HARIANHALMAHERA.COM–Status Sofifi Ibu Kota Provinsi Maluku Utara (Malut) yang sampai saat ini tak kunjung mendpat kejelasan, membuat DPRD Provinsi Malut mulai kesal.
Wakil Ketua Dewan Provinsi (Deprov), M Rahmi Husen mengatakan, sejak dimekarkan hingga memasuki usia ke 23 tahun, hanya Malut satu-satunya provinsi di Indonesia yang sampai saat ini status ibu kotanya tidak jelas.
Sebagai orang yang juga berjuang memekarkan Provinsi Malut, Rahmi merasa miris dan menangis karena para tokoh yang lain masih berpikir daerahnya masing- masing tidak berpikir tentang Maluku Utara.
“Saya kira momentum 23 Tahun ini menjadi renungan bagi kita bersama , stop bicara tentang daerah – daerah sendiri, tapi bagaimana mari duduk kita bicara tentang kemajuan Maluku Utara. Kalau status ibu kota masih seperti ini, lalu senang apa torang, kan yang rugi kita semua,” ucapnya
Dia melihat, salah satu penyebab gagalnya perjuangan untuk memerkarkan Sofifi menjadi daerah otonom baru (DOB), adalah tidak adanya komunikasi atara Gubernur, Wali Kota Tidore Kepulauan (Tikep) dan Kesultanan Tidore.
Gubernur menurut Rahmi butuh membangun komunikasi intens dengan Walikota dan DPRD Tikep termasuk Sultan Tidore, jangan masing-masing dengan egonya.
“Kalau tidak saya bahkan berpikir alternatif pindahkan ibu kota ke Sidangole saja. Atau ke daerah lain, supaya kita mengambil percepatan pembangunan di Ibu Kota,” ucapnya
Mandeknya rancangan Keppres tentang penetapan Sofifi sebagai kawasan khusus di Mensesneg, Rahmi menyesalkan saat pembahasan waktu itu, pemprov terkesan berjalan sendiri tanpa melibatkan DPRD
“Mestinya ini ajak dong kita bicara, karena itu kepentingan bersama jadi skali lagi kita duduk dan bicara dengan kepala dingin, lepaskan ego masing- masing tapi bicara kepentingan Maluku Urara di masa depan,” terangnya
Dia juga tidak melihat perjuangan eksekutif untuk mendorong rencangan Kappres itu sehingga belum sampai ke meja Presiden. “Itu yang menjadi tanda tanya bagi kita semua terutama Publik Maluku Utara “,Ujar Rahmi.(lfa/pur)