anggota BPD juga mempertanyakan hal ini karena ada tandatangan palsu yang diduga dilakukan oleh oknum Pemdes.
“Untuk pemalsuan tanda tangan akan ditindaklanjuti kelima anggota BPD. Harapan kami masalah ini segera selesai dan dapat diberikan penjelasan dengan baik, sehingga ada kepuasan dari warga dan BPD,” pintanya.
Sementara itu, Kepala Desa Gorua Sarjono Karim menyebut tidak ada masalah penyalahgunaan anggaran. Dirinya menegaskan akan memberikan penjelasan kepada warga dan BPD atas apa yang terjadi. Dia juga bertanggungjawab dan berharap persoalan ini segera selesai.
“Anggaran 2022 tidak ada penyalahgunaan anggaran. Tetapi ada kondisi yang memaksa kemudian disiasati (anggaran). Masalah ini sebenarnya telah dibahas waktu ada musyawarah tahun kemarin hingga saat ini masih muncul kembali,” terangnya.
Diakuinya, terkait dengan dugaan tandatangan palsu, bahwa itu dilakukan sesuai tekanan untuk pelaporan sehingga dilakukan untuk mensiasati.
“Kami berharap tidak sampai ke ranah hukum dan kemudian dicarikan jalan keluar agar secepatnya diselesaikan,” pungkasnya.(sal/fir)